Batal Kerja di Luar Negeri, 24 Perempuan NTB Korban TPPO Ingin Pulang

Bandar Lampung, IDN Times - Impian NA (38) bekerja di Dubai Uni Emirat Arab diimingi gaji Rp10 juta per bulan pupus sudah. Impian itu pupus lantaran ia menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) modus akan dijadikan Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Tak hanya NA, tapi 23 perempuan lainnya kesemuanya asal Nusa Tenggara Barat (NTB) juga mengalami nasib serupa. Nyaris satu bulan 24 perempuan tersebut nasibnya terkatung-katung dari daerah asal demi mengais rezeki di negeri orang tapi bertepuk sebelah tangan.
Periode satu bulan itu merujuk berangkat dari NTB, menuju Bogor hingga akhirnya diselamatkan personel Polda Lampung dan para pelaku modus kejahatan TPPO ditangkap. NA menceritakan awal mulai menerima penawaran menjadi PMI hingga akhirnya diselamatkan personel kepolisian. Berikut ceritanya.
1. Berawal janji manis pegawai binatu

NA bercerita, di daerah asalnya mengenal seorang perekrut calon PMI dari pegawai penatu (laundry). Dia didekati perekrut itu dengan janji manis bekerja di luar negeri. Setelah pembuatan komitmen, pada 3 Mei 2023 NA diberangkatkan ke Jakarta menggunakan pesawat bersama para calon pekerja migran lainnya tidak saling mengenal.
Sampai di Jakarta, DW (kini tersangka) menyambut para calon pekerja migran ini lalu membawa mereka ke wilayah Bogor, Jawa Barat. "Kami dua hari di Bogor, di perumahan, saya gak tau tempatnya dan milik siapa itu," ungkap NA di Mapolda Lampung, Minggu (11/6/2023).
NA hanya tahu, sekitar dua pekan dia dan calon pekerja lainnya tinggal di rumah tersebut tanpa ada kejelasan keberangkatan meski sudah memiliki paspor. Bahkan, dia sempat sakit dan harus diinfus sebanyak dua botol.
2. Sempat digerebek lalu sembunyi di ruang bawah tanah

Na mengatakan, pada 31 Mei 2023 rumah itu digerebek petugas. Namun dia tidak mengetahui apakah itu petugas imigrasi atau kepolisian.
"Karena panik, kita dibawa sembunyi oleh teteh. Saya gak tahu nama aslinya, dibawa ke ruangan bawah tanah," kata NA.
Usai penggerebekan berhasil dihindari itu, para calon pekerja migran ini diperintahkan berbenah dan dibawa ke Lampung. Keberangkatan menuju Lampung itu dilakukan secara terpisah.
NA menyampaikan, ada menggunakan mobil berisi enam penumpang. Kemudian di satu Stasiun pengisian Bahan Bakar (SPBU) sebelum Pelabuhan Merak, para korban ini lalu dikumpulkan dan diangkut menggunakan bus. Bus lalu menyeberang ke Lampung dengan kapal Ferry.
3. Dilarang turun dari bus selama penyeberangan Merak-Bakauheni

NA menjelaskan, pengawas ikut bersama mereka melarang para korban turun dari bus selama penyeberangan. "Di atas kapal itu kita semua dilarang untuk turun dari bus, tapi kami berontak karena kami ingin buang air kecil," kata NA.
Setelah diperbolehkan turun dari bus, pengawas perempuan itu bahkan ikut masuk ke kamar mandi untuk mengawasi. Perjalanan laut dan darat itu lalu berakhir di sebuah rumah besar tidak terurus 2 Juni 2023 lalu.
Ternyata, rumah itu diketahui milik polisi. Lokasinya di Jalan Padat Karya, Kecamatan Rajabasa.
NA menuturkan, tetangga rumah sempat bertanya apakah mereka rombongan siswa sekolah atau TKW (tenaga kerja wanita). "Ada satu orang yang jawab TKW," kata NA.
Pengawas dipanggil teteh itu sempat mendengar dan memarahi karena jawaban salah satu korban. "Kenapa dijawab? Kenapa gak diam aja?" kata NA menirukan ucapan pengawas itu.
4. Bersyukur dievakuasi polisi

Dua hari di rumah itu, anggota polisi dari Kepolisian Daerah Lampung datang dan mengevakuasi para korban TPPO. NA mengaku lega dan bersyukur, begitu juga teman-teman nya yang lain.
Itu lantaran mendapatkan kejelasan setelah satu bulan nasib mereka terkatung-katung dan harapan menjadi PMI pupus. "Saya ucapkan terima kasih kepada Polda Lampung kami sudah diselamatkan, saya berharap bisa pulang secepatnya ke rumah," kata NA.
Dirreskrimum Polda Lampung, Kombas Pol Reynold Hutagalung menyatakan, 24 calon PMI itu mulanya dijanjikan setelah tiba di negara tujuan Timur Tengah, bakal dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga (PRT). "Kalau dari keterangan baik korban dan pelaku, mereka akan dikerjakan sebagai ART semua," imbuhnya.
Meski demikian, polisi menduga janji diucapkan para pelaku acapkali berbeda dengan realisasi di negara tujuan. Mengingat, para pekerja ini bakal dipekerjakan secara ilegal alias tanpa jaminan hukum. "Biasanya, sepeti yang sudah terjadi dijanjikan pekerja ART tapi malah realitanya berbeda," sambung Reynold.
5. Empat tersangka ditangkap

Ditreskrimum Polda Lampung menangkap dan menetapkan empat tersangka tindak pidana perdagangan orang (TPPO) modus Pekerja Migran Indonesia (PMI). TPPO ini ada 24 korban asal Nusa Tenggara Barat (NTB).
Para tersangka masing-masing inisal DW (28) warga Bengkulu, AR (50) warga Jakarta Timur, I (25) dan AL 31 Depok. Keempat tersangka disebut terlibat aktif dalam pekara TPPO tersebut.
"Perbuatan para tersangka merekrut 24 korban calon PMI, ini merupakan kegiatan perseorangan nonprosedural tidak memiliki perusahaan resmi maupun penempatan pekerja migran resmi," ujar Kapolda Lampung, Irjen Pol Helmy Santika saat memimpin konferensi pers, Rabu (7/8/2023) lalu.
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap para korban, Helmy menjelaskan, dari 24 calon PMI ini hanya 20 orang telah memiliki paspor dan empat orang belum memiliki paspor. Ternyata, pembuatannya dilaksanakan di Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Tangerang di Tangerang City Mall.
Pembiayaan paspor ini diketahui dibiayai oleh tersangka DW. Peruntukkannya para korban diberangkatkan ke negara Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
"Hasil penyelidikan dan penyidikan terhadap pelaku, diduga kuat terdapat peristiwa pidana perdagangan orang dan atau dugaan tindak pidana perlindungan PMI," ungkap kapolda.
6. Jerat pidana para tersangka

Bersamaan dengan keempat pelaku, polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti berupa paspor milik para korban, tiket penerbangan pesawat, hingga handphone milik para korban maupun pelaku.
Guna mempertanggungjawabkan perbuatan pidana ini, keempat tersangka beserta barang bukti tersebut telah ditahan dan diamankan ke Mapolda Lampung.
"Kami pastikan penyidikan kasus ini akan terus berlanjut dan berkembang, kami juga akan berkoordinasi dengan Lembaga terkait yakni LPSK, BP2MI Provinsi Lampung, Dinas Tenaga Kerja Provinsi Lampung, serta UPTD PPPA Provinsi Lampung," terang Helmy.
Dalam persangkaan kasus, keempat tersangka TPPO akan dijerat pelanggaran Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 10 Undang-Undang (UU) RI Nomor 21b Tahun 2007 tentang TPPO, dan atau Pasal 68 Jo Pasal 83 atau Pasal 69 Jo Pasal 81 UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
"Kami pastikan para tersangka akan dikenakan sesuai hukuman pidana berlaku, minimal 3 tahun hingga maksimal 15 tahun kurungan penjara," tandas kapolda Lampung.
7. Koordinasi dengan Mabes Polri terkait rumah polisi diduga tempat penampuan calon PMI

Terkait rumah milik perwira polisi diduga jadi tempat penampungan calon PMI itu, kapolda mengatakan, penyidik Polda Lampung sudah berkoordinasi dengan pihak Mabes Polri, untuk melaksanakan penyelidikan secara internal.
Penyelidikan dan penyidikan dimasuk, termasuk melibatkan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri. "Kami sudah berkoordinasi mendalami keterlibatan pemilik rumah. Kami pastikan bakal ditindaklanjuti dan diusut tuntas, saat ini masih dalam proses," tegas Helmy.
Ketua RT lingkungan rumah penampungan, Ngadiono turut mengamini salah satu kediaman terletak di Jalan Padat Karya tersebut sudah ditempati para calon PMI ilegal berhasil diungkap Polda Lampung selama 2 hari.
Sampai pada akhirnya, petugas Ditreskrimum Polda Lampung berhasil mengungkap tindak pidana tersebut dan berhasil menyelamatkan para korban, Selasa (5/6/2023) malam.
"Benar itu rumah polisi, tapi rumah ini sudah lama kosong. Dia (pemilik rumah) tidak ada di Lampung, informasinya beliau sudah lama pindah dinas," tandasnya.