Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

BPA dalam Kemasan Pangan Masih Batas Aman, Jangan Percaya Hoaks

Ilustrasi galon. (IDN Times/Istimewa).
Intinya sih...
  • Kemasan pangan menggunakan Bisphenol A (BPA) masih aman untuk digunakan
  • BPA banyak ditemukan di produk makanan dan nonmakanan, terutama pada ikan kaleng dan botol plastik
  • Penelitian dampak BPA terhadap manusia masih membutuhkan penelitian lebih lanjut, hasil penelitian pada hewan percobaan tidak relevan untuk manusia

Kemasan pangan menggunakan Bisphenol A (BPA) masih aman untuk dipakai. Hal tersebut disampaikan ahli kesehatan Dokter Ngabila Salama MKM menanggapi isu bias terkait bahaya BPA  kembali mencuat ke publik.

"BPA aman, selama tidak bermigrasi ke manusia dalam jumlah tinggi melebihi ambang batas normal. 90 persen dibuang melalui urine dan feses," katanya dikutip akun instagram miliknya @ngabilasalama.

1. Ada kandungan BPA semua makanan kaleng

ilustrasi makanan kaleng (pexels.com/Ron Lach)

Ngabila mengatakan, penggunaan BPA banyak ditemukan di masyarakat baik dalam produk makanan dan nonmakanan. Misalnya saja pada semua makanan kaleng mulai dari ikan, sayuran, daging hingga buah.

Ia menambahkan, kandungan BPA paling banyak dibanding produk lainnya terdapat pada ikan kaleng mencapai 106 ng/gram. Sedangkan BPA dalam produk nonmakanan juga ada di botol plastik, mainan, peralatan listrik, perangkat otomotif, peralatan makanan, perangkat medis, peralatan olahraga, kemasan makanan, disket serta CD dan lain-lain.

"Jadi BPA ini memang banyaknya pada plastik tetapi juga sebenarnya ada di produk makanan," katanya.

2. Masyarakat diminta simpan dengan benar kemasan pangan gunakan BPA

Ilustrasi makanan panas di dalam kulkas(freepik.com/zinkevych)

Ngabila menjelaskan, BPA merupakan senyawa kristal solid, putih, transparan dan tahan pada suhu minus 40 hingga 145 derajat Celcius. Zat ini baru meleleh pada suhu 150 derajat Celcius dan larut dalam air serta lemak termasuk etanol, asam asetat, dietil eter, dan lain-lain.

Untuk itu, praktisi kesehatan ini meminta agar masyarakat menyimpan dengan benar kemasan pangan yang menggunakan BPA. Hal ini dilakukan agar BPA tidak yang luluh ke dalam pangan dari kemasannya.

Ngabila juga sempat menyinggung penelitian terkait dampak BPA kepada kesehatan manusia. Dia mengatakan, riset dan dampak yang dilakukan itu hingga saat ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.

"Pengaruh BPA kepada kesehatan dari berbagai studi yang masih minim mayoritas pada hewan uji coba dan studi observasional saja pada manusia," katanya.

3. Penelitian dampak BPA dilakukan terhadap hewan percobaan tidak bisa jadi acuan

ilustrasi hasil penelitian otak (pexels.com/Anna Shavets)

Senada, pakar teknologi plastik Wiyu Wahono menjelaskan, hasil penelitian dampak BPA terhadap manusia tidak bisa menjadi acuan. Hal tersebut lantaran hasil penelitian dampak BPA dilakukan terhadap hewan percobaan.

Menurutnya, hasil eksperimen tersebut tidak relevan apabila ingin diterapkan ke manusia. Hal itu sekaligus meluruskan hasil penelitian yang dilakukan oleh universitas di Indonesia dimana mereka memberikan zat BPA ke hewan percobaan.

"Kalaupun binatang-binatang tersebut mendapatkan masalah kesehatan maka tidak bisa diambil kesimpulan bahwa BPA juga akan menyebabkan masalah kesehatan di manusia," kata Wiyu di Jakarta.

4. Tak adil hanya AMDK jadi kambing hitam terkait paparan BPA?

Ilustrasi galon. (IDN Times/Istimewa).

Anggota Council Komite Akreditasi Nasional (KAN) Badan Standardisasi Nasional (BSN) Arief Safari mengatakan, penggunaan kemasan pangan khususnya air seperti galon polikarbonat masih aman untuk digunakan. Dia menjelaskan paparan BPA dari kemasan ke pangan hingga ke tubuh manusia sebenarnya masih membutuhkan penelitian yang lebih komprehensif. "Selama ini saya pakai berpuluh-puluh tahun ya aman-aman saja tidak masalah," katanya.

Ia menjelaskan, penelitian dilakukan guna mengukur sekaligus memberikan informasi akurat kemasan pangan mana yang memberikan paparan BPA ke tubuh lebih banyak. Menurutnya, tidak adil apabila hanya AMDK saja yang dikambing hitamkan memberikan paparan BPA ke tubuh padahal ada banyak kemasan lain yang juga menggunakan senyawa serupa.

"Jadi gak bisa diukur lewat satu item harus beberapa item. Kalau hanya cuma satu kemasan saja orang kan ada dugaan ini jangan-jangan apa masalah persaingan bisnis saja," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Martin Tobing
EditorMartin Tobing
Follow Us