Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pekerja Padat Karya Bebas PPh, Buruh Lampung Nilai Cuma Omon-omon

Kebijakan pajak PPh badan di Indonesia
Intinya sih...
  • Pemerintah akan membebaskan PPh Pasal 21 bagi pekerja padat karya dan kelas menengah
  • Kelompok buruh merasa kebijakan ini ambigu dan tidak membantu, terutama dengan adanya kenaikan PPN 12%
  • Jumlah perusahaan industri besar dan sedang di Lampung mengalami penurunan dari tahun sebelumnya

Bandar Lampung, IDN Times - Pemerintah bakal membebaskan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi para pekerja sektor padat karya atau pekerja kelas menengah. Langkah ini dinilai kelompok buruh sebagai keputusan ambigu sekaligus akal-akalan pemangku kebijakan.

Federasi Pergerakan Serikat Buruh Indonesia Konfederasi Serikat Nasional (FPSBI KSN), Johanes Joko Purwanto mengatakan, langkah stimulus ini masih belum bisa benar-benar membantu kaum pekerja kelas menengah meminimalisir kebijakan kenaikan PPN 12 persen mulai berlaku 1 Januari 2025.

"Kebijakan ambigu, ini cuma manis-manis di bibir saja. Ini yakin negara mau ambil (pembebasan PPh Pasal 21)?, kalau memang mau dihapuskan ya hapuskan saja, jangan modus kalau ini negara yang bayar pajaknya. Ah bulshit (omong kosong) itu," ujarnya dikonfirmasi, Jumat (20/12/2024).

1. Tak butuh kebijakan omon-omon tapi standar upaya layak nasional

Ketua DPP FPSBI, Yohanes Joko Purwanto (kiri). (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Joko mempertanyakan peruntukan penerapan kebijakan pembebasan PPh Pasal 21 diiringi penerapan kenaikan PPN 12 persen. Menurutnya, langkah ini dikatakan sama sekali tidak menyelesaikan tuntutan kesejahteraan bagi para buruh maupun kelompok pekerja berpenghasilan rendah.

"Kalaupun ini dihapuskan, apa iya upah pekerja yang digolongkan sektor padat karya itu akan bertambah? Tidak juga, karena standar tetap UMP standar minimalnya," imbuhnya.

Menurut dia, para buruh dan pekerja kelas menengah sejatinya lebih membutuhkan dan mengharapkan implementasi kebijakan standar upah layak nasional. "Ini lebih masuk akal, jangan justru malah tawarkan kebijakan omongan kosong yang hanya omon-omon saja (pembebasan PPh 21)," lanjut Joko.

2. Pembebasan PPh 21 tak diyakini bakal berdampak kenaikan gaji

Pekerja perempuan sedang melinting tembakau menjadi cerutu di Pabrik Taru Martani (IDNTimes/Febriana Sinta)

Joko turut meyakini, biaya PPh Pasal 21 sebelumnya ditanggung oleh masing-masing pekerja dan akan diambil alih atau dibebaskan oleh pemerintah pada tahun mendatang, tidak akan masuk atau ditunaikan pihak perusahaan dalam pembayaran gaji pekerja.

"Lihat saja nanti, ketika itu (PPh 21) dihapuskan, apa uang yang dipotong itu nanti ditambahkan dalam gaji dan upah? Saya rasa akan tidak, sudahlah ini akal-akalan saja," sebut dia.

Pasalnya, jangankan memasukkan potongan PPh Pasal 21 ke pembayaran gaji pekerja, pengawasan pembayaran sesuai UMP dan UMK dilakukan pemerintah di masing-masing daerah saja belum terlaksana dengan baik. "Akibatnya apa? Masih banyak pekerja dan buruh yang mendapatkan upah di bawah kata layak," tambah Joko.

3. Perusahaan industri besar dan sedang 2024 turun signifikan

Industri tekstil semakin ambruk. [Foto: Dok. Setkab]

Berdasarkan data Direktori Perusahaan Industri Besar dan Sedang (IBS) Provinsi Lampung 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung mencatat jumlah perusahaan IBS sebanyak 374. Terbanyak di Kota Bandar Lampung ada 98 perusahaan, disusul Lampung Selatan dan Tengah (83 perusahaan), serta Lampung Timur (34 perusahaan).

Sedangkan perusahaan IBS di Provinsi Lampung pada 2022 tercatat sebanyak 403 perusahaan dan selama setahun lalu tepatnya 2023 terhimpun sebanyak 420 perusahaan. Mengacu pada data ini, Kepala BPS Lampung, Atas Parlindungan Lubis mengatakan, perusahaan industri besar dan sedang yang masih aktif di Lampung selama 2024 ada 374 perusahaan.

Ini terdiri dari 238 perusahaan merupakan perusahaan tunggal, 88 perusahaan merupakan pabrik atau unit produksi dan 45 perusahaan merupakan kantor pusat dan ada kegiatan produksi.

Atas menambahkan, jumlah ini tergolong menurung sangat signifikan. Itu dikarenakan ada banyak perusahaan yang tutup atau tidak aktif di 2024 dan berubah menjadi bukan bergerak di sektor industri atau pergudangan.

"Selain itu, perusahaan baru maupun perusahaan yang baru saja ditemukan saat pemutakhiran oleh petugas belum tercakup dalam direktori data kami ini," ucapnya.

4. Perkembangan perusahaan industri manufaktur dari waktu ke waktu selalu berubah

ilustrasi manufaktur (pexels.com/Kateryna Babaieva)

Atas Lubis melanjutkan, perkembangan jumlah perusahaan industri manufaktur dari waktu ke waktu selalu berubah. Termasuk di Provinsi Lampung disebabkan adanya perusahaan yang pindah ke daerah lain, tutup, maupun berubah menjadi bukan industri.

Sehingga di tiap tahunnya, pencocokan dilakukan dengan instansi terkait meliputi Dinas Perindustrian, Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Asosiasi, maupun hasil pengamatan langsung oleh petugas lapangan di kecamatan.

“Kegiatan update direktori diawali dengan pengecekan perusahaan di lapangan atas hasil pencocokan (matching) daftar nama dan alamat perusahaan yang ada di instansi terkait,” ucapnya.

5. Pemprov Lampung masih tunggu arahan pusat

ilustrasi tarif pajak (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Merespon bakal diberlakukannya keputusan pembebasan PPh Pasal 21 ini, Kadis Perindustrian dan Perdagangan (Perindag) Provinsi Lampung, Evie Fatmawaty mengatakan, pemerintah daerah hingga kini masih menunggu arahan dan instruksi lebih lanjut ihwal implementasi kebijakan tersebut dari pemerintah pusat.

"Kami belum dapat sosialisasi dari pusat sebagai penerapan, kalau daerah hanya mengikuti saja. Teknis belum ada," katanya.

Meski demikian, pihaknya telah menyiapkan tim pengawas terpadu meliputi Satgas Pangan Provinsi Lampung. "Jadi kalau sudah penerapan di pusat, baru kami melakukan pengawasan dan intervensi, kita tunggu saja, itukan berlakunya baru di Januari," tambah Evie.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Tama Wiguna
Martin Tobing
Tama Wiguna
EditorTama Wiguna
Follow Us