Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Ragam Respons Menyoal Rendahnya Partisipasi Pemilih Pilkada Lampung

Ilustrasi pencoblosan saat pemungutan suara Pilkada Serentak 2024. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Intinya sih...
  • 34,7% pemilih di Pilkada Lampung 2024 tidak menggunakan hak suaranya
  • Faktor rendahnya partisipasi pemilih: regulasi pelaksanaan yang mempersempit ruang demokrasi, teknis pemungutan dan penghitungan suara yang masih manual, penurunan kepercayaan pada sistem politik
  • Penyelenggara perlu kerja stimulus meningkatkan partisipasi, perbaikan regulasi dan SDM penyelenggara, serta evaluasi terkait penggabungan TPS semasa Pilpres dengan Pilkada

Bandar Lampung, IDN Times - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 di Provinsi Lampung menyisakan tahapan-tahapan akhir. Namun pelaksanaan pesta demokrasi ini meninggalkan pekerjaan rumah berupa persoalan rendahnya tingkat partisipasi pemilih.

Berdasarkan data diterima IDN Times, rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara pemilihan gubernur dan wakil gubernur Provinsi Lampung menunjukkan angka partisipasi pemilih hanya 65,3 persen atau 4.255.826 pemilih yang hadir ke tempat pemungutan suara (TPS).

Padahal, Pilkada Lampung 2024 memiliki jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 6.515.869 orang. Alhasil, total terdapat 34,7 persen atau setara 2.260.043 pemilih tidak menggunakan hak suaranya di hari pencoblosan atau golongan putih (Golput).

Jumlah partisipasi pemilih tersebut merosot jauh, bila dibandingkan gelaran Pemilihan Presiden (Pilpres) pada Februari 2024 yang sukses menyentuh angka tingkat kehadiran pemilih di TPS mencapai 80.64 persen.

Lantas apa pemicu rendahnya tingkat partisipasi pemilih di Pilkada Lampung? Apa komentar penyelenggaraan dan pengawasan pemilihan terkait kondisi ini? Berikut IDN Times ulas. 

1. Kerja penyelenggara lebih seremonial dibandingkan substantif

Akademisi Hukum Tata Negara Universitas Lampung (Unila), Dr Yusdiyanto. (DOK. Unila).

Akademisi Universitas Lampung, Yusdiyanto mengatakan, fenomena rendahnya partisipasi pemilih dipicu sejumlah faktor. Mulai dari visi regulasi pelaksanaan Pilkada yang banyak membatasi atau mempersempit ruang demokrasi, semisal sisi publikasi hingga urusan kampanye paslon yang terkesan banyak dicampuri oleh penyelenggara.

Menurutnya, situasi serupa terlalu rumit hingga regulasi-regulasi tersebut menimbulkan rasa pelarangan. Alhasil, masyarakat sebagai pemilih yang dirugikan karena tidak benar-benar merasa ada ajang Pilkada.

"Turunnya partisipasi pemilih ini terjadi tiap pelaksanaan tahun politik. Itu menandakan bahwa penyelenggara tidak melakukan kerja-kerja stimulus yang bisa meningkatkan partisipasi, tapi lebih kepada acara seremonial," ujarnya dikonfirmasi, Jumat (13/12/2024).

Yusdianto juga menyoroti terkait teknis pemungutan dan penghitungan suara yang hingga hari ini masih berlangsung secara manual. Sebagai contoh, banyak kasus penyampaian surat pemberitahuan memilih yang baru tiba di tangan pemilih di hari pencoblosan.

"Problemnya adalah banyak hal-hal teknis yang dilakukan oleh penyelenggaraan, tapi hal-hal substantif bagaimana meningkatkan partisipasi tidak menjadi prioritas. Ini bukan akibat pemilih, tapi disebabkan penyelenggara itu sendiri," lanjutnya.

2. Perlu perbaikan menyeluruh regulasi hingga penting pembenahan SDM penyelenggara

ilustrasi pilkada (IDN Times/Esti Suryani)

Masih menyoal peran penyelenggara, Yusdiyanto melanjutkan, penurunan angka partisipasi pemilih ini bisa dibilang wajar. Mengingat, menjelang detik-detik hari pencoblosan posisi komisioner di level kabupaten/kota hingga provinsi kompak mengalami pergantian.

"Ini sangat memengaruhi karena bicara mengenai kecakapan, kemampuan, hingga kompetensi. Apa bedanya dengan orang gagap yang ditunjuk tiba-tiba melaksanakan pemilihan. Ini secara signifikan memengaruhi kerja-kerja partisipasi pemilih," katanya.

Penurunan partisipasi pemilih di Pilkada dibandingkan dengan Pilpres maupun Pileg, sejatinya sudah dapat diprediksi. Sebab, kerja-kerja sosialisasi pencalonan Pilkada hanya bertumpu pada paslon, sedangkan di masa Pilpres dan Pileg lebih kepada mesin partai hingga masing-masing caleg.

Oleh karenanya ke depan, ia mengingatkan, peningkatan partisipasi pemilih perlu dilakukan perubahan dan perbaikan menyeluruh terhadap regulasi. Serta pentingnya pembenahan SDM penyelenggara sebab tidak semua mereka mampu menterjemahkan ketentuan reguler penyelenggaraan pemilihan.

"Dari sisi pelaksanaan tata kelola pemilihan, semua hanya bicara bagaimana melaksanakan tapi tidak melihat tujuan. Jadi perlu ditekankan Pilkada adalah pesta rakyat dalam menyalurkan aspirasi masyarakat," ucap dosen Fakultas Hukum Unila tersebut.

3. Election fatigue, keputusan elitis, parpol gagal bentuk demokrasi partisipatif

Proses pemungutan suara di TPS Bandar Lampung. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Menelisik permasalahan serupa, Peneliti Senior Indikator Politik Indonesia, Agus Trihartono menyebutkan, tingkat penurunan signifikan partisipasi pemilih tidak hanya menghantui Provinsi Lampung, melainkan juga terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Secara teoritik, Pilkada serentak kali ini berlangsung di tahun politik tepat pascapelaksanaan Pilpres dan Pileg.

Alhasil, situasi tersebut menimbulkan kelemahan serta kejenuhan bagi masyarakat, hingga kondisi ini membuat para pemilih kehilangan minat terhadap pelaksanaan Pilkada,l. Termasuk berkaitan dengan kegiatan kampanye sampai pemberitaan menyangkut isu politik.

Faktor lainnya, para pemilih timbul rasa kurang percaya pada sistem politik dikarenakan Pilkada cenderung lebih elitis dalam menentukan sosok calon kepala daerah. Lalu partai politik (Parpol) gagal membentuk demokrasi yang lebih partisipatif karena lebih mengedepankan kepentingan suatu kelompok dibandingkan masyarakat.

"Tiga itu sepertinya menjadi faktor yang menyebabkan partisipasi election fatigue, keputusan terlalu elitis dengan hadirnya calon-calon yang lebih menggambarkan kepentingan elit daripada publik, dan parpol gagal membentuk demokrasi partisipatif," terangnya.

4. Kurangnya pendidikan politik bagi para pemilih

Kantor KPU Provinsi Lampung. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Agus melanjutkan, kegiatan sosialisasi pihak penyelenggara terhadap pelaksanaan Pilkada juga ditengarai menjadi penyebab penurunan partisipasi pemilih. Mengingat, ada banyak jumlah pemilih tidak hadir ke TPS dan ditambah temuan suara tidak sah yang tergolong cukup besar dikarenakan kurangnya pendidikan politik.

Sehingga bila melihat dari data kabupaten/kota, partisipasi pemilih di ibu kota provinsi yakni Bandar Lampung menjadi yang terendah, dibandingkan dengan kabupaten Pesisir Barat mencatatkan partisipasi pemilih tertinggi di Pilkada Lampung 2024.

"Kalau kita lihat, masyarakat perkotaan memang cenderung menjadi pemilih yang lebih rasional dikarenakan mendapatkan banyak informasi berkaitan calon, sehingga punya sikap kritis dan apatisme yang tinggal. Ini yang tidak didapatkan pemilih di daerah kabupaten," katanya.

5. Bawaslu sebut jadi catatan penting

Potret TPS 10 Sepang Jaya Bandar Lampung (IDN Times/Tama Wiguna)

Selaku pengawasan pemilihan, Ketua Bawaslu Provinsi Lampung, Iskardo P Panggar mengatakan, pihaknya mengapresiasi jajaran KPU provinsi hingga kabupaten/kota telah melaksanakan setiap tahap Pilkada serentak berjalan dengan lancar. Pasalnya, pesta demokrasi ini dikatakan tak ubahnya hajat akbar masyarakat Lampung.

Namun tetap, capaian partisipasi pemilih 65 persen ini harus menjadi catatan penting semua pihak sebagai bahan perbaikan pelaksanaan Pemilu maupun Pilkada di kemudian hari.

"Kita ingin betul Pilkada ini tidak hanya selesai formalitas di pemungutan dan penghitungan suara, tapi lebih penting adalah mewujudkan mimpi-mimpi rakyat Lampung yang diimplementasikan dalam kerja-kerja konkret, untuk memenuhi janji-janji politik baik di tingkat kabupaten kota maupun provinsi," ucapnya.

6. KPU Provinsi Lampung janji lakukan evaluasi

Rekapitulasi pemilihan gubernur dan wakil gubernur di tingkat Provinsi Lampung. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Terkait rendahnya partisipasi pemilih, Anggota KPU Provinsi Lampung, Dedi Fernando mengatakan, pihaknya selaku penyelenggara pemilihan bakal melakukan evaluasi menyeluruh dengan melibatkan stakeholder dan instansi terkait lainnya.

Sehingga hal-hal menjadi penyebab permasalahan penurunan partisipasi pemilih ini dapat dipelajari dan dibenahi bersama, untuk menyongsong kontestasi pemilihan akan datang. Lanjutnya, hasil analisis faktor pemicu penurunan partisipasi pemilih kali ini dipengaruhi sejumlah faktor, terutama kebijakan penggabungan TPS semasa Pilpres dengan Pilkada.

"Kalau Pemillu kemarin, per 1 TPS itu ada sekitar 300 pemilih, sedangkan Pilkada ini 1 TPS bisa 500-600 pemilih. Ini menyebabkan adanya pemilihan yang harus menempuh jarak untuk datang ke TPS," kata dia.

Faktor lainnya tahapan Pilkada hingga masa kampanye tergolong singkat, serta kehadiran pasangan calon yang dirasa tidak sesuai dengan kriteria pemilih. "Menurut kami faktor-faktor ini cukup berpengaruh, sehingga berdampak pada partisipasi pemilih," lanjut dia.

Selain itu, KPU Provinsi Lampung turut menerima laporan formulir model C6 atau surat pemberitaan pemilih juga hanya terdistribusi hanya 91,98 persen dari total jumlah DPT sebanyak 6.515,869 orang. "Ini dikarenakan petugas terkendala adanya pemilih pindah domisili hingga alih status," kata mantan Ketua Bawaslu Tanggamus tersebut.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Tama Wiguna
Martin Tobing
Tama Wiguna
EditorTama Wiguna
Follow Us