Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Paru-Paru Generasi Muda Terancam, Kemenkes Minta Daerah Tuntaskan Perda KTR

Rapat Koordinasi Nasional Perangkat Daerah Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Secara Virtual di Ruang Rapat Sekda, Kantor Bupati Lampung Selatan (Dok/Humas Pemkab Lampung Selatan)
Intinya sih...
  • Kementerian Kesehatan RI memberi tenggat 3 bulan untuk menyelesaikan Perda dan Perkada KTR
  • Rokok elektrik dapat membuat anak kecanduan dan mengancam generasi sakit
  • Cukai rokok bukan hanya sumber pemasukan negara, tetapi juga bentuk "denda" atas gaya hidup tidak sehat

Lampung Selatan, IDN Times - Fenomena merokok di Indonesia kini tak lagi sebatas masalah gaya hidup, melainkan telah berkembang menjadi krisis kesehatan publik mengancam masa depan generasi muda. Ledakan jumlah perokok anak, ditambah dengan tren rokok elektronik makin digemari kalangan remaja, menjadi sinyal bahaya tak bisa diabaikan.

Ancaman meningkatnya jumlah perokok anak dan penggunaan rokok elektronik melonjak tajam membuat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengambil sikap tegas. Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, dalam Rapat Koordinasi Nasional Perangkat Daerah Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok yang berlangsung secara virtual menegaskan seluruh pemerintah daerah harus segera merampungkan Perda dan Perkada terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Rakor ini juga diikuti oleh sejumlah pejabat dari daerah, termasuk Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Lampung Selatan, Intji Indriati, turut menghadiri acara secara daring dari Ruang Rapat Sekda, Kantor Bupati Lampung Selatan.

1. Kemenkes beri tenggat 3 bulan untuk selesaikan Perda dan Perkada KTR

Rapat Koordinasi Nasional Perangkat Daerah Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Secara Virtual di Ruang Rapat Sekda, Kantor Bupati Lampung Selatan (Dok/Humas Pemkab Lampung Selatan)

Budi Gunadi Sadikin menyatakan, Indonesia berada di titik kritis. Menurutnya, jika regulasi tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tidak segera ditegakkan di seluruh daerah, maka bersiaplah menghadapi generasi sakit, generasi yang paru-parunya rusak bahkan sebelum mereka dewasa.

Ia mendesak Pemerintah daerah untuk bergerak cepat. Dalam waktu tiga bulan ke depan, setiap kabupaten/kota diminta menyelesaikan Perda dan Perkada tentang KTR, atau akan tertinggal dalam upaya menyelamatkan masa depan bangsa.

"Dalam beberapa tahun terakhir, prevalensi penggunaan rokok elektrik di kalangan anak meningkat dua kali lipat. Rasa-rasa ditawarkan rokok elektrik membuat anak-anak makin tertarik untuk mencoba, tanpa menyadari risiko jangka panjang mengintai paru-paru mereka," terangnya.

2. Rokok elektrik bikin anak kecanduan, ancaman generasi sakit makin nyata

Illustrasi Perokok Elektrik (Pexel/Alexandra Paula Chişcăreanu)

Budi Gunadi menyebut, jika regulasi KTR tidak segera diterapkan, maka cita-cita membentuk generasi emas Indonesia 2045 bisa berubah menjadi generasi sakit. Ia menjelaskan, sistem pernapasan anak-anak sangat rentan terhadap kerusakan akibat paparan zat berbahaya yang terkandung dalam rokok, baik konvensional maupun elektrik.

"Penyakit seperti pneumonia dan gangguan pernapasan lainnya bisa menjadi momok nyata apabila pengendalian tidak dilakukan segera," kata Budi.

Menurutnya, data terbaru menunjukkan bahwa hingga saat ini baru 209 kabupaten/kota yang telah memiliki Perda dan Perkada KTR. Sementara itu, 168 daerah baru memiliki Perda saja tanpa Perkada, dan sebanyak 28 kabupaten/kota belum memiliki regulasi apapun terkait kawasan tanpa rokok.

3. Cukai rokok itu denda, bukan cuma pemasukan negara

illustrasi Rokok (Pexel/Geri Tech)

Peringatan keras juga datang dari Ketua Komnas Pengendalian Tembakau, Prof. Hasbullah Thabrany. Dalam sesi yang sama, Hasbullah menekankan masyarakat masih salah kaprah dalam memahami peran cukai rokok.

Ia menyebut, cukai bukan hanya sumber pemasukan negara, melainkan bentuk "denda" atas gaya hidup tidak sehat. Menurutnya, selama ini masyarakat menganggap enteng keberadaan rokok, padahal zat adiktif di dalamnya membuat anak-anak bisa kecanduan sejak usia dini.

"Jika situasi ini dibiarkan, maka Indonesia seperti sedang menghancurkan masa depan anak-anaknya sendiri. Rokok itu zat adiktif. Indonesia perlu memahami bahwa cukai rokok bukan pemasukan semata, tapi peringatan keras bahwa itu adalah perilaku berisiko," ujarnya.

Ia pun mengingatkan kembali data dari WHO rokok merupakan penyebab kematian tertinggi kedua di dunia. Di Indonesia, rokok menjadi penyebab kematian ketiga setelah stroke dan penyakit jantung, semuanya berkaitan erat dengan tekanan darah tinggi dan gula darah.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Martin Tobing
EditorMartin Tobing
Follow Us