Ortu Mahasiswa Korban Diksar Maut Unila Laporan ke Polda Lampung

- Ibu mahasiswa korban meninggal melayangkan laporan kepolisian terkait dugaan kekerasan ormawa di Unila.
- Korban mengalami tindak kekerasan saat mengikuti diksar ormawa Mahepel oleh senior dan alumni kampus.
- Keluarga korban melaporkan tindak pidana penganiayaan berat dan mendesak polisi untuk mengusut tuntas kasus ini.
Bandar Lampung, IDN Times - Wirnawani (40), ibu mahasiswa Pratama Wijaya Kusuma korban meninggal dunia diduga akibat tindakan kekerasan organisasi kemahasiswaan (Ormawa) Universitas Lampung (Unila) melayangkan laporan kepolisian ke Mapolda Lampung.
Wirna mengatakan, pelaporan ditujukan untuk mendorong aparat penegak hukum mengusut praktik dugaan kekerasan tersebut, untuk memberikan keadilan bagi sang putra yang telah berpulang.
"Saya minta diusut secara tuntas, hukum seberat-beratnya itu mau saya," ujarnya dengan nada suara bergetar kepada awak media, Selasa (3/6/2025).
1. Sekujur tubuh korban dipenuhi luka

Dalam laporan tersebut, Wirna mengungkapkan, peristiwa penganiayaan mengakibatkan putranya Pratama Wijaya Kusuma tutup usia terjadi saat mengikuti kegiatan pendidikan dasar (Diksar) ormawa Mahasiswa Ekonomi Pencinta Lingkungan (Mahepel) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unila di Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran mulai 14-17 November 2024.
Pascakegiatan diksar tersebut selesai, korban dijemput oleh pelapor merupakan sang ibu kandung. Namun setibanya di rumah, Pratama mengeluh sakit dan seketika langsung pingsan tak sadarkan diri.
"Saya buka pakaian anak saya, ada banyak luka di tubuhnya. Ini saya sempat foto, saya elap-elap pakai air hangat. Dia baru bangun sadar jam 8 pagi," ungkapnya seraya tersedu-sedu mengingat kondisi sang putra.
2. Sempat cerita alami kekerasan dari senior hingga alumni kampus

Setelah korban tersadar, Wirna melanjutkan, korban Pratama bercerita saat mengikuti kegiatan diksar tersebut sempat mengalami tindak kekerasan yang dilakukan oleh beberapa senior di kampus setempat. Mereka merupakan panitia dan alumni pada ormawa Mahepal.
Atas kejadian ini, pelapor keesokan harinya membawa korban ke Puskesmas Rajabasa Indah dan sang putra meminta ibunya agar tidak bercerita kepada siapapun dikarenakan korban sempat diancam.
"Di Februari 2025, anak saya ini mengeluh kram, lemas, dan sakit kepala. Sampai puncaknya di Maret 2025, anak saya masih lemas, sakit kepala, kram dibagian tangan. Jadi saya langsung bawa menuju Rumah Sakit Bintang Amin Malahayati," imbuhnya.
3. Penggumpalan darah dan cairan di kepala

Di rumah sakit setempat, korban Pratama sempat menjalani rawat inap selama 6 hari dan diberikan surat rujukan perawatan lanjutan ke dokter spesialis syaraf. Pasalnya, hasil pemeriksaan didapati penggumpalan darah dan cairan di bagian kepala.
Sehingga korban diminta segera ditangani lebih lanjut di RSUD Abdul Moeloek. Pascaoperasi, korban menjalani proses pemulihan hingga tetap diminta rawat jalan, tapi tak berselang lama Pratama kembali mengeluhkan rasa sakit di bagian kepala.
"Saat itu saya sempat bawa anak saya ke Abdul Moeloek lagi, tapi belum sempat mendapatkan tindakkan lebih lanjut sudah dinyatakan berpulang," lirih Wirna.
4. Persangkaan tindak pidana penganiayaan berat

Tim Penasihat Hukum keluarga korban, Icen Amsterly menambahkan, pelaporan perkara ini mempersangkakan tindak pidana penganiayaan berat yang dilakukan secara bersama-sama, sebagaimana diatur dalam Pasal 351 dan Pasal 170 KUHPidana.
"Ya, kami mendorong kepolisian segera menindaklanjuti dan mengusut tuntas laporan keluarga korban," imbuh dia.