Kasus Ijazah Palsu Anggota DPRD Lamsel Pencalonan Tidak Sah Sejak Awal

- Nyaleg dengan cara menipu
- Terpilih atas dasar kebohongan
- Dorong Parpol dan DPRD bertindak tegas
- Pencalonan tidak sah sejak awal
Bandar Lampung, IDN Times - Kasus penggunaan ijazah palsu oleh Anggota DPRD Lampung Selatan, Supriyati dinilai bukan hanya soal melanggar undang-undang, tetapi juga merusak kepercayaan rakyat dan mengkhianati makna jabatan sebagai amanah.
Akademisi Hukum Tata Negara Universitas Bandar Lampung (UBL), Rifandy Ritonga mengatakan, perbuatan sang legislator dari sisi hukum jelas dinilai masuk kategori pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam KUHP.
"Hakim yang memvonis hukuman penjara satu tahun sudah menunjukkan bahwa hukum bisa berlaku untuk siapa saja, termasuk wakil rakyat," ujarnya dimintai keterangan, Sabtu (9/8/2025).
1. Nyaleg dengan cara menipu

Terlepas dari putusan pidana satu tahun penjara dan denda Rp100 juta tersebut, Rifandy menyebutkan, pokok permasalahan tidak hanya berhenti saat pembacaan vonis oleh majelis hakim semata.
Pasalnya, bila ditelisik dalam konteks Pemilu, maka penggunaan ijazah palsu berarti seseorang mengikuti kontestasi pemilihan umum itu mendapatkan jabatan dengan cara menipu, sehingga hasil pemilihan atau perolehan suara menjadi cacat sejak awal.
"Dari sisi moral, ini adalah bentuk kebohongan besar, rakyat memilih wakilnya dengan harapan mereka adalah orang jujur dan layak dipercaya. Menggunakan ijazah palsu sama saja membohongi pemilih, partai politik, dan negara," tegasnya.
2. Terpilih atas dasar kebohongan

Rifandy menegaskan, keterpilihan Supriyati sebagai wakil rakyat dengan cara-cara melakukan kebohongan seperti ini harusnya sadar diri untuk mundur. Itu dikarenakan sudah kehilangan kehormatan di mata publik.
Dari sisi filosofis, jabatan publik merupakan titipan rakyat yang sejatinya dipegang oleh orang memiliki punya kejujuran, kemampuan, dan hati tulus dalam melayani masyarakat.
"Memalsukan ijazah berarti membangun karier politik di atas kebohongan. Ini seperti membangun rumah di atas pasir, cepat atau lambat akan runtuh. Demokrasi akan hancur jika diisi oleh orang-orang yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan," ucap Peneliti Pusat Studi Konstitusi dan Perundang-undangan UBL tersebut.
3. Dorong parpol dan DPRD bertindak tegas

Keberadaan kasus ini disebut sebagai pelanggaran besar terhadap hukum, etika, dan nilai dasar demokrasi. Kata Rifandy, hukuman pidana sudah semestinya ditegakan, tetapi partai politik dan DPRD juga harus bertindak tegas untuk mencopot jabatan Supriyati.
"Kasus ini harus menjadi catatan penting untuk diingat berkali-kali, bahwa pemimpin yang lahir dari kebohongan tidak akan pernah benar-benar mewakili rakyat," kata dia.
4. Pencalonan tidak sah sejak awal
.jpg)
Ihwal langkah pencalonan Supriyati, Rifandy menambahkan, sang legislator sejak awal sudah cacat secara hukum karena tidak memenuhi salah satu syarat utama sebagai calon anggota DPRD Lampung Selatan.
Sebab, setiap anggota DPRD dimintai syarat mencalonkan diri minimal berpendidikan paling rendah setingkat sekolah menengah atas atau sederajat. Alhasil, penggunaan ijazah palsu membuat syarat itu tidak terpenuhi, sehingga pencalonan menjadi tidak sah sejak awal.
"Jika fakta ini terungkap sebelum penetapan hasil Pemilu, seharusnya pencalonan dibatalkan. Tapi jika terbukti setelah dilantik, ini dapat menjadi dasar pemberhentian antar waktu (PAW) karena yang bersangkutan tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota DPRD," kata pria juga berprofesi sebagai advokat tersebut.