Balai Besar TNBBS: 4.517 KK Garap 7 Ribu Ha Kawasan Hutan Konservasi

- 4.517 kepala keluarga merambah kawasan hutan konservasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di Lampung Barat, dengan 1.190 pondokan dan luas lahan garapan lebih dari 7 ribu hektare.
- Masyarakat perambah menggunakan cara manual untuk membuka lahan dan menanam pohon kopi, menyebabkan kerusakan lingkungan hutan dan konflik dengan satwa liar seperti gajah dan harimau Sumatra.
- Pihak terkait akan menertibkan para perambah dengan pembongkaran pondokan, pemulihan ekosistem hutan yang rusak, serta mensosialisasikan dan mendata para perambah untuk mengurangi aktivitas perambahan.
Lampung Barat, IDN Times - Sebanyak 4.517 kepala keluarga (KK) tercatat menggarap atau merambah di dalam kawasan hutan konservasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Kabupaten Lampung Barat.
Berdasarkan data Balai Besar TNBBS diterima IDN Times, total 4.517 kepala keluarga penggarap hutan kawasan TNBBS ini tersebar di 13 desa pada dua kecamatan Lampung Barat yakni, Bandar Negeri Suoh (BNS) dan Suoh.
Ribuan masyarakat ini tercatat mendirikan bangunan berupa 1.190 pondokan dan menggarap lahan hutan kawasan TNBBS seluas 7 ribuan hektare.
"Para perambah ini berada di BNS dan Suoh wilayah TNBBS, total ada 1.190 pondokan dengan luas lahan garapan lebih dari 7 ribu hektare," ujar Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional (BPTN) Wilayah II pada TNBBS, San Andre Jatmiko dimintai keterangan, Minggu (27/4/2025).
1. Perambahan difungsikan tanaman kopi

Andre mengatakan, aktivitas masyarakat perambah kawasan hutan konservasi TNBBS ini telah berlangsung sejak bertahun-tahun lalu. Mereka berangsur-angsur berdatangan dan melakukan kegiatan penggarapan membuka lahan menggunakan cara manual.
Kegiatan perambahan lahan hutan ini mengakibatkan kerusakan lingkungan hutan, termasuk menebang paksa pohon-pohon besar di dalam wilayah konservasi.
"Garapan rata-rata mereka fungsikan menanam pohon kopi. Proses perambahan ini sudah berjalan lama, bukan hanya baru satu atau dua tahun ini biasanya mereka mengajak langsung datang menggarap lahan di TNBBS," ucapnya.
2. TNBBS terpantau 28 ekor harimau dan 43 ekor gajah sumatra

Para penggarap lahan merupakan masyarakat beragam dari Lampung Barat hingga luar kabupaten setempat. Dalam prosesnya, perambah juga membangun pondokan sebagai tempat hunian sementara hingga difungsikan menjadi hunian tetap.
"Kalau dari konflik-konflik yang terjadi, kebanyakan korban interaksi negatif ini justru bukan dari masyarakat asli Suoh atau BNS," kata Andre.
Korban berkonflik dengan satwa liar mayoritas para perambah mengalami interaksi negatif dengan gajah dan harimau sumatra. "Sampai hari ini satu taman nasional, data kami ada sekitar 28 ekor harimau yang terpantau kamera tral, sementara Gajah Sumatra hanya ada dua kelompok, 18 ekor dan 25 ekor," lanjut dia.
3. Pondokan perambah bakal diratakan

Sejalan dengan kebijakan gubernur Lampung bakal menertibkan para perambah, Andre menegaskan, pihaknya bakal berkoordinasi dan bersinergi dengan aparat hingga stakeholder terkait lainnya, mulai dari mensosialisasikan dan mendata para perambah.
"Langkah awal, kami meminta jangan ada pondokan di dalam kawasan. Jadi 1.190 pondok itu diharapkan bakal dibongkar semua," imbuhnya.
Pascameratakan pondokan, langkah selanjutnya akan dilakukan pemulihan ekosistem penghijauan hutan pada lahan-lahan yang dirusak para perambah. "Mudah-mudahan dengan begitu bisa makin berkurang aktivitas perambahan," sambung dia.