Angka Stunting Bandar Lampung di Bawah Nasional, Dinkes Gencar Edukasi

- Stunting bukan hanya masalah ekonomi, tapi juga pengetahuan gizi
- Intervensi gizi dilakukan melalui program pemberian makanan tambahan
- Penanganan stunting harus lintas sektor dan melibatkan dinas lain serta pemberdayaan ekonomi keluarga
Bandar Lampung, IDN Times – Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung mencatat sekitar 67 ribu bayi telah menjalani skrining sejak Januari hingga November 2025. Dari jumlah tersebut, 0,54 persen atau sekitar 256 bayi terindikasi stunting atau mengalami gizi buruk.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, Muhtadi Arsyad Temenggung, mengatakan prevalensi stunting di kota ini relatif lebih rendah dibandingkan data nasional. “Data jumlah yang kita miliki ini di bawah data nasional,” katanya, Rabu (3/12/2025).
Ia menegaskan penanganan stunting menjadi salah satu program prioritas Pemerintah Kota Bandar Lampung di bawah kepemimpinan Wali Kota, Eva Dwiana.
“Ini menjadi program prioritas wali kota agar dapat mengentaskan stunting, salah satunya memaksimalkan peran puskesmas,” ujarnya.
1. Bukan hanya faktor ekonomi

Menurut Muhtadi, kasus stunting tidak selalu berkorelasi langsung dengan kondisi ekonomi keluarga. Ada kasus di mana orang tua mampu secara finansial, tetapi kurang memahami pemenuhan gizi seimbang pada anak.
“Bisa saja keluarganya mampu, tapi anaknya stunting karena pengetahuan orang tua kurang. Secara ekonomi mampu beli makanan, namun secara gizi pada anak berkurang,” jelasnya.
Dinkes bersama puskesmas dan posyandu aktif memberikan edukasi kepada masyarakat, terutama keluarga yang memiliki balita.
“Melalui posyandu ini semua masyarakat yang mempunyai balita bisa terawasi,” tambahnya.
Namun Muhtadi menyayangkan masih adanya kelompok warga di kategori kurang mampu yang belum memanfaatkan posyandu secara optimal.
2. Intervensi gizi hingga pemberian makanan tambahan

Muhtadi membeberkan pemerintah juga menjalankan intervensi melalui program pemberian makanan tambahan (PMT) bagi bayi, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.
“Tujuannya salah satu mencegah gizi buruk. Program makanan tambahan ini dianggarkan pemerintah pusat. Puskesmas memberikan data, tetapi pengelolanya masyarakat langsung,” bebernya.
Muhtadi menegaskan PMT bersifat stimulan sehingga yang lebih penting adalah mencari akar penyebab stunting pada tiap kasus untuk ditangani secara menyeluruh.
3. Bukan hanya tugas Dinas Kesehatan

Muhtadi menekankan penanganan stunting harus lintas sektor, melibatkan dinas lain termasuk pemberdayaan ekonomi keluarga.
“Misal Dinas Kesehatan terkait status gizi dan kesehatannya. Dinas lain bisa membantu peningkatan perekonomian keluarga, misalnya melalui pinjaman modal usaha,” ujarnya.
Muhtadi optimistis program Makan Bergizi Gratis (MBG) juga dapat membantu menekan angka gizi buruk dan stunting, khususnya untuk balita di luar kelompok usia sekolah.
“Harapan saya program tersebut menyasar kepada balita yang masuk kategori gizi buruk. Yang di sekolah sudah jelas datanya, sedangkan untuk anak di bawah usia sekolah ini menjadi sasaran program 3B: bayi, balita, ibu menyusui,” tuturnya.


















