Akademisi Sebut OTT Ardito jadi ‘Kemoterapi’ Kepala Daerah Lampung

- APBD jadi bancakan
- Akar persoalan bukan sistem, tetapi moralitas dan integritas para pejabat.
- Kepala daerah dan DPRD menganggap APBD sebagai sesuatu yang bisa dibagi-bagi.
- Budaya korupsi dianggap hal lumrah dalam proses politik daerah.
- OTT kemoterapi untuk kanker korupsi
- Korupsi di Lampung sudah "akut", OTT merupakan tindakan yang tepat.
- Tindakan tegas seperti OTT penting untuk menunjukkan penegakan hukum tidak menoleransi bancakan anggaran.
- Pesan keras bahwa kepala daerah dan DPRD tidak boleh bermain
Bandar Lampung, IDN Times – Akademisi Universitas Lampung (Unila) menilai Operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi "Kemoterapi" untuk para pejabat di Lampung.
Lektor Ketua Fakultas Hukum Unila, Yusdianto mengatakan, rangkaian OTT ini merupakan tanda korupsi di daerah sudah masuk stadium akut hingga membutuhkan tindakan keras seperti kemoterapi.
Menurutnya, pola korupsi yang dilakukan kepala daerah di Lampung terus berulang tanpa ada efek jera.
“Kejadiannya sama, tempatnya sama, hanya pelakunya yang berbeda. Ini sudah seperti budaya. Seolah kalau tidak ikut bermain anggaran, tidak keren,” katanya saat dihubungi, Kamis (11/12/2025).
1. APBD jadi bancakan

Yusdianto menjelaskan, akar persoalan bukan semata soal sistem atau tata kelola, tetapi terletak pada hasrat, moralitas, dan integritas para pejabat.
Ia menyebut, kepala daerah, DPRD, hingga jajarannya masih menganggap APBD sebagai sesuatu yang bisa dibagi-bagi melalui bancakan anggaran.
“APBD dianggap milik bersama yang bisa dibagikan. Mereka membangun bargaining agar semua pihak senang. Ini pengkhianatan terhadap amanah rakyat,” ujarnya.
Yusdianto mengatakan, budaya tersebut semakin mengakar karena praktik korupsi dianggap hal lumrah dalam proses politik daerah.
“Ini bukan sekadar pelanggaran biasa. Ini persoalan sistemik. Mereka tidak pernah belajar dari kasus Mustafa dan kini Ardito. Semua berulang,” tegasnya.
2. OTT kemoterapi untuk kanker korupsi

Melihat korupsi di Lampung yang disebutnya sudah “akut”, Yusdianto menilai OTT merupakan tindakan yang tepat.
“OTT ini kemoterapi. Kalau kankernya akut, tentu butuh tindakan keras. Pelajaran sebelumnya tidak membuat mereka jera,” jelasnya.
Ia menila,i tindakan tegas seperti OTT penting untuk menunjukkan aparat penegak hukum tidak menoleransi bancakan anggaran.
“Ini harus menjadi pesan keras bahwa kepala daerah dan DPRD tidak boleh bermain-main dengan APBD,” tambahnya.
3. Pengawasan internal mandul

Yusdianto mengatakan, salah satu faktor korupsi terus terjadi adalah gagalnya sistem pengawasan internal. Lembaga yang seharusnya menjadi early warning system justru tidak berdaya menghadapi perilaku kepala daerah dan DPRD.
“Pengawas internal itu mandul. Bukannya mengingatkan, malah seperti melegitimasi. Padahal mereka harus menjadi lampu peringatan paling awal,” jelasnya.
Selain itu, ia menilai proses penyusunan APBD di Lampung Tengah dilakukan terburu-buru dan tidak mengikuti pedoman yang diatur dalam Permendagri.
Diketahui rangkaian pembahasan APBD Lampung Tengah 2026 hanya berjalan 13 hari, yakni dari 14-27 November 2025.
4. Dorong TPPU dan pemiskinan pelaku

Yusdianto menambahkan, hukuman penjara saja tidak cukup untuk memberikan efek jera. Ia mendorong penerapan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) agar para pelaku dapat dimiskinkan.
“Hukum sudah jelas, tapi perilakunya tetap berulang. Karena itu pelaku harus dimiskinkan. TPPU harus dijalankan supaya ada pelajaran bagi pejabat lain,” katanya.
Ia menegaskan, tanpa perubahan moral dan tata kelola, kasus serupa akan terus muncul. “Kalau tidak ada perubahan, korupsi akan jadi budaya. OTT seperti ini akan terus terjadi,” tuturnya.















