Melongok Bisnis Fesyen Ramah Lingkungan di Lampung Kais Pundi Rupiah

Teknik ecoprinting busana diminati pembeli di New York

Bandar Lampung, IDN Times - Perkembangan dunia fesyen saat ini mulai memperhatikan dampak bagi lingkungan. Tak hanya mengejar untung, salah satu  bisnis fashion yang mulai diterapkan saat ini adalah teknik ecoprinting. Itu merupakan pemotifan atau pewarnaan kain serat alami menggunakan daun-daunan atau bunga.

Anggreini Kumalasari adalah pebisnis ecoprinting di Bandar Lampung yang sudah memulai bisnis ramah lingkungan ini sejak tahun 2018. Tak hanya mengembangkan bisnis saja, Alumni Universitas Bandar Lampung tersebut juga membuka kelas privat dan mengadakan workshop untuk para UMKM di Lampung.

Yuk simak seperti apa perjalanan Anggreini mengembangkan bisnis fashion yang ramah lingkungan.

1. Awalnya masih menggunakan pewarna sintetis

Melongok Bisnis Fesyen Ramah Lingkungan di Lampung Kais Pundi RupiahIDN Times/Silviana

Sebelum mengenal ecoprint, Anggreini membuat pewarnaan kain namun masih menggunakan bahan sintetis. Secara ekonomi pewarnaan dengan sintetis memang menghasilkan uang lebih mudah dengan biaya produksi yang murah.

“Kalau pewarna sintetis itu kita beli di toko udah jadi. Kalau pewarna alam kita harus beli kayunya dulu, kita rebus dulu dan butuh waktu yang sangat lama,” ujar perempuan kelahiran Jawa Tengah tersebut.

Anggreini mulai memikirkan limbah yang mencemari lingkungan. Sehingga dia mulai berhenti dan mempelajari teknik ecoprinting hingga saat ini. Menurutnya terkait harga antara kain yang menggunakan teknik sintetis dan ecoprinting tak ada bedanya. Yang membedakan adalah pada teknik pembuatannya.

“Harganya sama aja, tapi kalau ecoprinting lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Tapi ya saya memikirnya limbah dan kelangsungan kedepannya,” paparnya.

2. Proses Pengukusan menjadi penentu kualitas warna

Melongok Bisnis Fesyen Ramah Lingkungan di Lampung Kais Pundi RupiahIDN Times/Silviana

Ecoprinting ini mememiliki beberapa metode pembuatan salah satunya yang paling mudah dan tidak perlu mengeluarkan tenaga esktra adalah hapazome. Teknik ini hanya mengngunakan pounding atau palu. “Jadi kita mengekstrak zat yang ada di dalam tumbuhan dengan cara ditumbuk, sehingga muncullah motif daun atau bunga tersebut,”ujarnya

Di Indonesia teknik hapazome ini hanya untuk daun, kalau menggunakan bunga tidak memungkinan kerena bunga warna ungu, merah, kuning ketika lama ditumbuk akan mengeluarkan warna hitam atau keabu-abuan. Sedangkan untuk daun warnanya tidak banyak berubah. Kemudian ada juga medium ecoprint yang  menggunakan dua buah kain, yang berfungsi untuk mentransfer warna. Pada proses ini kain yang sudah ditempel bunga atau daun, diikat lalu di gulung kemudian harus di kukus terlebih dahulu selama kurang lebih dua jam, supaya warnanya lebih menyatu dan tidak mudah pudar.

“Proses pengukusan ini harus benar-benar di jaga supaya menghasilkan warna yang baik. Terus pada saat mau dikukus mengikat kainnya harus benar-benar kencang. Menggulungnya juga harus rapi. Karena kalau pada proses penggulungan dan pengikatan nggak rapi dan kencang warnanya nggak maksimal atau gagal,”jelasnya.

Baca Juga: Cerita Millennial Lampung Ajak Warga Pesisir Tak BABS di Laut

3. Musim semi corak paling diburu konsumen

Melongok Bisnis Fesyen Ramah Lingkungan di Lampung Kais Pundi RupiahIDN Times/Silviana

Dari beberapa teknik ecoprint, botanical spring menjadi teknik paling tinggi saat ini karena hasilnya lebih menonjolkan kepada bentuk-bentuk dedaunan, bentuk bunga, dan cetakannya lebih bold.

Corak yang dihasilkan pada teknik ini memang terlihat seperti musim semi karena menggunakan rumput, dedaunan liar, dan bunga-bunga. Teknik pembuatan kain direndam dalam zat besi.

"Kalau mau menghasilkan warna gelap celupkan satu jam. Kalau tidak gelap ya dicelupkan saja, kemudian dikukus dua jam, lalu dibuka dan di oksidasi selama 7 hari di ruang tertutup dengan regulasi udara bagus, setelah itu dicuci, dan yang terakhir disetrika lalu siap dipasarkan,” jelasnya.

4. Penjualan sudah tembus luar negeri

Melongok Bisnis Fesyen Ramah Lingkungan di Lampung Kais Pundi RupiahTeknik pembuatan hapazome, hanya dikeringkan tanpa proses pengukusan (IDN Times/Silviana)

Saat ini hasil produksi sudah beragam, mulai dari lembaran kain, baju berbagai model sekaligus bawahan, jaket, kemeja, kaus, tas, dompet, dan yang paling best seller adalah  jilbab. “Kita produksi sesuai pesanan. Untuk harga mulai dari Rp100 ribu sampai Rp800 ribu atau bisa lebih bergantung pada ukuran dan jenis kainnya,”ujarnya.

Selama ini Anggreini memasarkan hasil produksinya melalui media sosial Instagram yaitu @kahut_sigerbori dan melalui WhatsApp. Tak hanya masyarakat Lampung saja, produknya sudah sampai ke negeri jiran, Afrika Selatan dan New York. Dari sisi omzet, kisaran Rp5 juta sampai Rp7 juta per bulan

5. Kembangkan bisnis lewat kelas privat dan workshop

Melongok Bisnis Fesyen Ramah Lingkungan di Lampung Kais Pundi RupiahInstagram kahut_sigerbori

Anggreini tak hanya mengandalkan hasil penjualan kain saja. Dia juga membuka kelas privat dan workshop kepada UMKM yang ingin belajar teknik ecoprinting serta menjual bahan baku atau bahan-bahan untuk membuat ecoprinting.

“Kalau pelatihan privat itu semua bahan dari sini biayanya Rp350 ribu. Tapi kalau kelas besar Rp300 ribu per orang minimal per kelas 10 orang untuk sekitar Bandar Lampung. Saya juga sering mengisi pelatihan UMKM itu hanya Rp200 ribu per orang,” jelasnya.

Baca Juga: Cerita Emak-emak Pesisir Kelola Sampah Jadi Ecobrick dan Ekonomis

Follow media sosial Facebook, Instagram, Twitter IDN Times Lampung untuk  informasi berita terkini

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya