Setahun Prabowo, Walhi Lampung: Demokrasi Melemah, Lingkungan Memburuk

- Kritik revisi UU minerba melemahnya pengawasan di daerah
- Militerisasi dan konflik agraria di Lampung
- Dorong pemerintah perkuat penegakan hukum
Bandar Lampung, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung menilai satu tahun kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka masih diwarnai melemahnya demokrasi dan memburuknya tata kelola lingkungan hidup.
Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri mengatakan, refleksi satu tahun pemerintahan ini memperlihatkan penyempitan ruang demokrasi. Itu ditandai maraknya aksi protes dan kriminalisasi terhadap aktivis di sejumlah daerah.
“Setelah setahun pemerintahan berjalan, banyak protes muncul dari kelompok masyarakat sipil dan mahasiswa. Di Lampung, aksi serentak pada 1 September lalu berlangsung damai, tapi di wilayah lain banyak aktivis prodemokrasi dikriminalisasi,” ujarnya dikonfirmasi, Selasa (21/10/2025).
1. Kritik revisi UU minerba, melemahnya pengawasan di daerah

Irfan melanjutkan, revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) telah terjadi berpotensi memperburuk tata kelola sumber daya alam. Menurutnya, pengalihan kewenangan pertambangan ke pemerintah pusat membuat pengawasan di daerah semakin lemah.
“Kewenangan tambang di tangan provinsi saja masih banyak praktik ilegal di Lampung. Apalagi kalau semua diambil alih pusat, daerah kehilangan kendali dan masyarakat rentan terdampak,” tegasnya.
Pemberian izin usaha pertambangan (IUP) di wilayah pesisir dan pulau kecil, serta potensi pemberian izin penambangan kepada ormas keagamaan harus diwaspadai karena berisiko merusak ekosistem. "Ini jelas bisa mempersempit ruang hidup masyarakat," lanjut dia.
2. Militerisasi dan konflik agraria di Lampung

Dalam refleksinya tersebut, Walhi Lampung juga menyoroti peningkatan peran militer dalam penyelesaian konflik agraria dan pengamanan proyek-proyek strategis. Pola itu disebut memperburuk konflik di lapangan dan menimbulkan rasa takut di masyarakat.
“Kita lihat di Lampung Tengah, konflik agraria di Anak Tuha belum selesai. Di Lampung Timur, mafia tanah juga masih berkeliaran. Militer justru dilibatkan dalam Satgas penertiban kawasan hutan yang sering menyasar lahan kelolaan masyarakat,” jelasnya.
Selain itu, ia juga menyentil keterlibatan aparat dalam penggarapan proyek food estate dan ketahanan pangan belum transparansi di Provinsi Lampung. “Jangan sampai program food estate ini malah menyeragamkan pola tanam dan memaksa masyarakat di kawasan hutan mengubah sistem pangan lokalnya,” tambah dia.
3. Dorong pemerintah perkuat penegakan hukum

Irfan menyebutkan, Walhi Lampung meminta sekaligus mendesak pemerintah pusat dan daerah kompak memperkuat penegakan hukum lingkungan, termasuk menindak tegas korupsi sumber daya alam.
Menurutnya, tanpa keberanian menegakkan hukum dan membuka ruang partisipasi publik, agenda pelestarian lingkungan hidup keberlanjutan hanya akan menjadi slogan semata.
“Kasus korupsi pemanfaatan kawasan hutan oleh anak usaha PT Tunas Baru Lampung harus jadi pintu masuk. Penegakan hukum jangan berhenti di satu kasus, tapi diperluas ke semua anak usaha dan wilayah konsesinya,” tegas Irfan.