Kolonisasi Pertama di Lampung, Pola Pembangunan Sama dengan Jawa

Bandar Lampung, IDN Times - Pada abad 20 tahun 1900-an, Karesidenan Lampung menjadi tujuan awal kolonisasi oleh pemerintah Hindia Belanda. Sebab jaraknya tidak begitu jauh dari Pulau Jawa dan masih jarang penduduk di daerah tersebut.
Di tahun itu perbandingan antara penduduk Jawa dan Lampung sangat jauh, antara 100:1. Jumlah penduduk Lampung sekitar 2-3 jiwa per km sedangkan pulau Jawa 231 jiwa per km.
Bisa dibayangkan kepadatan pulau Jawa dimasa itu. Penduduk tidak mendapatkan lahan dan pangan yang cukup. Sehingga hal ini memicu terjadinya kejahatan dan kericuhan di masing-masing desa.
Untuk itulah dengan adanya kebijakan dari pemerintah Belanda melalui politik balas budi. Itu sebagai upaya dari jawaban atas kritik dari beberapa tokoh sosial di negeri Belanda menjadikan pemindahan penduduk atau kolonisasi sebagai suatu penyebaran penduduk ke wilayah yang masih kosong atau jarang penduduknya.
Nah berikut IDN Times rangkum daerah di Lampung menjadi kolonisasi pertama berdasarkan data sejarah perpustakaan dan kearsipan Kabupaten Pesawaran.
1. Pemerintah Hindia Belanda minta izin ke pemangku adat

Desa Bagelen, Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran menjadi daerah pertama dipilih pemerintahan Hindia Belanda tahun 1905-1930. Proses pemindahan penduduk ini mulai dari perekrutan, pengangkutan, penempatan serta perkembangan sosial.
Pemerintah Hindia Belanda menyiapkan lahan untuk kolonisasi di Gedong Tataan, Lampung. Proses persiapan lahan diawali dengan permintaan izin kepada pemangku adat Lampung di Padang Ratu Kedondong untuk menggunakan lahan di Gedong Tataan.
Hal itu dilakukan karena masyarakat lokal lekat dengan tanah ulayat atau adat. Sementara, luasan tanah ulayat tidak pernah memiliki ukuran yang jelas.
Untuk menghindari perselisihan lahan ke depannya, pemerintah Hindia Belanda meminta izin terlebih dahulu ke pemangku adat.
Setelah mendapat izin, pemerintah kemudian membuat batas lahan untuk kolonisasi. Hal itu dilakukan dengan membuat pagar di sekeliling lahan lalu mulai melakukan pembukaan lahan yang ketika itu masih berupa hutan.
2. Pembangunan daerah disamakan dengan Jawa

Desa inti pertama dibangun di Desa Bagelen-Gedong Tataan pada tahun 1905. Pembangunan desa ini ditangani langsung oleh H.G Heyting.
Segala sesuatunya di desa ini diatur seperti di Jawa, termasuk struktur pemerintahnya, dengan kamituo, lurah dan asisten wedana. Bahkan nama tempat tinggal yang baru ini pun tetap dinamakan dengan nama asal daerah para koloni.
Misalnya Desa Bagelen Gedong Tataan ini adalah nama desa di Kedoe dimana mereka tinggal sebelumnya.
Penamaan tempat tinggal serta sistem atau struktur pemerintahan yang sama ditempat ini oleh Heyting agar secara psikologis para kolonis ini tetap merasa nyaman dan betah ditempat yang baru.
3. Kolonisasi di Gedong Tataan dianggap berhasil di Jawa

Meski sangat berlainan dengan struktur pemerintahan masyarakat setempat yang merupakan masyarakat adat,sistem pertaniannya pun berbeda.
Sehingga daerah kolonisasi itu merupakan enclave sosial dan politik. Di samping itu pemerintah mendirikan rumah atau tempat tinggal untuk para pendatang yang mengikuti program kolonisasi. Rumah tersebut terbuat dari bambu beratap rumbia dan lantai tanah yang diperkeras agar mereka nyaman tinggal di lokasi yang baru.
Kemudian Gedong Tataan mendapat nama baik di Jawa, keberhasilan di tempat ini dapat dibuktikan dengan adanya 278 keluarga yang dipindahkan dari Kedu atas kemauan sendiri.
Sebagian mereka yang sudah mapan bahkan dapat membantu finansial keluarganya dan dapat membiayai perjalanannya sendiri.
4. Makna bumi ruwa jurai

Dengan kehadiran para pendatang inilah di Lampung dikenal istilah Sang Bumi Ruwa Jurai. Itu menunjukkan suatu sikap bahwa golongan penduduk asli dan kaum pendatang mempunyai suatu tempat dan tugas sama dalam membina wilayahnya untuk kemajuan negara dan bangsa.
Sang Bumi Ruwa Jurai merupakan kalimat yang tertulis dalam lambang daerah Lampung, Kalimat tersebut memberikan arti bahwa bumi Lampung dihuni oleh penduduk asli dan pendatang yang diharapkan dapat hidup bersama dalam kerukunan.
5. Kolonisasi dihentikan masalah biaya

Namun pemindahan penduduk dari Jawa ke Desa Bagelen Gedong Tataan yang disebut kolonisasi membutuhkan banyak biaya. Hal ini membuat pemerintah berpikir kembali untuk pembiayaan kolonisasi di masa itu.
Sehingga untuk kelanjutan program kolonisasi ini, pemerintah bekerja sama dengan sebuah bank perkreditan untuk membiayai kebutuhan para kolonis. Caranya menyicil selama 10 tahun.
Setelah dihitung, biaya untuk per kepala keluarga dengan jumlah empat orang menurut perhitungan van der Zwaal 600 guldens.
Percobaan diperpanjang sampai 1927. Dalam periode 1911-1927 ini bank diikutsertakan untuk memberi kredit usaha sebanyak 200 guldens. Khusus untuk keperluan ini didirikanlah De Volkskrediet Bank voor de Lampongsche Districhten.
Dalam periode 1911-1927 De Volkskrediet Bank voor de Lampongsche Districten menderita banyak kerugian. Terutama karena salah urus, sehingga bank ini dinyatakan bangkrut dan dilikuidasi.
Kredit jangka panjang dengan periode tenggang 3 tahun dan harus dilunasi dalam 10 tahun dengan bunga 9 persen setahun. Sehingga dengan keadaan ini kolonisasi di Gedong Tataan mulai dihentikan.