"Berlebihan!" LBH Bandar Lampung Kritik Sekdaprov Larang Bendera One Piece

- Respons Sekdaprov Lampung dianggap berlebihan
- Mempertontonkan watak otoritarian kekuasaan dan tidak sesuai dengan konteks negara demokrasi
- Tindakan pengibaran bendera One Piece bukan pelanggaran hukum, imbau pemerintah tak alergi kritik
Bandar Lampung, IDN Times - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung mengecam sekaligus menyayangkan pernyataan Sekdaprov Lampung, Marindo Kurniawan menyikapi pengibaran bendera bajak laut dari anime One Piece menjelang momen perayaan HUT ke-80 RI.
Direktur LBH Bandar Lampung, Sumaindra Jarwadi mengatakan, respons dan sikap Sekdaprov dalam hal ini sebagai representasi pemerintah daerah melarang warga mengibarkan bendera fiksi serial anime One Piece tersebut cenderung berlebihan.
"Ini berlebihan sekaligus cerminan pejabat Provinsi Lampung yang gagap dalam merespons kritik dan tidak memahami ekspresi warga terhadap keresahan akan situasi sosial masyarakat yang semakin memprihatinkan belakangan ini," ujarnya dimintai keterangan, Rabu (6/8/2025).
1. Mempertontonkan watak otoritarian kekuasaan

Sumaindra melanjutkan, pernyataan pejabat publik Provinsi Lampung tersebut kian memperlihatkan watak otoritarian dari kekuasaan yang cenderung menganggap ekspresi kritik warga sebagai ancaman. Menurutnya, respons pejabat tersebut menjadi berbahaya karena berpotensi membatasi kebebasan berekspresi warga negara, khususnya di Provinsi Lampung.
"Respons Sekda Provinsi ini justru memvalidasi keresahan warga melalui makna bendera 'Jolly Roger' pada serial One Piece, dalam cerita digambarkan sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan, tirani, dan kekuasaan yang korup dan menindas serta persahabatan," tegasnya.
2. Konteks negara demokrasi

Sejatinya pejabat Provinsi Lampung belajar dari Presiden keempat Abdurrahman Wahid dikenal Gus Dur yang bersikap santai dan tidak reaksioner terhadap pengibaran bendera bintang kejora.
"Gus Dur tidak pernah melarang pengibaran bendera Bintang Kejora oleh masyarakat Papua, bahkan Gus Dur mengakui bendera Bintang Kejora sabagai salah satu identitas kultural warga Papua," ucap Sumaindra.
Terlebih dalam konteks negara demokrasi, diingatkan, eskpresi warga dalam menyampaikan pendapat atau kritik melalui media apapun seharusnya dijamin, bukan direspons dengan nada negatif atau malah diancam dengan delik pidana.
"Harusnya Pemprov Lampung melalui sekretaris daerah tidak perlu menanggapi itu terlalu berlebihan dikarenakan menyampaikan pendapat, ekspresi, dan kritik dijamin konstitusi sebagaimana amanat Pasal 28E Ayat 3 UUD 1945 ditegaskan 'setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat'," imbuh dia.
3. Bukan pelanggaran hukum

Bertolak belakang dengan respons Pemprov Lampung tersebut, Sumaindra menambahkan, LBH Bandar Lampung menegaskan tindakan itu tidak melanggar hukum selama tidak merendahkan atau menggantikan posisi bendera Merah Putih sebagai simbol negara.
Pandangan itu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan hanya mengatur larangan penghinaan terhadap bendera merah putih.
"Selama tindakan tersebut tidak dimaksudkan untuk mengganti, merendahkan, atau menghina bendera merah putih, maka tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum," tegasnya.
4. Imbau pemerintah dan aparat tak alergi kritik

Sumaindra turut mengimbau pemerintah dan aparat negara untuk tidak merespons ekspresi semacam ini dengan pendekatan represif. Namun sebaliknya, mendorong keberadaan ruang dialog terbuka untuk memahami aspirasi masyarakat.
"Upaya menutup ruang kritik dan berekspresi warga hanya akan memperdalam jurang ketidakpercayaan antara negara dan masyarakatnya," seru Sumaindra.