Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Suku Lampung, Adat dan Budaya Kaya Tradisi Sakral

Menara Siger BHC Lampung. (Instagram/Bakauheni Harbour City)
Intinya sih...
  • Suku Lampung terbagi menjadi dua kelompok adat besar, yaitu Pepadun dan Sai Batin, yang memiliki perbedaan dalam struktur sosial, bahasa, dan tradisi.
  • Bahasa Lampung memiliki dialek "O" untuk masyarakat Pepadun dan dialek "A" untuk masyarakat Sai Batin, dengan perbedaan dalam pengucapan dan fungsi sosialnya.
  • Tradisi upacara adat, seni kerajinan tangan, musik, dan tari tradisional Lampung mencerminkan kekayaan budaya suku ini serta peran pentingnya dalam pembangunan nasional.

Bandar Lampung, IDN Times - Lampung menjadi salah satu suku penting dari mosaik budaya Indonesia. Suku Lampung memiliki warisan budaya kaya dan unik.

Mulai dari bahasa Lampung dengan aksara khasnya, kain Tapis memukau dengan motif-motif bernilai filosofi, hingga tradisi Nengah Nyappur merepresentasikan keramahan dan keterbukaan masyarakatnya. Suku ini menyimpan kearifan lokal patut untuk dikenal lebih dekat.

Berikut IDN Times akan memberikan informasi tentang suku Lampung. Mari menyelami lebih dalam keindahan budaya suku Lampung, memahami akar tradisinya dan mengapresiasi kontribusinya dalam memperkaya identitas bangsa.

1. Terbagi menjadi dua kelompok suku Sai Batin dan Pepadun

Adat Pepadun dan Sai Batin Lampung (Instagram/aidatapis)

Suku Lampung, salah satu suku asli di Provinsi Lampung, Sumatra, memiliki sejarah panjang sebagai bagian integral dari kehidupan maritim Nusantara. Berkat posisi strategisnya di Selat Sunda, masyarakat Lampung telah lama menjadi bagian dari jalur perdagangan penting, menjalin interaksi budaya dengan berbagai komunitas di Asia Tenggara.

Dalam perkembangannya, suku ini terbagi ke dalam dua kelompok adat besar, yakni Pepadun dan Sai Batin, masing-masing mencerminkan kekayaan budaya, filosofi, dan struktur sosial masyarakatnya.

Kelompok Pepadun dikenal sebagai masyarakat pedalaman penghuni wilayah seperti Lampung Tengah, Utara, dan beberapa daerah lain di tengah provinsi. Dalam kehidupan sosialnya, suku Pepadun lebih egaliter, status sosial seseorang tidak hanya bergantung pada garis keturunan, tetapi juga dapat diperoleh melalui upacara adat Cakak Pepadun.

Dalam prosesi ini, seseorang dapat memperoleh gelar terhormat seperti Suttan atau Dalom, melambangkan kedudukan dalam komunitas. Nama "Pepadun" berasal dari pepadon, yaitu singgasana kayu adat digunakan dalam upacara ini.

Bahasa mereka gunakan adalah dialek Lampung "O," dengan pelafalan khas melambangkan identitas mereka. Filosofi hidup masyarakat Pepadun mencakup nilai-nilai seperti Nemuy Nyimah (keramahan) dan Nengah Nyappur (bersosialisasi) memperkuat ikatan sosial

Sebaliknya, kelompok Sai Batin memiliki tradisi lebih aristokratis dan umumnya mendiami wilayah pesisir seperti Lampung Timur, Selatan, dan Barat. Struktur sosialnya bersifat hierarkis. Pemimpin adat atau Punyimbang hanya diwariskan melalui garis keturunan.

Nama "Sai Batin" berarti "satu batin" atau "satu junjungan" menggambarkan kekompakan mereka dalam kepemimpinan. Kekhasan kelompok ini tercermin dalam simbol siger mereka, mahkota tradisional dengan tujuh lekukan melambangkan tujuh tingkat hierarki sosial. Kelompok Sai Batin juga dikenal menjaga erat tradisi dan adat istiadat, mencerminkan kehidupan masyarakat pesisir lebih terikat pada sistem keluarga

Meski memiliki perbedaan mendasar dalam struktur sosial dan budaya, Pepadun dan Sai Batin berbagi nilai-nilai dasar sama, seperti Piil Pesenggiri (harga diri), Juluk-Adok (pentingnya nama baik), dan semangat gotong royong. Keduanya merepresentasikan keberagaman kaya dari masyarakat Lampung, sekaligus menjadi pilar penting dalam menjaga warisan budaya daerah ini. Menghadapi tantangan modernisasi, masyarakat Lampung terus berupaya melestarikan tradisi mereka sebagai identitas tidak lekang oleh waktu

2. Kekayaan budaya terlihat dari 2 ragam bahasa dan aksara dimiliki Suku Lampung

Aksara Lampung (Instagram/genpi_lampung)

Bahasa Lampung, sebagai bagian dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, digunakan dalam berbagai konteks budaya, termasuk adat, sastra lisan dan komunikasi sehari-hari. Sastra lisan seperti pantun, gurindam, dan cerita rakyat memegang peranan penting dalam melestarikan nilai-nilai adat.

Selain itu, bahasa Lampung juga diatur dalam aksara khusus, yaitu Aksara Lampung atau Kaganga, digunakan untuk menuliskan tradisi dan dokumen adat. Pelestarian bahasa dan sastra Lampung menjadi tantangan tersendiri di tengah pengaruh modernisasi saat ini.

Bahasa dan sastra Lampung mencerminkan identitas budaya nan kaya di wilayah tersebut, terbagi menjadi dua dialek utama yakni dialek "A" atau Api digunakan oleh masyarakat Sai Batin, dan dialek "O" atau Nyo digunakan oleh masyarakat Pepadun. Dialek ini menjadi salah satu pembeda utama antara kedua kelompok adat tersebut.

Perbedaan ini terlihat dalam cara pengucapan dan intonasi khas. Dialek O memiliki pelafalan cenderung mengayun, sementara dialek A lebih sederhana dan datar. Contohnya, kata “Apa” dalam dialek A menjadi “Api” sedangkan dalam dialek O dilafalkan sebagai “Nyo”.

Perbedaan bahasa antara Pepadun dan Sai Batin tidak hanya dalam dialek tetapi juga dalam fungsi sosialnya. Pada komunitas Pepadun, bahasa digunakan untuk upacara adat lebih egaliter, seperti pemberian gelar melalui prosesi Cakak Pepadun, sedangkan pada komunitas Sai Batin, bahasa digunakan dalam konteks lebih aristokratis sesuai dengan hierarki kepaksian.

Bahasa Lampung, dengan segala variasinya, mencerminkan keberagaman budaya berakar pada tradisi panjang masyarakat Lampung, sekaligus menjadi sarana penting dalam menjaga identitas dan keberlanjutan adat di tengah perubahan zaman saat ini.

3. Memiliki banyak upacara dan festival tradisional

Budaya Nanjakh Masyarakat Lampung (Instagram/budayalampung)

Suku Lampung kaya akan tradisi upacara dan festival mencerminkan nilai-nilai budaya, spiritual, dan sosial masyarakatnya. Tradisi ini menjadi simbol hubungan harmonis dengan alam, leluhur, dan komunitas sekitar.

Beberapa upacara besar terkenal meliputi Begawi, Nyambai, Sekura, dan Nujuh Bulanan, masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Begawi, misalnya, adalah upacara adat besar sering dikaitkan dengan pengangkatan gelar adat dan pernikahan.

Dalam tradisi ini, prosesi seperti penjemputan pengantin, tarian adat Sembah dan pidato adat dilakukan dalam suasana sangat sakral. Upacara ini menjadi momen penting untuk memperkuat kebersamaan keluarga besar.

Nyambai, di sisi lain, adalah tradisi pertemuan antara pemuda dan pemudi dari berbagai kampung, diiringi musik tradisional seperti Gambus dan Talo Balak. Acara ini bukan hanya hiburan, tetapi juga menjadi media sosial tradisional untuk membangun hubungan baru.

Lalu ada Sekura, festival unik dan meriah, terutama dilakukan oleh masyarakat Lampung Barat. Dalam acara ini, peserta mengenakan kostum atau topeng mencerminkan keceriaan dan kreativitas.

Sekura terbagi menjadi dua jenis: Sekura Kamak, menampilkan topeng lucu atau menakutkan, dan Sekura Betik dengan pakaian rapi dan lebih formal. Upacara ini sering diselenggarakan saat Idul Fitri sebagai ajang mempererat hubungan sosial dan menjaga tradisi lokal.

Adat Pepadun dan Sai Batin memiliki pendekatan berbeda terhadap pelaksanaan upacara ini. Pepadun, dengan sifat egaliternya, memungkinkan seseorang menaikkan status sosial melalui upacara seperti Cakak Pepadun, seseorang memperoleh gelar adat melalui prosesi resmi.

Sebaliknya, dalam adat Sai Batin, gelar dan status sosial diwariskan secara turun-temurun, dengan upacara lebih eksklusif dan menonjolkan nilai kebangsawanan. Tradisi seperti Nujuh Bulanan, yang dilakukan saat kehamilan tujuh bulan, dan upacara adat pemakaman seperti Tiwah, semakin memperlihatkan bagaimana masyarakat Lampung menghargai siklus kehidupan dengan ritual penuh makna.

Semua tradisi ini bukan hanya mempertahankan nilai budaya, tetapi juga menjadi bukti identitas masyarakat Lampung terus lestari di tengah modernisasi.

4. Memiliki mata pencaharian beragam dan didasarkan pada letak geografis daerah

Ilustrasi nelayan (pexels.com/Quang Nguyen Vinh)

Ekonomi dan mata pencaharian masyarakat suku Lampung sangat dipengaruhi karakteristik wilayahnya sebagian besar berupa lahan subur. Mayoritas penduduk Lampung bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber utama penghidupan.

Kegiatan utama mereka mencakup penanaman tanaman pangan seperti padi, jagung, dan ubi kayu, serta tanaman perkebunan seperti kopi, lada, dan karet. Selain itu, peternakan, perikanan, dan kehutanan juga memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian lokal.

Pada komunitas Pepadun dan Sai Batin, meskipun pola mata pencaharian mereka berakar pada pertanian, terdapat beberapa perbedaan tradisional. Masyarakat Sai Batin, tinggal di daerah pesisir, sering terlibat dalam kegiatan maritim seperti menangkap ikan, perdagangan hasil laut, dan transportasi.

Sementara itu, komunitas Pepadun, umumnya berada di pedalaman, lebih fokus pada bercocok tanam, khususnya komoditas seperti kopi robusta dan kakao menjadi andalan ekspor Lampung.

Selain agraria, beberapa masyarakat Lampung juga mengadopsi pekerjaan modern di sektor jasa, perdagangan, dan industri kecil. Misalnya, produksi kerajinan tradisional seperti tapis Lampung tidak hanya menjadi simbol budaya tetapi juga sumber pendapatan tambahan penting, terutama bagi perempuan di komunitas tersebut.

Meskipun sektor pertanian mendominasi, tantangan seperti fluktuasi harga komoditas, akses pasar, dan teknologi modern masih memengaruhi kesejahteraan masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir, upaya peningkatan ekonomi masyarakat Lampung diarahkan pada diversifikasi mata pencaharian, penguatan koperasi petani, serta promosi produk lokal ke pasar nasional dan internasional. Hal ini diharapkan mampu mengangkat tingkat kesejahteraan mereka secara berkelanjutan.

5. Ragam kerajinan tangan bukti kreatifnya masyarakat Suku Lampung

Kain Tapis Kerajinan Khas Lampung (Instagram/rizal_heritage)

Seni dan kerajinan tangan Lampung memiliki ragam kaya dan berakar kuat pada budaya tradisional masyarakatnya. Salah satu produk sangat terkenal adalah Tapis Lampung, kain tenun tradisional terbuat dari benang emas dan dihiasi dengan motif kaya akan simbolisme dan makna.

Motif-motif pada tapis tidak hanya memiliki nilai estetika, tetapi juga menyampaikan pesan budaya, seperti motif tajuk ayun menggambarkan dinamika kehidupan. Proses pembuatan tapis membutuhkan keterampilan tinggi dan kesabaran, dan sudah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Lampung, terutama di desa-desa penenun seperti Negeri Katon. 

Selain tapis, Lampung juga terkenal dengan anyaman bambu dan resam, digunakan untuk membuat berbagai produk seperti gantungan kunci, tempat tisu, dan aksesoris lainnya. Anyaman ini terbuat dari bambu atau paku-pakuan yang banyak tumbuh di sekitar pemukiman warga. Bambu dan resam bukan hanya bahan alami dan mudah didapat, tetapi juga menjadi simbol keterampilan tangan telah diwariskan turun-temurun.

Selain itu, kerajinan seperti bukhambak (kipas dari bambu apus) dan kebung tikhai (kain penutup dinding dengan warna khas untuk acara adat) turut melengkapi tradisi seni kerajinan di Lampung. Keberagaman produk kerajinan ini menunjukkan betapa masyarakat Lampung memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya untuk menciptakan barang-barang tak hanya berguna tetapi juga sarat dengan nilai budaya.

Kerajinan Lampung menjadi simbol dari kreativitas tak hanya bertahan tetapi berkembang seiring waktu. Masyarakat setempat terus menghidupkan seni kerajinan ini melalui pelatihan dan workshop, dengan harapan tidak hanya mempertahankan budaya lokal tetapi juga memperkenalkan produk mereka ke pasar internasional.

6. Pepadun terpengaruh musik Barat, sedangkan Sai Batin dipengaruhi musik khas Timur Tengah

Cetik Alat Musik Khas Lampung (Instagram/febriansyahdj)

Suku Lampung memiliki kekayaan budaya sangat kental, termasuk dalam hal musik dan tari tradisional. Musik Lampung sangat dipengaruhi oleh berbagai elemen, dari Barat maupun Timur.

Untuk masyarakat beradat Pepadun, seni musik cenderung dipengaruhi oleh lagu-lagu Barat dengan dominasi nada minor. Sementara itu, seni musik bagi masyarakat beradat Sai Batin lebih banyak dipengaruhi oleh musik-musik Timur Tengah dan India, terutama dalam bentuk lagu-lagu bernafaskan Islam.

Dalam seni tari, Lampung juga memiliki beragam gerakan mencerminkan nilai-nilai budaya tersebut. Tari Sigeh Pengunten, misalnya, adalah tari kreasi baru menggabungkan elemen dari tarian tradisional Pepadun dan Sai Batin.

Tarian ini digunakan untuk menyambut tamu penting dengan ekspresi kegembiraan diekspresikan melalui gerakan luwes, ramah, dan penuh kehangatan. Penari sering mengenakan aksesori khas seperti Siger (mahkota) dan tanggai, menambah kemegahan dari acara tersebut.

Perbedaan mencolok antara upacara adat di kedua kelompok ini terlihat dalam gaya tari dan irama musik. Tarian masyarakat Pepadun, seperti Tari Cangget, cenderung lebih dinamis dan ekspresif dengan gerakan bebas, bahkan terinspirasi oleh gerakan pencak silat.

Sementara itu, tarian dari komunitas Sai Batin lebih formal dan terstruktur dengan nuansa lebih tenang dan khidmat, mencerminkan kedalaman spiritual dan adat lebih kental dalam kehidupan sehari-hari mereka. Beragamnya pengaruh dan kekhasan antara Pepadun dan Sai Batin, seni tari dan musik tradisional Lampung menjadi cerminan hidup dari sejarah dan kehidupan masyarakatnya.

7. Peranan masyarakat Suku Lampung pada pembangunan nasional

(Instagram/adat_lampung)

Suku Lampung memiliki peran penting dalam pembangunan nasional, dalam aspek sosial budaya maupun ekonomi. Dalam sejarahnya, suku Lampung telah beradaptasi dengan berbagai dinamika pembangunan, termasuk dalam menerima transmigrasi diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda dan kemudian diperluas pada masa Indonesia merdeka.

Meskipun sempat terjadi ketegangan sosial akibat kebijakan transmigrasi merubah tatanan masyarakat setempat, suku Lampung secara keseluruhan tetap memiliki kontribusi besar dalam menjaga keharmonisan dalam keragaman sosial Indonesia.

Suku Lampung juga berperan aktif dalam sektor ekonomi, terutama di bidang pertanian dan perkebunan. Lampung dikenal sebagai penghasil komoditas unggulan seperti kopi robusta, lada hitam, kakao, kelapa sawit, dan tebu, berkontribusi signifikan terhadap ketahanan pangan nasional dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Provinsi Lampung juga menjadi salah satu produsen utama padi dan jagung, mendukung kebutuhan pangan dalam negeri.

Selain itu, Lampung telah menunjukkan tren positif dalam pertumbuhan ekonominya, dengan sektor-sektor unggulannya mendukung perekonomian nasional. Keberagaman komoditas dihasilkan dari sektor pertanian dan perkebunan Lampung memberikan sumbangan besar dalam ekspor Indonesia.

Secara keseluruhan, peran Suku Lampung dalam pembangunan nasional dapat dilihat dari kontribusinya dalam bidang ekonomi, pengelolaan sumber daya alam, serta keberhasilan dalam menjalin kerjasama dengan masyarakat dari berbagai latar belakang etnis dan budaya yang ada. Suku Lampung memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan zaman, menjaga adat istiadatnya, dan turut memperkaya kebudayaan nasional.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Silviana
Martin Tobing
Silviana
EditorSilviana
Follow Us