Riset Mahasiswa Unila: Budaya Pop Asia jadi Solusi Mental Health Gen Z

Budaya pop Jepang dan Korsel menimbulkan dorongan positif

Intinya Sih...

  • Budaya pop Jepang dan Korea Selatan menimbulkan dorongan positif bagi mahasiswa di Kota Bandar Lampung
  • Tim peneliti FKIP Unila menemukan bahwa 67% mahasiswa merasakan efektivitas positif terhadap kesehatan mental mereka
  • Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi, pengaruh budaya pop, serta faktor pendorong kesukaan terhadap budaya Asia Timur

Bandar Lampung, IDN Times - Budaya pop Jepang (Weeaboo) dan Korea Selatan (Hallyu) memang menjadi fenomena sosial yang menarik di kalangan anak muda terutama mahasiswa. Adanya perasaan jenuh, bosan dan lelah dialami para mahasiswa membuat mereka mencari hiburan untuk memperbaiki suasana hati dan pikiran, salah satunya melalui budaya pop tersebut.

Tim peneliti dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unila tergabung dalam sebuah kelompok dikenal dengan sebutan tim Weeaboohallyu menganalisis serta mengobservasi berbagai pengaruh dan perubahan perilaku dari para penggemar budaya pop Asia Timur yang berdampak terhadap kesehatan mental (mental health). Hasilnya, 40 dari 60 atau 67 persen mahasiswa di Kota Bandar Lampung merasakan efektivitas positif terhadap kesehatan mental mereka.

"Melalui kegemaran akan budaya pop Asia Timur, yang mana selama menjadi penggemar Weeaboo dan Hallyu mereka merasakan peningkatan suasana hati yang baik (mood) dan juga dorongan positif untuk mempelajari bahasa dan berbagai elemen kebudayaannya," kata Imelia Putri Wardiyanti, selaku ketua tim Weeaboohallyu, Selasa (6/8/2024).

Baca Juga: Inovasi Mahasiswa Unila, Ekstrak Kulit Kayu Obat Diabetes dan Kanker

1. Budaya pop Jepang dan Korea cukup menarik untuk dibahas dan diteliti lebih lanjut

Riset Mahasiswa Unila: Budaya Pop Asia jadi Solusi Mental Health Gen ZAktivitas komunitas Wibu4Planet di ajang Anime Festival Asia Indonesia (AFA) 2024. (Dok. Wibu4Planet)

Imelia mengatakan, alasan pemilihan tema dan penelitian budaya Jepang dan Korea untuk diajukan sebagai proposal dalam Pekan Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Sosial dan Humaniora (PKM-RSH). Penelitian ini berfokus pada mahasiswa yang tergolong sebagai penggemar budaya Weeaboo dan Hallyu yang ada di berbagai perguruan tinggi di Kota Bandar Lampung.

Menurutnya, topik mengenai budaya pop Jepang dan Korea cukup menarik untuk dibahas dan diteliti lebih lanjut. Selain itu, isu kesehatan mental di Indonesia juga menjadi perhatian sangat penting terutama bagi anak-anak muda.

"Jadi, kami punya hipotesis akan ada keterkaitan antara aspek kesehatan mental atau psikologis dengan budaya pop yang digemarinya,” ujar mahasiswa Pendidikan Sejarah ini.

2. Hasil riset tim PKM-RSH

Riset Mahasiswa Unila: Budaya Pop Asia jadi Solusi Mental Health Gen ZIlustrasi riset dan analisis konten (Pexels.com/Christina Morillo)

Imelia memaparkan, terdapat beberapa tujuan dalam penelitian riset sosial humaniora mereka lakukan. Tujuan tersebut di antaranya, menganalisis persepsi mahasiswa, pengaruh budaya pop Jepang dan Korea Selatan terhadap mental health awareness, serta menganalisis faktor pendorong yang membuat mahasiswa begitu menggemari budaya populer Asia Timur (Jepang dan Korea Selatan).

"Hasil riset yang dikeluarkan tim PKM-RSH ini berupa laporan kemajuan, laporan akhir, artikel ilmiah, publikasi penelitian melalui media massa berupa website digital, serta menciptakan sebuah buku yang berhasil meraih Hak Kekayaan Intelektual (HKI)," terangnya.

Menurutnya, untuk responden merupakan mahasiswa yang tersebar di sepuluh perguruan tinggi di Kota Bandar Lampung. Rata-rata dengan umur sekitar 19-22 tahun, totalnya 60 mahasiswa. Para responden ini juga merupakan penggemar budaya pop Jepang dan Korea Selatan.

3. Budaya pop Jepang dan Korea Selatan menimbulkan dorongan positif

Riset Mahasiswa Unila: Budaya Pop Asia jadi Solusi Mental Health Gen ZBTS X ARMY (x.com/bts_bighit)

Selain itu, lanjut Imelia, keberadaan budaya pop Jepang dan Korea Selatan menimbulkan dorongan positif bagi seseorang untuk menjadi pribadi yang lebih percaya diri, sebagai sarana untuk mencintai diri sendiri (self love), memperluas relasi dengan berbagai komunitas sesama penggemar, serta adanya motivasi dalam meningkatkan skill untuk mengikuti gaya dan tren yang ada di negara Jepang dan Korea Selatan.

"Dengan demikian, kehadiran budaya pop Jepang dan Korea Selatan dapat menjadi media penyembuhan (healing) dari rasa bosan, lelah, dan perasaan  tidak menyenangkan lainnya yang terjadi di kalangan anak muda," jelas Imelia. 

Menurutnya, hal tersebut juga termasuk sebagai bentuk kesadaran untuk peduli terhadap kesehatan mental dengan berekspresi dan menikmati hal-hal yang disukai melalui hiburan kreatif.

Ia menambahkan, topik mengenai mental health awareness serta keberadaan budaya pop Jepang dan Korea dapat meningkatkan kesadaran kepada mahasiswa dan masyarakat, bahwa cara menumbuhkan kesehatan mental dapat dibangun melalui hobi secara positif.

Selain itu, kedua budaya pop Asia Timur juga dapat menjadi media hiburan tersendiri bagi segelintir orang terutama sebagai pelipur kesedihan dan kesepian. Bahkan, dapat pula menjadi media healing atas rasa lelah yang dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Juga: SMA YP Unila Terima Bantuan Grow Digital Education Konsep Ekskul By.U

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya