Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Politik Uang dan Netralitas ASN Hantui Pilkada 2024 di Lampung

Ilustrasi Pilkada. (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi Pilkada. (IDN Times/Mardya Shakti)
Intinya sih...
  • Praktik politik uang dan pelanggaran netralitas ASN menghantui Pilkada 2024 di Provinsi Lampung
  • Ditemukan tiga peristiwa pelanggaran pada masa kampanye Pilkada 2024, termasuk politik uang dan netralitas ASN
  • Sanksi pidana jarang menyasar aktor intelektual politik uang dan netralitas ASN, meskipun regulasi sudah sesuai
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandar Lampung, IDN Times - Praktik politik uang dan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) diyakini bakal menghantui penyelengaraan kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 di Provinsi Lampung.

Berdasarkan catatan IDN Times, telah ditemukan dan dilaporkan tiga peristiwa pelanggaran pada masa kampanye Pilkada 2024. Pertama, dugaan politik uang terjadi di Pilkada Lampung Tengah dengan beredarnya sejumlah warga mengenakan kaus berwajah paslon Musa Ahmad dan Ahsan As'ad Said menerima uang selembar Rp100 ribu.

Kemudian dua temuan peristiwa lainnya terjadi di Pilkada Pesawaran yakni, mobil dinas Camat Negeri Katon ramai-ramai digerebek warga mengangkut APK paslon Nanda-Antonius, bahkan sang Camat Enggo Pratama tertangkap basah bersembunyi di bawah meja.

Terbaru, warga kembali menggeruduk kantor Balai Desa Sukaraja, Gedong Tataan dan menemukan gepokan stiker paslon nomor urut 2 tersebut.

"Iyaa, memang politik uang dan netralitas ASN masih akan menghantui Pilkada 2024 dan tentu biasanya akan dimanfaatkan oleh incumbent atau sukses kepala daerah sebelumnya," ujar Akademisi Universitas Muhammadiyah Lampung, Candrawansah dikonfirmasi, Selasa (8/10/2024).

1. Politik uang dan netralitas ASN kental di Pilkada Lampung

Ketua Bawaslu Kota Bandar Lampung, Candrawansah. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).
Ketua Bawaslu Kota Bandar Lampung, Candrawansah. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Terkait fenomena kemunculan pelanggaran Pilkada ini, Candrawansah mengatakan, praktik politik uang sejatinya memang menjadi atensi khusus penyelenggaraan Pilkada di Provinsi Lampung.

Apalagi merujuk, perhelatan pemilihan kepala daerah di Lampung pada 2014 dan 2019 bisa dikatakan sangat kental dengan politik uang. Termasuk, masalah netralitas ASN juga menggurita di seluruh kabupaten/kota.

Merujuk Undang-Undang (UU) RI Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan PP Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Ini mengatur pelaksanaan Pilkada dan rambu-rambu pelaksanaannya.

"Dalam pasal 187A ayat (1), setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar," jelasnya.

"Pada ayat (2) berbunyi, bahwa pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja
melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1)," lanjut Candrawansah.

2. Sanksi politik uang jarang menyasar pemodal

Tangkap layar momen warga berkaus paslon Bupati-Wakil Bupati Lampung Tengah nomor urut 1, Musa-Ahsan terima bagi-bagi uang Rp100 ribu. (IDN Times/Istimewa).
Tangkap layar momen warga berkaus paslon Bupati-Wakil Bupati Lampung Tengah nomor urut 1, Musa-Ahsan terima bagi-bagi uang Rp100 ribu. (IDN Times/Istimewa).

Berdasarkan peraturan tersebut, Candrawansah menilai, sanksi pidana Pemilu berkaitan politik uang sudah sangat serius untuk memberikan efek jera bagi para pelaku. Namun sayangnya, aturan ini jarang kali menyasar pesakitan aktor pemodal politik uang.

"Dari catatan, malah rakyat kecil yang menjadi korban karena sebagai pelaksana di bawah atau pembagi uang ke pemilih," ucapnya.

3. Regulasi politik uang dan netralitas ASN sudah sesuai

Momen Camat Negeri Katon, Pesawaran dipergoki warga angkut APK paslon bupati-wakil bupati pakai mobil dinas. (IDN Times/Istimewa).
Momen Camat Negeri Katon, Pesawaran dipergoki warga angkut APK paslon bupati-wakil bupati pakai mobil dinas. (IDN Times/Istimewa).

Sedangkan dalam netralitas ASN, Candrawansah melanjutkan, kebijakan mengatur larangan dan sanksi pidana juga telah ditetapkan. Itu mengacu Pasal 70 UU RI Nomor 10 Tahun 2016, disebut kampanye dilarang melibatkan pejabat BUMN, BUMD; ASN; TNI/Polri; dan kepala desa atau lurah dan perangkat desa atau perangkat kelurahan.

Sedangkan terkait sanksi pidana, ketentuan itu dilihat dari Pasal 189 berbunyi setiap calon kepala daerah dengan sengaja melibatkan pejabat tersebut, dipidana dengan penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600 ribu atau paling banyak Rp6 juta.

"Jadi menurut saya, baik politik uang dan netralitas ASN kalau dari regulasi yang ada sudah sesuai. Akan tetapi, masih sangat jarang sebuah sanksi-sanksi itu dapat menyentuh aktor besar dari kegiatan tersebut. Tidak mungkin, seorang ASN akan berani menanggung sebuah akibat dari perbuatannya, kalau tidak ada aktor intelektual sebagai penggerak perintah tersebut," katanya.

4. Lampung butuh pendidikan politik

ilustrasi pilkada (IDN Times/Esti Suryani)
ilustrasi pilkada (IDN Times/Esti Suryani)

Menyikapi fenomena ini, Candrawansah menambahkan, Provinsi Lampung amat membutuhkan pendidikan politik di tengah-tengah masyarakat.

"Jangan lupa juga, peran serta politikus yang baik ikut diperlukan, supaya substantif makna demokrasi dapat berjalan sejalan dengan regulasi," imbuhnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Tama Wiguna
Martin Tobing
Tama Wiguna
EditorTama Wiguna
Follow Us