Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Potret udara Pelabuhan Panjang, Kota Bandar Lampung. (Instagram/@rivaldihananto)

Bandar Lampung, IDN Times - Provinsi Lampung tidak masuk daftar 34 trayek Program Tol Laut di sepanjang 2022. Penetapan itu tertuang dalam Surat Keputusan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI, melalui Ditjen Perhubungan Laut Nomor KP-DJPL 8 Tahun 2022.

Kebijakan pusat mengesampingkan Lampung masuk skema program nasional gagasan Presiden Joko 'Jokowi' Widodo telah berlangsung selama 8 tahun tersebut menjadi kesekian kalinya. Padahal, Pelabuhan Panjang sempat diresmikan melayani rute tol laut hingga Jawa Timur Juni 2016 silam.

Eksistensi tol laut Pelabuhan Panjang kala itu dilayani PT Atosim Lampung dengan jumlah armada 3 kapal Roll-on/Roll-off (RoRo) yaitu, KM Mutiara Sentosa II, KM Mutiara Sentosa III, dan KM Mutiara Timur I harus meredup usai sempat beroperasi kurang dari 2 tahun. Penyebabnya, lantaran tak diiringi dukungan pola perkembangan kawasan, semisal pada industri, perkebunan, maupun pertanian.

"Jadi kawasan kita lokasi kegiatan ekonomi, pusat-pusat pertumbuhan, pemukiman, dan lain sebagianya ternyata tidak berubah ketika pola perkembangan transportasi muncul. Sebab tidak terkoneksi dengan pola yang sudah ada dikarenakan hal baru," Dosen KK Perencanaan dan Pengembangan Infrastruktur (PPI) PWK ITERA, Ilham Malik kepada IDN Times, Jumat (16/9/2022).

1. Pengembangan diperlukan integritas antara moda dan keterhubungan lokasi produksi

Ilustrasi pembangunan (IDN Times/Arief Rahmat)

Ilham melanjutkan, ketersendatan konektivitas perkembangan transportasi dengan kawasan di Provinsi Lampung disebut menjadi penyebab utama penghalang kemajuan penggunaan trayek tol laut Pelabuhan Panjang. Alhasil diluar aktivitas normal, hanya sesekali difungsikan sebagai tol laut, semisal kala memasuki periode arus mudik dan balik momen Hari Raya Idul Fitri.

Oleh karenanya, pengembangan pola transportasi laut harus dukung integrasi antar moda dan keterhubungan antara lokasi produksi dengan pasar, hingga diperlukan pembagian peranan antar kewilayahan.

"Siapa memproduksi apa, siapa saja yang membutuhkan, dan di mana saja. Kemudian baru saling bertukar barang menggunakan angkutan laut, hingga tol laut menjadi konektor tiap aktivitas pergerakan barang yang lebih efisien dan efektif," imbuh dia.

Bukan tanpa alasan, mengingat operasionalisasi tol laut menggunakan kapal besar, hingga otomatis turut membutuhkan biaya besar. "Skala angkutan besar pada akhirnya pola kompetitif dan juga pola koordinatif antar daerah bisa berjalan, baru menjadikan tol laut sebagai konsepsi konektivitas antar daerah kian efektif," lanjut Ilham.

2. Kurang memperhatikan olahan produksi asal Lampung

Editorial Team