Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Gubernur Lampung Desak Pemerintah Hentikan Impor Singkong

Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI
Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI (Dok/Humas Pemprov Lampung)
Intinya sih...
  • Petani singkong di Lampung rentan akibat rendahnya harga jual dan praktik perdagangan yang merugikan
  • Gubernur Lampung mendesak pemerintah pusat untuk membuat kebijakan yang melindungi harga dan tata niaga singkong
  • Pemerintah diminta segera menghentikan impor tepung tapioka agar petani bisa menjual langsung ke pabrik dengan harga yang sesuai

Bandar Lampung, IDN Times - Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal menyuarakan keresahan petani dan pelaku usaha singkong dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Ia menegaskan, kondisi petani singkong di Lampung makin terpuruk akibat rendahnya harga jual dan praktik perdagangan yang merugikan.

Pada kesempatan itu, Gubernur Mirza menekankan pentingnya dukungan DPR RI agar pemerintah pusat menetapkan kebijakan yang berpihak pada petani dan pelaku usaha singkong, serta menjadikan singkong sebagai komoditas pangan strategis nasional.

"Saya datang kepada Baleg DPR RI membawa teman-teman untuk memperjuangkan nasib petani singkong dan pengusaha singkong. Saya tanya pengusaha, kenapa tidak bisa beli? Mereka jawab, karena tepung tapioka impor jauh lebih murah dan tidak dikenakan pajak masuk," kata Gubernur Mirza, Jumat (27/6/2025).

Mirza mengatakan, jika pusat tidak mengintervensi, petani singkong menyatakan siap mengganti komoditas. Menurutnya, Lampung masih memiliki komoditas padi, jagung, bahkan tebu.

"Tapi kalau ini terjadi, artinya singkong dan turunannya akan tergantung pada impor," tegasnya.

1. Petani berada dalam posisi rentan akibat tidak adanya kebijakan nasional

ilustrasi singkong (vecteezy.com/Chinnachart Martmoh)
ilustrasi singkong (vecteezy.com/Chinnachart Martmoh)

Mirza menyampaikan, Lampung menyumbang 51 persen produksi singkong nasional atau sekitar 7,9 juta ton. Komoditas ini menjadi salah satu andalan ekonomi daerah, menyumbang sekitar Rp50 triliun dari total PDRB Rp483 triliun. Dirinya sudah menerbitkan Instruksi Gubernur Lampung Nomor 2 Tahun 2025 tentang penetapan harga sementara ubi kayu (singkong) di wilayah Lampung.

Dalam instruksi ini, ditetapkan harga pembelian ubi kayu sebesar Rp1.350 per kilogram, dengan potongan maksimal 30 persen tanpa mengukur kadar pati. Namun kenyataan di lapangan, petani terus berada dalam posisi rentan akibat tidak adanya kebijakan nasional yang melindungi harga dan tata niaga singkong karena harga ini hanya berlaku untuk Lampung. Menurut Gubernur, para pelaku industri akhirnya memilih untuk menutup pabrik, sehingga saat panen raya, petani tidak punya pembeli dan harga anjlok kembali.

"Petani senang, tapi pengusaha mengeluh karena harga ini membuat bisnis mereka tidak kompetitif," ujarnya.

2. Pemerintah diminta segera mengambil langkah tegas menghentikan impor

ilustrasi singkong (freepik.com/freepik)
ilustrasi singkong (freepik.com/freepik)

Pada kesempatan yang sama, Ketua Perhimpunan Pengusaha Tepung Tapioka Indonesia (PPTTI) Provinsi Lampung Welly Soegiono dan Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Provinsi Lampung Dasrul Aswin kompak meminta pemerintah segera mengambil langkah tegas menghentikan impor.

"Kesimpulan yang paling terbaik adalah stop impor," tegas Welly.

Welly membeberkan kondisi terpuruk yang tengah dialami petani singkong di Lampung akibat harga jual yang sangat rendah dan praktik perantara yang merugikan. Menurut Welly, saat ini petani tidak lagi menjual langsung ke pabrik, tetapi melalui pelapak atau tengkulak. Kondisi ini menyebabkan harga yang diterima petani jauh dari yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Lampung.

"Pak Gubernur sudah menentukan harga yang berarti Rp945 per kilogram, tetapi petani saat ini hanya menerima Rp400 sampai Rp500 per kilogram," katanya.

Welly juga menyampaikan bahwa para pelapak ini tidak semuanya beroperasi secara fair. Ada yang murni sebagai pelapak, namun ada pula yang merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk mendapatkan bahan baku dengan harga lebih murah.

"Pelapak atau tengkulak ini ada yang murni, tetapi ada juga yang dibuat oleh perusahaan untuk mensiasati agar beli lebih murah," ujarnya.

3. Singkong akan masuk sebagai bahan baku pangan strategis

ilustrasi singkong (pexels.com/ronlach)
ilustrasi singkong (pexels.com/ronlach)

Sementara itu, Anggota Baleg DPR RI Firman Soebagyo menyampaikan bahwa pembahasan di DPR saat ini sangat relevan dengan nasib petani singkong. Setidaknya ada dua undang-undang yang tengah disusun yang akan memberikan ruang dan perlindungan bagi komoditas singkong salah satunya RUU tentang Pangan.

"RUU tentang Pangan. Singkong akan kita masukkan sebagai bahan baku pangan strategis, sehingga akan mendapat perlindungan dalam regulasi nasional,” ujar Firman.

Firman juga menyoroti peran Bulog dalam rancangan RUU Pangan tersebut, di mana terdapat satu pasal penting terkait transformasi Bulog.

"Bulog nantinya berperan sebagai buffer stock dan penyangga harga singkong. Jadi singkong akan dibeli oleh Bulog," tegasnya

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hafidz Trijatnika
EditorHafidz Trijatnika
Follow Us