Cerita Warga Lampung Pertama Kali Nyoblos di Luar Negeri

- Pemilu 2024 di Indonesia dilakukan serentak hari ini, namun WNI di luar negeri sudah melakukan pencoblosan lebih awal, seperti di Australia.
- Hilman Agil Satria menceritakan pengalamannya nyoblos di Melbourne yang membludak pada Pemilu 2019 dan situasi politik terjadi di sana.
- Keseruan Pemilu di KJRI Melbourne sebagai ajang silaturahmi bagi WNI baru menetap dan nostalgia bagi diaspora serta keluhan Bima Yudho Saputra tentang kurangnya sosialisasi pemilihan di Sidney Australia.
Bandar Lampung, IDN Times -Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di Indonesia di lakukan serentak hari ini 14 Februari 2024. Namun, bagi Warga Negara Indonesia (WNI) sedang berada di luar negeri melakukan pencoblosan lebih awal.
Seperti di Australia sudah dimulai pada 10 Februari 2024 lalu. Hari ini dilakukan penghitungan suara mengikuti jadwal di Indonesia.
Dua mahasiswa asal Lampung sedang menempuh pendidikan di Australia membagikan pengalamannya mengikuti Pemilu di luar negeri dan menceritakan situasi politik terjadi di sana. Berikut IDN Times rangkum cerita selengkapnya.
1. Antusias nyoblos pertama di luar negeri

Hilman Agil Satria mahasiswa asal Bandar Lampung sedang menempuh pendidikan di Monash University menceritakan pengalaman pertamanya nyoblos di luar negeri. Sejak pemilihan Daftar Pemilih Tetap (DPT), Hilman sudah aktif mencari informasi terkait mekanisme pencoblosan di daerah tempat tinggalnya Melbourne.
"Kalau dari cerita teman-teman dulu waktu Pemilu 2019 pemilihnya membludak antre mau nyoblos waktu sore hari. Jadi saya sama istri inisiatif datang pagi-pagi, ternyata sekarang pagi-pagi sudah antre. Giliran siang ke sore normal-normal aja," ceritanya saat dihubungi IDN Times, Rabu (14/2/2024).
2. Semua pemilih diprioritaskan dapat surat suara

Menurut Hilman, secara keseluruhan persiapan Pemilu di daerah tempat tinggalnya sudah cukup baik dengan ketersediaan 22 TPS dan 500 surat suara setiap TPS. Sehingga total surat suara sekitar 12 ribu. Persiapan tersebut menurut Hilman sudah mencukupi jumlah pemilih yang sudah terdaftar maupun belum terdaftar.
"Di sini DPTb itu tetap difasilitasi dan diutamakan karena memang mayoritas adalah DPTb. Jadi gak ada kejadian DPTb tidak bisa mencoblos, karena sisa surat suara itu banyak sekali. Dari 500 itu perkiraan saya sisa sekitar 100-150 surat suara," jelas mahasiswa penerima beasiswa LPDP tersebut.
Apalagi menurut Hilman antusias WNI di Melbourne dalam mengikuti Pemilu tahun ini menurun. Menurutnya, kemungkinan ada trauma akibat kegaduhan terjadi pada Pemilu 2019 akibat antrean sangat panjang sehingga sempat terjadi kerusuhan saat itu.
3. Nyoblos sekaligus ajang nostalgia dan silaturahmi

Tak sekadar mencoblos, Hilman juga menceritakan keseruan Pemilu di KJRI Melbourne (Indonesia Consulate General in Melbourne) memasang tenda dan mengadakan bazar. Bahkan para panitia pemilu menghias TPS khas Indonesia seperti suasana Warkop, Sekolah SD dan pernak pernik kain batik atau kain adat dari daerah di Indonesia.
Bahkan menurut Hilman, Pemilu di sana tak sekadar datang lalu mencoblos dan pulang. Tapi, sebagai ajang silaturahmi bagi WNI yang baru menetap selama satu sampai dua tahun dan menjadi ajang nostalgia bagi para diaspora di sana.
"Saya melihat lansia datang ke TPS dan mereka ternyata saling kenal jadi bisa sekalian nostalgia. Sedangkan untuk orang baru seperti saya, ini jadi ajang silaturahmi," ujarnya.
4. Berharap pemerintah bisa memberikan contoh teladan

Terkait kondisi politik terjadi saat ini, Hilman menyayangkan sikap pemerintah maupun partai politik mempertontonkan ketidakadilan kepada masyarakat. Padahal menurutnya, pemilu seharusnya menjadi media bagi pemerintah untuk memberikan contoh teladan bagi masyarakat.
"Menurut saya ada banyak sekali ketidakadilan yg dipertontonkan oleh pemimpin atau partai politik Indonesia. Itu bisa berakibat fatal dan dikhawatirkan masyarakat akan lebih berani melakukan tindakan di luar hukum. Karena melihat pemerintahnya juga seperti itu," terangnya.
5. Gak jadi nyoblos karena belum mengurus surat pindah

Cerita lainnya datang dari Bima Yudho Saputra menceritakan situasi Pemilu di tempat tinggalnya pusat Kota Sidney Australia. Mereka juga menggelar bazar makanan khas Indonesia ada pempek hingga sate.
Namun, Mahasiswa Perguruan Tinggi Intelijen Bisnis Australia asal Lampung Timur itu nampak kecewa sudah datang ke lokasi pemungutan suara tidak jadi nyoblos, karena belum memiliki surat pindah.
"Sebenernya bisa milih, cuma surat suaranya sedikit. Kalau belum ngurus surat pindah ya gak bakalan dapat surat suaranya si. Karena ada banyak banget yang belum nyoblos dan saya rasa gak bakal kebagian," kata Bima melalalui akun tiktok miliknya @awbimax.
Ia juga menyayangkan sikap panitia Pemilu yang menyarankan WNI belum memiliki surat pidah pulang dulu ke Indonesia dan melakukan pencoblosan di daerah asalnya. Padahal menurutnya, tak semua WNI memiliki ongkos cukup untuk membeli tiket pulang pergi Indonesia-Australia.
Menurut Bima, sosialisasi tentang pencoblosan di daerahnya Sidney Australia masih kurang masif, sehingga banyak WNI tidak tahu kalau harus melakukan pendaftaran ulang terlebih dahulu sebelum melakukan pemilihan.
"Pikir orang-orang di Sidney termasuk saya, tinggal datang aja langsung nyoblos. Ternyata harus daftar dulu dari jauh hari," ujarnya.