Akademisi Lampung Nilai PKPU Rahasiakan Dokumen Capres Kurang Tepat!

- Penerbitan PKPU Nomor 731 Tahun 2025 dinilai kurang tepat oleh akademisi Lampung karena tidak semua dokumen yang dikecualikan mencakup identitas pribadi.
- Keterbukaan syarat pencalonan merupakan bagian dari transparansi pelaksanaan pemilihan umum, memungkinkan masyarakat menilai jenjang pendidikan dan kepatuhan calon pemimpin bangsa.
- Akademisi menyatakan bahwa keputusan tersebut wajar dipandang publik sebagai upaya menutupi sesuatu, dan menyarankan keterlibatan instansi lain dalam pembuatan regulasi sebagai solusi yang baik.
Bandar Lampung, IDN Times - Akademisi Provinsi Lampung menyoroti Keputusan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) ihwal peraturan merahasiakan dokumen milik calon presiden dan calon wakil presiden (Capres-Cawapres) kekinian menuai kontroversi dan kini telah resmi dibatalkan.
KPU diketahui sebelumnya menerbitkan Keputusan KPU RI Nomor 731 Tahun 2025 tentang penetapan dokumen persyaratan pasangan Capres-Cawapres sebagai informasi publik yang dikecualikan.
"Meski telah dibatalkan, PKPU ini sebelumnya merupakan keputusan yang dianggap kurang relevan dengan keterbukaan publik oleh kalangan masyarakat, terutama yang 'menikmati' drama yang tidak berakhir terkait dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo," ujar Akademisi Universitas Muhammadiyah Lampung (UML), Candrawansah dikonfirmasi, Selasa (16/9/2025).
1. Dinilai kurang tepat

Candra melanjutkan, penerbitan PKPU Nomor 731 Tahun 2025 ini dinilai kurang tepat. Itu dikarenakan seharusnya sebanyak 16 dokumen yang dikecualikan tersebut tidak semua mencakup identitas pribadi.
"Ya kalau KTP, Kartu Keluarga, riwayat kesehatan masih relevan sebagai yang dikecualikan. Tapi kalau untuk ijazah, SKCK, surat tanda terima laporan kekayaan ini hal yang bisa diakses publik," tegasnya.
2. Bagian transparansi Pemilu

Keterbukaan syarat pencalonan tersebut merupakan bagian dari transparansi pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu). Pasalnya, masyarakat bisa menilai jenjang pendidikan dan kepatuhan calon pemimpin bangsa selama lima tahun ke depan.
"Jadi keterbukaan infomrmasi ini bukan harus ditutupi, tapi justru bisa memperkuat dukungan masyarakat ketika mengetahui kapasitas dan track record capres-cawapres," kata Candra.
Selain dari itu, keterbukaan informasi ini adalah isu nasional, maka keterlibatan DPR yang sebelumnya sudah ada dalam pembuatan regulasi KPU. "Bukan hanya Peraturan KPU, tapi juga keputusan yang sensitif sebagai isu di tengah masyarakat," lanjut dia.
3. Wajar publik memandang upaya menutupi sesuatu

Ihwal kemunculan peraturan tersebut berkaitan dengan kasus ijazah mantan Presiden RI Jokowi, Candra memandang, kebijakan tersebut dibuat tidak secara khusus bersinggungan dengan kasus masih ramai diperbincangkan publik tersebut.
"Isu nasional harus juga diselesaikan dengan putusan bersama. Sekali lagi melibatkan instansi lain atau lembaga lain dalam pembuatan sebuah regulasi menjadi solusi yang baik, terkhusus DPR itu sendiri," katanya.
Oleh karena itu, kehadiran keputusan sempat menuai kontroversi di masyarakat tersebut wajar, bila dipandang publik lembaga pemerintah terkait tengah berupa menutupi sesuatu melalui pengaturan regulasi Pemilu.
"Kalau untuk keputusan maka internal KPU itu sendiri yang dapat merubahnya dengan pleno, akan tetapi kalau Peraturan Komisi Pemilihan Umum, maka Mahkamah Agung yang berwenang apabila adanya masyarakat ingin menggugat pasal dimaksud," tekan eks Ketua Bawaslu Bandar Lampung tersebut.