Pelaku Kekerasan Perempuan dan Anak Tak Ada Restorative Justice

- Polresta Bandar Lampung menerima satu laporan kekerasan perempuan dan anak setiap minggu, tetapi jumlah sebenarnya lebih tinggi.
- Hanya satu kasus melibatkan korban anak di bawah umur sepanjang 2025, dengan permintaan dispensasi untuk pernikahan.
- Kapolresta Bandar Lampung mengajak masyarakat untuk lebih berani melapor kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Bandar Lampung, IDN Times — Polresta Bandar Lampung menegaskan tidak memberikan ruang restorative justice (RJ) bagi pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak (KTPPA).
Kapolresta Bandar Lampung Kombes Alfret Jacob Tilukay mengatakan, hal ini merupakan komitmen penegakan hukum tetap menjadi prioritas utama, khususnya untuk tindak pidana pencabulan dan kekerasan seksual.
“Untuk kasus pencabulan, tidak kami keluarkan dan tidak kami RJ-kan. Semua tetap kami proses sesuai hukum,” katanya, Rabu (31/12/2025).
1. Rata-rata satu laporan setiap minggu

Alfret menjelaskan, pada beberapa bulan sebelum Desember 2025, Polresta Bandar Lampung rata-rata menerima satu laporan kekerasan perempuan dan anak setiap pekan. Namun, jumlah tersebut sebenarnya tidak mencerminkan kondisi di lapangan.
“Biasanya dalam satu minggu itu ada sekitar empat sampai lima kejadian di masyarakat, tapi yang masuk sebagai laporan polisi hanya satu,” jelasnya.
Menurut Alfret, rendahnya angka pelaporan masih menjadi tantangan tersendiri. Banyak korban atau keluarga korban yang memilih tidak melanjutkan kasus ke ranah hukum karena faktor sosial, ekonomi, hingga tekanan lingkungan sekitar.
2. Satu dispensasi

Sepanjang 2025, Polresta Bandar Lampung mencatat hanya satu kasus yang melibatkan korban anak di bawah umur. Dalam kasus tersebut, korban berusia 17 tahun dan telah hamil hingga mendekati waktu persalinan.
“Kondisinya sudah hampir melahirkan. Dalam situasi itu, kami meminta dispensasi kepada pihak KUA dan Bapas untuk dilakukan pernikahan,” ungkap Alfret.
Meski demikian, ia menegaskan langkah tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi korban, tanpa menghilangkan aspek perlindungan hukum dan pendampingan yang dibutuhkan.
3. Berani laporkan

Alfret juga mengajak masyarakat untuk lebih berani melapor jika mengetahui atau mengalami kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Menurutnya, laporan masyarakat sangat penting agar korban mendapatkan perlindungan serta pelaku dapat diproses sesuai hukum.
“Jangan takut melapor. Kami berkomitmen untuk melindungi korban dan memastikan pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya,” tuturnya.

















