Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Akademisi: Lagu Bayar Bayar Bayar Sukatani Bukti Kekuatan Karya Seni

potret band Sukatani (Instagram.com/sukatani.band)
Intinya sih...
  • Fenomena represifitas terhadap band punk Sukatani menunjukkan kekuatan karya seni dalam menggugah orang bersuara dan bersikap kritis.
  • Keberanian band Sukatani dalam lagu "Bayar Bayar Bayar" mencerminkan kebebasan bersuara dalam konteks ruang demokrasi Indonesia yang tak berjalan baik.
  • Lagu "Bayar Bayar Bayar" menjadi simbol perlawanan masyarakat bersatu dalam gerakan protes Indonesia Gelap, menentang kebijakan pemerintah dan penindasan aparat keamanan.

Bandar Lampung, IDN Times - Fenomena represifitas aparat terhadap band punk Sukatani dengan lagunya berjudul "Bayar Bayar Bayar" disebut membuktikan kekuatan karya seni mampu menggugah banyak orang bersuara dan bersikap kritis.

Menurut Akademisi FISIP Universitas Lampung (Unila), Fuad Abdulgani, respons negatif kepolisian menyikapi kemunculan lagu bernarsi kinerja minor anggotanya ini bukan sekadar upaya represi maupun pembungkaman kebebasan berpendapat. Melainkan lebih mencerminkan antipati pemegang kekuasaan negara terhadap kritik masyarakat.

"Kalau semakin banyak orang kritis dan bersuara, pemegang kekuasaan merasa dapat digoyang, dalam tanda kutip. Ini menunjukan kekuatan karya seni itu sendiri, jadi sebelum keberanian tersebut semakin besar hingga direpresi cepat-cepat," ujarnya dikonfirmasi, Jumat (28/2/2025).

1. Ruang demokrasi Indonesia sedang tak berjalan baik

Seorang wanita dengan tulisan "speak" yang menutupi mulutnya. (Pexels.com/MART PRODUCTION)

Keberanian sikap kritis disuarakan Band Sukatani yang pada akhir berujung pembungkaman ini, cukup mempertontonkan kebebasan bersuara dalam konteks ruang demokrasi Indonesia sedang tak berjalan baik.

"Peristiwa ini mengonfirmasi tersebut, karena penyampaian kritik yang disampaikan justru disikapi dan dianggap sebagai ancaman oleh otoritas keamanan," ucapnya.

Padahal, lagu Bayar Bayar Bayar bisa dikatakan sebagai pengalaman kolektif kebanyakan orang, kemudian dikemas dalam lagu oleh band Sukatani yang memang mengusung warna khas bermusik menyinggung kehidupan sosial dalam setiap karyanya. "Jadi secara tidak langsung, lagu itu mewakili dan mengajak masyarakat luas menyuarakan keresahan terhadap kinerja aparat keamanan," tambah dia.

2. Bertepatan momentum gerakan masyarakat sipil

Aksi mahasiswa injak pagar kawat duri di depan gerbang kantor Pemprov Lampung, Senin (17/2/2025). (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Alih-alih membungkam penyampaian narasi kritik, lagu Bayar Bayar Bayar justru menjadi simbol perlawanan masyarakat bersatu dalam gerakan protes Indonesia Gelap beberapa waktu kebelakang. Situasi ini titik balik penyatu gerakan sipil dalam merespons kondisi sosial yang terjadi di tanah air.

Ditambah, gerakan sipil menentang kebijakan pemerintah dalam rentan waktu beberapa tahun kebelakang cukup masif semisal Indonesia Darurat, Reformasi Dikorupsi, penolakan Undang-Undang Cipta Kerja hingga pelemahan KPK, dan lain-lain.

"Jadi represi lagu Sukatani ini makin menemukan momentumnya, bukan terjadi secara kebetulan. Sebab, kecenderungan antara masyarakat dan negara sebagai pemegang kekuasaan semakin kuat dan sewenang-wenang dalam banyak hal," imbuh Fuad.

3. Pembungkaman sulit dilakukan di era media sosial

Gitaris dan electroguy Sukatani band Muhammad Syifa Al Lufti (kanan) dan vokalis Novi Chitra Indriyati (kiri) memainkan lagu saat konser Crowd Noise di Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Minggu (23/2/2025) malam. (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Sebagai profesi yang bersinggungan langsung dengan masyarakat, Fuad mendorong kepolisian agar tidak anti terhadap kritik. Terlebih, cara-cara itu dilakukan di era penuh keterbukaan zaman sekarang, karena justru malah menjadi senjata makan tua.

"Bisa dilihat dalam kasus Sukatani, itu malah menjadi blunder karena situasi media digital penggunaan media sosial sekarang semua serba terbuka, tidak seperti zaman orde baru yang dapat tiba-tiba dihilangkan orangnya," kata dosen Jurusan Sosiologi tersebut.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Tama Wiguna
Martin Tobing
Tama Wiguna
EditorTama Wiguna
Follow Us