3 Perkara PHPU Pilkada 2024 di Lampung Ditolak, Ini Alasan Lengkap MK

- Mahkamah Konstitusi menolak tiga dari lima perkara gugatan PHPU Pilkada serentak 2024 di Lampung.
- Putusan ditolak karena dalil-dalil permohonan tidak beralasan menurut hukum dan ambang batas selisih suara antara paslon.
- Permohonan juga tidak berkaitan dengan SK KPU atau KIP tentang penetapan hasil Pilkada, sehingga bukan ranah kewenangan MK.
Bandar Lampung, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak tiga dari lima perkara gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 di Provinsi Lampung.
Ketiga perkara tersebut masing-masing putusan permohonan perkara nomor 39/PHPU.BUP-XXIII/2025 mengenai PHPU Pilkada Mesuji, perkara nomor 48/PHPUBUP-XXM/2025 (Pilkada Tulang Bawang), dan perkara nomor 30/PHPU.BUP-XXIII/2025 (PHPU Pilkada Pesisir Barat).
Keputusan dibacakan majelis hakim konstitusi dalam sidang pengucapan putusan atau sidang dismissal, Selasa (4/2/2025).
1. Dalil pemohon PHPU Pilkada Mesuji tidak dapat diterima

Dalam putusan permohonan perkara PHPU Bupati dan Wabup Mesuji, Ketua MK Suhartoyo menilai perkara diajukan paslon nomor urut 4 Suprapto dan Fuad Amrullah tidak dapat diterima. Sebab, dalil-dalil permohonan yang disampaikan Pemohon tidak beralasan menurut hukum dan ambang batas selisih suara antara Pemohon dan paslon peraih suara terbanyak.
Ketentuan dimaksud sebagaimana dalam aturan Pasal 158 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) juga tidak dapat dipenuhi. “Dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Suhartoyo.
Dalam pertimbangan hukum, Hakim Konstitusi Arsul Sani menjelaskan, KPU Kabupaten Mesuji selaku Termohon telah melakukan penelitian persyaratan administrasi calon menyebutkan Cabup Elfianah memiliki status mantan terpidana dengan ancaman hukum dua tahun penjara.
Dilanjutkan, Elfianah telah membuat surat pernyataan sebagai mantan terpidana dan diumumkan melalui media daring pada 27 Agustus 2024. Perbaikan nama dari Elviana binti Birta menjadi Hj Elfianah juga telah digunakan sebelumnya dalam penetapan anggota DPRD Kabupaten Mesuji dengan masa jabatan tahun 2019-2024.
"Dengan demikian, dalil Pemohon yang menyebutkan Termohon melakukan pembiaran adanya manipulasi identitas Calon Bupati Mesuji nomor urut 2 atas nama Hj Elfianah S.E tidak beralasan menurut hukum," kata hakim Arsul.
2. Mahkamah tak temukan kondisi atau kejadian khusus cederai Pilkada Mesuji

Lebih lanjut menurut Mahkamah, dalil Pemohon menyebutkan Termohon melakukan pembiaran alat peraga kampanye (APK) paslon nomor urut 2 pada saat masa tenang, sedangkan APK paslon lain telah dibersihkan juga tidak beralasan menurut hukum. Pasalnya, Termohon telah melakukan pelepasan APK masing-masing paslon difasilitasi KPU bersama Pemkab Mesuji.
Selain itu, tidak pernah terdapat laporan, temuan dan atau rekomendasi dari Bawaslu Kabupaten Mesuji terhadap pelanggaran yang didalilkan Pemohon. Kemudian dalil Pemohon menyatakan Termohon telah melakukan pelanggaran pemilihan di TPS Tanjung Sari, serta membiarkan Cabup Elfianah melakukan kecurangan secara masif melibatkan Kepala Desa Tanjung Mas Rejo juga tidak beralasan menurut hukum.
Pasalnya, Pemohon tidak menjelaskan secara terperinci pada TPS berapa kejadian tersebut terjadi dan seluruh saksi mandat paslon pun telah menandatangani formulir model C atau hasil Salinan di TPS.
"Bawaslu Mesuji juga telah menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran berkaitan dengan pelibatan Kepala Desa Tanjung Mas Rejo, tetapi Sentra Gakkumdu bersepakat laporan tersebut tidak memenuhi unsur tindak pidana pemilihan dan Bawaslu mengumumkan laporan dihentikan, serta meneruskannya kepada Penjabat Bupati Mesuji untuk ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Arsul.
Dengan demikian, Mahkamah berpendapat tidak terdapat alasan untuk mengesampingkan ketentuan Pasal 158 UU Pilkada yang berkaitan dengan kedudukan hukum Pemohon sebagai syarat formil dalam mengajukan PHPU Bupati Mesuji 2024.
Lalu mahkamah juga tidak menemukan adanya kondisi atau kejadian khusus yang dapat dinilai telah mencederai penyelenggaraan Pilkada Mesuji 2024 yang dapat dijadikan alasan untuk menyampingkan Pasal 158 UU Pilkada.
“Oleh karena itu, mahkamah menilai tidak relevan untuk meneruskan permohonan a quo pada pemeriksaan persidangan lanjutan dengan agenda pembuktian,” lanjut Arsul.
3. Dalil Pemohon PHPU Pilkada Tulang Bawang tidak bisa dibenarkan

Terkait sidang pengucapan putusan PHPU Pilkada Tulang Bawang, MK turut menolak permohonan sengketa hasil pemilihan Bupati dan Wabup Tulang Bawang 2024 yang diajukan Pemohon, paslon nomor urut 3 Hendriwansyah-Danial Anwar.
Dalam perkara ini, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur membacakan pertimbangan hukum menilai, dalil Pemohon mengenai dugaan dukungan Ketua KPU Kabupaten Tulang Bawang terhadap paslon nomor urut 2 Qudrotul Ikhwan dan Hankam Hasan tidak dapat dibenarkan.
Sebab, fakta hukum menunjukkan bahwa Ketua KPU Tulang Bawang Feriyanto telah berakhir masa jabatannya pada periode 2019-2024, sehingga tidak lagi menjabat saat proses Pilkada 2024 berlangsung. Selain itu, Feriyanto dalam surat pernyataannya menegaskan tidak mendukung paslon nomor urut 2.
"Bukti yang diajukan Pemohon berupa tangkapan layar percakapan WhatsApp tidak cukup meyakinkan, karena tidak dapat dipastikan identitas pihak yang terlibat, waktu, dan materi percakapan, sehingga dalil Pemohon dianggap tidak beralasan secara hukum," kata Ridwan.
4. Paslon Qudrotul-Hankam tak terbukti politik uang

Terkait dalil Pemohon menyebutkan adanya praktik politik uang diduga dilakukan oleh paslon Qudrotul-Hankam, Bawaslu Tulang Bawang telah memutuskan tidak menemukan dugaan pelanggaran politik uang pada masa tenang, serta merekomendasikan pemeriksaan lebih lanjut oleh Sentra Gakkumdu dan Polres setempat.
Namun hasil penyidikan menyimpulkan, laporan pelanggaran tidak memenuhi unsur tindak pidana pemilihan berdasarkan Pasal 187A ayat (1) jo Pasal 73 ayat (4) UU 10/2016, sehingga proses penanganan dihentikan.
Kemudian adanya tiga laporan terkait juga diterima oleh Bawaslu Tulang Bawang, pembagian uang pada masa tenang. Dikatakan, satu laporan dinyatakan tidak memenuhi unsur tindak pidana pemilihan, satu laporan dihentikan karena kedaluwarsa dan satu laporan lain terbukti ada pelanggaran tapi dihentikan pemeriksaannya karena melewati batas waktu yang ditentukan.
"Pemohon mengajukan bukti berupa video dan foto untuk menguatkan dalil praktik politik uang. Mahkamah menilai bukti tersebut tidak cukup meyakinkan, karena tidak dapat dipastikan identitas pihak yang terlibat, waktu, dan tempat kejadian. Maka dari itu, dalil Pemohon mengenai praktik politik uang juga dinyatakan tidak beralasan secara hukum," terang Ridwan.
Alhasil, diputuskan berdasarkan seluruh pertimbangan hukum ini, MK berpendapat tidak ada alasan untuk mengesampingkan ketentuan Pasal 158 UU 10 Tahun 2016 terkait aturan syarat formil pengajuan permohonan sengketa hasil pemilihan. MK juga tidak menemukan kejadian khusus yang dapat dinilai telah menciderai penyelenggaraan Pilkada Tulang Bawang 2024.
“Dengan demikian, mahkamah menilai tidak relevan untuk meneruskan permohonan a quo pada pemeriksaan persidangan lanjutan dengan agenda pembuktian,” tegas Ridwan.
5. Mahkamah tak berwenang adili PHPU Pilkada Pesisir Barat

Pada PHPU Pilkada Pesisir Barat, Ketua MK Suhartoyo menegaskan, tidak berwenang mengadili permohonan perkara tersebut. Sebab, berdasarkan fakta hukum serta hasil rapat permusyawaratan hakim pada 30 Januari 2025, MK menyimpulkan bahwa permohonan Pemohon tidak berkaitan dengan SK KPU atau KIP tentang penetapan hasil Pilkada.
Atas dasar ini, permohonan PHPU Pilkada Pesisir Barat dinilai bukan merupakan ranah kewenangan MK untuk mengadilinya. Selain Pesisir Barat, ada juga daerah lainnya mendapatkan putusan pengucapan serupa yakni Kota Langsa, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Waropen, Kabupaten Halmahera Barat.
“Keputusan ini diambil melalui Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi pada Kamis, 30 Januari 2025 dan diucapkan dalam Sidang Pleno MK yang terbuka untuk umum pada Selasa, 4 Februari 2025 pukul 15.31 WIB,” kata Suhartoyo.
6. Praktik money politik paslon Dedi-Irawan tidak bisa dibuktikan

Ihwal tuduhan politik uang dalam Pilkada Pesisir Barat, MK melalui pertimbangkan fakta hukum dan ketentuan yang berlaku memutuskan, bahwa permohonan tersebut tidak termasuk dalam kewenangannya.
Sebab, dalil menyebutkan paslon nomor urut 1, Dedi Irawan dan Irawan Topani telah melakukan praktik politik uang secara masif, sehingga telah memengaruhi perolehan suara dalam pemilihan kepala daerah di kabupaten setempat tidak benar-benar bisa dibuktikan.
"Atas dalil Pemohon tersebut, Mahkamah menolak untuk mengadili permohonan PHPU Pilkada Pesisir Barat," imbuh Suhartoyo.