Inovasi Biopellet Karya Dosen Itera jadi Energi Ramah Lingkungan

- Dosen dan tim peneliti Unila, BRIN, dan Itera mengembangkan biopellet dari kayu gamal dan kulit kopi sebagai sumber energi terbarukan.
- Kayu gamal memiliki volatilitas tinggi yang kurang efisien, namun kulit kopi membantu menekan sifat mudah menguap dan meningkatkan stabilitas biopellet.
- Hasil pengujian menunjukkan komposisi 75% kayu gamal dan 25% kulit kopi memberikan hasil paling optimal untuk digunakan sebagai sumber energi alternatif.
Bandar Lampung, IDN Times - Dosen Program Studi Rekayasa Kehutanan Institut Teknologi Sumatera (Itera), Rio Ardiansyah Murda bersama tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Universitas Lampung, mengembangkan inovasi biopellet berbahan dasar kayu gamal dan kulit kopi robusta sebagai sumber energi terbarukan.
Dalam penelitian ini, tim menggabungkan kayu gamal (Gliricidia sepium), tanaman cepat tumbuh banyak ditemukan di kawasan Tahura Wan Abdul Rachman, Lampung, dengan kulit kopi robusta yang merupakan limbah pertanian melimpah di wilayah tersebut.
"Biopellet merupakan bahan bakar padat berbentuk pelet yang terbuat dari limbah biomassa dan tengah menjadi alternatif energi dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil," kata Rio, Senin (21/4/2025).
1. Kombinasi kayu gamal dan kulit kopi untuk efisiensi energi maksimal

Rio menjelaskan, pemanfaatan kayu gamal sebagai bahan baku tunggal memiliki kekurangan karena kadar zat mudah menguap (volatile matter) yang tinggi, sehingga pembakaran berlangsung terlalu cepat dan kurang efisien.
Sementara itu, kulit kopi memiliki kandungan nitrogen tinggi yang dapat membantu mengikat zat aromatik dalam biomassa dan menekan sifat mudah menguap tersebut.
“Dengan menggabungkan kayu gamal dan kulit kopi, kami mencoba menciptakan formula biopellet yang lebih stabil secara termal dan efisien secara energi,” ujar Rio.
2. Penemuan Biopellet ramah lingkungan dari kayu gamal dan kulit kopi

Menurut Rio, dalam riset tersebut, tim menguji lima variasi campuran antara serbuk kayu gamal dan kulit kopi, yaitu, 100 persen kayu gamal, 75 persen kayu gamal + 25 persen kulit kopi, 50:50, 25 persen kayu gamal + 75 persen kulit kopi, dan 100 persen kulit kopi.
Rio menjelaskan, pembuatan biopellet dilakukan menggunakan mesin tekan hidrolik, lalu diuji berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 8021:2014) dan standar Eropa (EN 14961-2).
"Hasil pengujian menunjukkan bahwa komposisi 75 persen kayu gamal dan 25 persen kulit kopi memberikan hasil paling optimal, dengan kadar air sekitar 8 persen, nilai kalor lebih dari 4.100 kal/gram, serta kepadatan dan karbon tetap yang meningkat," terangnya.
Kendati demikian, lanjutnya, kadar abu masih tergolong tinggi akibat tingginya kandungan mineral dalam kulit kopi. Namun menurutnya, biopellet ini berpotensi besar sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan, terutama untuk skala rumah tangga, UMKM, dan pembangkit listrik biomassa lokal.
3. Meningkatkan kualitas biopellet dengan inovasi berkelanjutan

Lebih lanjut Rio menyampaikan, untuk meningkatkan kualitas biopellet, terutama dalam menurunkan kadar abu dan meningkatkan nilai kalor, Rio menyarankan perlakuan lanjutan seperti torefaksi atau pirolisis.
“Kami berharap inovasi ini dapat menjadi solusi energi terbarukan berkelanjutan, sekaligus membuka peluang pemanfaatan limbah pertanian dan kehutanan yang selama ini belum dimaksimalkan,” tandasnya.