Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Dari Desa ke Medsos, Gen Z Nyalakan Semangat Promosi Wisata Way Kambas

WhatsApp Image 2025-10-29 at 9.04.02 PM.jpeg
Wisatawan sedang melihat gajah di Taman Nasional Way Kambas, Rabu (20/8/2025). (IDN Times/Martin L Tobing).

Lampung Timur, IDN Times -  Di bawah rindang pohon di tepi hutan Desa Labuhanratu IX Kecamatan Labuhanratu, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung, Ikhsan Sanjaya, seorang Generasi Z menatap layar ponselnya. Jemarinya lincah menulis caption tentang keindahan desanya yang kini kian dikenal lewat media sosial.

Sambil menatap kamera ponsel, Ikhsan merekam panorama hutan konservasi desa. Desa Laburahratu IX notabene menjadi desa penyangga Taman Nasional Way Kambas. Tak sekadar unggahan, bagi dirinya ini adalah cara bercerita tentang kampung halaman yang ingin ia jaga.

Bukan kamera profesional yang ia genggam, melainkan ponsel sederhana. Namun dari situlah lahir kisah-kisah visual yang mengangkat pesona Desa Labuhan Ratu XI. Di tengah hiruk pikuk dunia maya, anak muda ini memilih jalannya sendiri memanfaatkan Instagram sebagai jendela pariwisata berkelanjutan desanya.

“Desa kami tak kalah indah dengan tempat wisata terkenal. Di sini, alam masih hidup berdampingan dengan manusia. Memang betul, desa kami termasuk desa penyangga Taman Nasional Way Kambas, tapi kami juga ingin Desa Labuhanratu IX punya ciri khas sendiri dan orang perlu tahu itu,” jelasnya kepada IDN Times, Rabu (29/10/2025).

Ikhsan memanfaatkan media sosial bukan untuk mencari popularitas, melainkan untuk memperkenalkan wajah desanya yang kaya potensi wisata. “Dulu, orang hanya tahu Way Kambas karena gajah. Padahal, di sekitar taman nasional ini banyak desa yang punya keindahan alam dan budaya unik. Kami ingin itu juga dikenal,” ujarnya.

Desa Labuhan Ratu XI, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur berbatasan langsung dengan Taman Nasional Way Kambas (TNWK), kawasan konservasi Gajah Sumatra dan Harimau Sumatra yang menjadi kebanggaan Indonesia. Lantaran Labuhanratu IX termasuk desa penyangga TNWK, Ikhsan bercerita, bersama beberapa temannya tiga tahun lalu menginisiasi pembentukan Koperasi Plang Ijo Dewi Rasa.

Saat koperasi tersebut dibentuk awal 2022, muda mudi desa setempat terpikir ingin membentuk personal branding. Namun, personal branding yang diinginkan, tidak hanya fokus satwa gajah dan badak notabene menjadi ciri khas TNWK. Dari berbagai ide pemuda, mereka bersepakat ingin juga mengusung personal branding desa ramah burung.

Ikhsan mengklaim, personal branding desa ramah burung menjadi pertama diusung di Pulau Sumatra. Setelah ide personal branding berhasil diusung, sejumlah kegiatan utama pun digulirkan para anggota tergabung Koperasi Plang Ijo Dewi Rasa terkait desa ramah burung.

“Kami saat itu ada program bagaimana ubah konsep masyarakat dari tidak peduli jadi peduli satwa burung. Memang butuh waktu, kami gelar kegiatan sosialisasi di sekolah SD dan SMP jadi wadah transfer knowledge ke pelajar,” paparnya.

Pemuda hobi bermain sepak bola ini mengatakan, program unggulan desa ramah burung adalah bird watching. Bird watching, konsepnya pengunjung atau wisatawan mengamati burung di habitat aslinya yaitu hutan. Hutan di Desa Labuhanratu IX merupakan kawasan penyangga Taman Nasional Way Kambas. “Pengamatan ini tidak ada aktivitas menangkap atau mengganggu burung. Tujuannya menikmati keindahan alam, belajar mengenal jenis burung hingga mendukung kegiatan konservasi alam,” ujarnya.

Saat pengamatan burung, jagawana biasanya membawa perlengkapan teropong untuk melihat burung dari jarak jauh. Selain itu, membawa buku panduan untuk mencatat jenis burung yang dilihat, titik lokasi hingga waktu pengamatan dan tak kalah penting kamera tele untuk memotret burung dari kejauhan. “Yang diamati itu bentuk dan warna bulu, ukuran tubuh, suara kicauan, gerakan atau perilaku dan habitat tempat burung ditemukan. Semua itu membantu mengidentifikasi jenis burung dengan lebih akurat,” jelas Ikhsan.

Bird watching menjadi program harian dilakukan Ikhsan bersama beberapa rekannya. Mereka berkeliling merekam aktivitas satwa burung. Semua itu ia abadikan lewat kamera ponsel. Hasilnya kemudian diunggah ke Instagram @pesonaplangijo. Akun Instagram tersebut hingga saat ini sudah mengunggah lebih dari 394 konten dan memiliki lebih dari 2.530 followers

Menurutnya, media sosial adalah jembatan antara desa dan dunia luar. Dengan koneksi internet yang kini mulai stabil, anak-anak muda di Labuhan Ratu XI bisa menampilkan keindahan alam mereka ke audiens nasional bahkan internasional. “Kalau kami tidak menceritakan, siapa lagi?” katanya sambil tersenyum.

Setiap unggahan mendapat tanggapan positif dari netizen. Beberapa wisatawan lokal bahkan datang setelah melihat postingan mereka. “Pernah ada mahasiswa dari Jakarta datang karena lihat video kami tentang trekking di pinggir hutan Way Kambas,” tutur Ikhsan bangga.

Wisatawan Rasakan Sensasi Seru Keliling Desa Mengamati Burung

WhatsApp Image 2025-10-29 at 7.45.32 AM.jpeg
Jagawana bersama pengunjung sedang bird watching di Desa Labuhanratu IX, Kecamatan Labuhanratu, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung , Rabu (20/8/2025) malam. (IDN Times/Martin L Tobing).

Yunike Purnama, salah satu wisatawan yang mengikuti program bird watching mengatakan, senang bisa merasakan sensasi berkeliling desa sekitar dua jam saat malam hari. Ia bersama pengunjung lain antusias mengamati perilaku burung dan satwa nokturnal lainnya.

“Kami diajak keliling kampung menyusuri hutan sambil memantau adanya satwa nokturnal selama kurang lebih dua jam. Untuk program bird watching malam hari satu tim enam sampai tujuh orang dan diarahkan untuk tidak banyak bersuara agar bisa bertemu dan mengambil foto satwa,” jelas perempuan asal Bandar Lampung ini.

Menurut Yunike, hal yang cukup unik bird watching pada malam hari, para pemandu memiliki insting kuat melihat dan pendengaran tajam mendeteksi adanya keberadaan burung, meski pada jarak yang jauh saat malam hari.

Terkait testimoni pengunjung, Ikhsan bersyukur, ada masyarakat yang kian peduli terhadap pelestarian satwa burung. Apalagi, program bird watching ini, pengunjung tak hanya mendapat wawasan baru seputar jenis burung dan pelestarian, tapi juga merasa rileks saat mendengarkan kicau burung dan menyatu dengan alam. Menurutnya, mengenal burung, masyarakat terdorong untuk menjaga hutan, pohon dan sumber air tempat mereka hidup.

Ia menambahkan, pengunjung yang berpartisipasi program pengamatan burung, diajak berjalan kaki menjelajahi desa sejauh dua kilometer untuk melihat berbagai jenis burung. Konsep jalan kaki pun menurut Ikhsan bertujuan agar pengujung merasakan pengalaman seru menelusuri area perkebunan dan persawahan.

“Saat jalan kaki, tim melihat ada burung di pohon, kami berhenti, kasih tahu ke pengunjung. Karena burung yang bertengger di batang pohon jaraknya jauh dari pengunjung, bahkan ada yang hingga di ketinggian 10 meter, untuk melihat burung itu, menggunakan teropong dan tim kami sigap memotret lalu kasih lihat hasil jepretan ke pengunjung,” urainya.

Selain mengamati burung, imbuhnya, pengunjung juga dapat melihat hewan-hewan nokturnal, seperti burung hantu hingga kukang yang merupakan satwa dilindungi dan terancam punah. Hewan-hewan tersebut berasal dari Taman Nasional Way Kambas yang bermigrasi ke desa. Hutan seluas 130.000 hektare di Way Kambas merupakan salah satu lokasi terbaik bagi pengamat burung atau birder di Asia Tenggara. Sebab, kawasan itu menjadi surga bagi lebih dari 300 spesies burung, baik burung endemik maupun migran.

Kelompok satwa itu kerap bermigrasi ke luar kawasan hutan taman nasional terutama kampung yang memiliki barisan pepohonan menjulang di sepanjang jalan, seperti Desa Labuhanratu IX. Terlebih, desa asri berpenduduk lebih dari 1.500 jiwa itu terbilang ramah terhadap satwa liar.

Ikhsan yang juga bertugas sebagai jagawana dari Koperasi Plang Ijo mengatakan, pengunjung bird watching yang beruntung bisa melihat langsung aktivitas kukang, burung hantu, kelelawar dan beragam jenis burung seperti Cekakak Sungai, Kowak Malam Abu dan Celepuk Jawa. Biasanya bagi pecinta satwa, bertemu dengan spesies langka seperti ini memiliki kepuasan tersendiri. Bahkan, konsep wisata berbasis konservasi sudah menarik wisatawan mancanegara seperti dari Australia dan Asia untuk wisata dan penelitian.

Dari sisi keamanan bird watching menurut Iksan, cukup simple. Pengunjung wajib mengenakan sepatu. Jika mengikuti program pada malam hari, mengoleskan lotion antinyamuk. “Terpenting adalah kesadaran keamanan melindungi hewan karena mereka pure wild life, bukan hewan display. Kami mengajak pengunjung mencari  lokasi potensial ada burung atau hewan nokturnal lainnya di kawasan hutan desa ini,” paparnya.

Ikhsan mengatakan, menjaga suara tidak terlalu bising saat berjalan kaki saat pengamatan satwa malam hari bertujuan agar tak menganggu hewan. “Hewan terganggu (suara bising) sulit lakukan pengamatan. Senter justru gak ganggu burung,” jelasnya.

Ingin Banyak Generasi Muda Aktif Kenalkan Potensi Desa lewat Media Sosial

DSC01391.JPG
Wisatawan sedang melihat gajah di Taman Nasional Way Kambas, Rabu (20/8/2025). (IDN Times/Martin L Tobing).

Ikhsan menegaskan, promosi wisata yang mereka lakukan bukan semata untuk mendatangkan wisatawan, tapi untuk mengedukasi. “Kami ingin tamu datang dan pulang dengan kesadaran baru: bahwa alam ini harus dijaga. Bukan untuk dirusak,” katanya.

Setiap kali mengunggah video atau foto, ia selalu menyertakan pesan konservasi ajakan tidak membuang sampah sembarangan, tidak memberi makan satwa liar, serta menghormati budaya lokal. “Caption itu penting. Di sanalah kita bisa menyisipkan nilai,” tambahnya.

Kini, akun Instagram komunitas mereka sudah memiliki ribuan pengikut. Tak hanya masyarakat Lampung, tetapi juga wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia bahkan beberapa dari luar negeri yang tertarik dengan potensi wisata dan konservasi Way Kambas.

Berkat aktivitasnya, Ikhsan dan rekan-rekannya pernah diundang dalam pelatihan promosi digital oleh Dinas Pariwisata Lampung Timur. Mereka juga menjalin kerja sama dengan beberapa lembaga konservasi dan fotografer alam. “Dulu kami hanya tahu cara foto biasa. Sekarang belajar membuat konten storytelling, menggabungkan visual dengan pesan pelestarian,” katanya.

Ia berharap semakin banyak anak muda yang ikut aktif mengenalkan potensi desanya lewat media sosial. “Kalau kita cinta kampung sendiri, dunia juga akan ikut mencintai. “Alam bukan sekadar tempat kita hidup. Ia adalah rumah yang harus kita rawat bersama.” ucapnya.

Ikhsan juga meyakini, tersimpan semangat besar generasi muda di Desa Labuhanratu IX yang tak ingin desanya tertinggal. Pelestarian satwa dan pariwisata bisa berjalan beriringan, asal dimulai dari niat tulus menjaga bumi tempat berpijak.

Melestarikan Keanekaragaman Hayati Sekaligus Memperkuat Sektor Wisata Berbasis Konservasi

DSC01389.JPG
Ikhsan Sanjaya, Generasi Z asal Desa Labuhanratu IX Kecamatan Labuhanratu, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung sedang menjelaskan informasi kepada pengunjung di Taman Nasional Way Kambas, Rabu (20/8/2025). (IDN Times/Martin L Tobing).

Kepala Desa Labuhanratu IX, Ermanita Permatasari menyampaikan apresiasi kepada para Gen Z desa setempat atas komitmen terhadap pelestarian alam yang dilakukan serta promosi potensi wisata dilakukan melalui media sosial dan aksi langsung. Menurutnya, adanya inisiatif ini, warga merasa sangat terbantu melestarikan alam dan pengelolaan keanekaragaman hayati di sekitar Taman Nasional Way Kambas.

Ermanita menyampaikan, Desa Labuhan Ratu IX berpotensi untuk dikembangkan sebagai titik pengembangan ekonomi melalui pariwisata alam, konservasi, dan budaya lokal. Itu lantaran, desa ini masuk kategori desa penyangga wisata karena lokasinya menjadi salah satu akses utama masuk ke Taman Nasional Way Kambas.

Desa penyangga wisata imbuhnya, juga ada korelasi konservasi dan pertanian. “Karena wilayahnya berdekatan dengan kawasan konservasi (Way Kambas), desa ini berada di persimpangan antara kebutuhan pembangunan ekonomi masyarakat seperti pertanian, UMKM dan perlindungan lingkungan serta satwa liar. Ini menjadikan desa ini contoh menarik untuk studi pembangunan berkelanjutan.

“Warga di sini pun ada yang memproduksi dodol nanas madu dengan tema konservasi. Ini menunjukkan adanya potensi pemberdayaan masyarakat lokal melalui produk yang mengandung identitas lokal. Melalui kolaborasi dengan pemuda tergabung dalam Koperasi Plang Ijo yang ada program desa ramah burung, kami percaya ke depan Desa Labuhan Ratu IX akan semakin berkembang,” paparnya.

Menurut Ermanita, sebagai desa penyangga TNWK, warga Desa Labuhanratu IX turut memiliki kewajiban untuk menjaga satwa. Pasalnya, perburuan menjadi tantangan besar untuk mewujudkannya. Terlebih, aktivitas anak-anak muda desa tersebut turut membangun kesadaran masyarakat tentang pelestarian lingkungan dan meningkatkan ekonomi desa.

Untuk itu, pihaknya siap berdiskusi terkait penerbitan Peraturan Desa (perdes) agar program Desa Ramah Burung memiliki dasar hukum yang kuat. Pasalnya, aturan hukum yang jelas menjadi pegangan masyarakat untuk menertibkan perburuan dan aktivitas konservasi pun lebih terarah. Harapannya, aksi yang berdampak panjang dan berkelanjutan menjadi identitas desa.

“Inovasi ini bisa menjadi percontohan di tingkat daerah hingga nasional sebagai model desa penyangga yang melestarikan keanekaragaman hayati sekaligus memperkuat sektor wisata berbasis konservasi,” katanya.

Fokus Pengembangan Jaringan Telkomsel Menjangkau hingga Pelosok

DSC01462.JPG
Wisatawan berkunjung ke Taman Nasional Way Kambas, Rabu (20/8/2025). (IDN Times/Martin L Tobing).

General Manager Region Network Operations and Productivity Sumbagsel, Wawan Kuswandono, mengemukakan, fokus pengembangan jaringan tidak hanya berpusat di wilayah perkotaan, namun menjangkau hingga ke pelosok. Tujuannya, untuk membuka lebih banyak peluang dan kesempatan bagi masyarakat dalam meningkatkan produktifitas dan memaksimalkan aktivitas keseharian melalui pemanfaatan jaringan broadband terdepan dan terluas .

Ditambah lagi, Telkomsel sudah menuntaskan peningkatan layanan jaringan 3G ke 4G di 60 kota/kabupaten tersebar di Lampung, Bengkulu, Pangkalpinang, Sumatera Selatan dan Jambi. Tujuan upgrade jaringan, memberikan layanan fokus pada wilayah memiliki tingkat adopsi gaya hidup digital masyarakat cukup tinggi dan penggunaan jaringan di area indoor lebih mumpuni.

Ia optimistis, upgrade layanan jaringan tersebut akan semakin mengakselerasikan pertumbuhan ekonomi digital. "Itu seiring semakin terbukanya peluang lebih luas bagi seluruh masyarakat mengoptimalkan berbagai potensi kemajuan di berbagai wilayah dengan dukungan pemanfaatan teknologi digital terkini didukung jaringan berteknologi terdepan dari Telkomsel," ujarnya.

Wawan juga mendorong pelanggan segera migrasi ke uSIM 4G. Pelanggan juga dapat merasakan pengalaman panggilan suara berkualitas HD bisa dinikmati sambil mengakses internet untuk browsing, bermain game, video streaming, secara bersamaan menggunakan layanan VoLTE (Voice over LTE) Telkomsel dan dapat digunakan pada lebih dari 100 tipe smartphone dari berbagai brand ternama.

Meningkatnya jumlah pelanggan bermigrasi ke 4G juga tak terlepas dari upaya Telkomsel memberikan kemudahan bagi pelanggan ingin menukarkan atau mengganti kartu non-4G ke uSIM 4G. Pelanggan dapat memanfaatkan mekanisme online mengakses mitra e-commerce (Shopee, Tokopedia, Bukalapak), serta memanfaatkan layanan GraPARI Online melalui tsel.me/graparionline. Kemudian pada mekanisme offline, pelanggan cukup mengunjungi GraPARI atau layanan MyGraPARI terdekat.

Selama proses migrasi ke uSIM 4G dan pada saat registrasi uSIM, Telkomsel akan memastikan validasi registrasi data pelanggan terdaftar pada kartu non-4G sebelumnya sudah sesuai dengan identitas Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK) yang tercantum pada KTP elektronik dan Kartu Keluarga (KK). Pelanggan disarankan untuk terlebih dahulu melakukan pengecekan kesesuaian identitas diri melalui akses USSD Menu Browser (UMB) *444# langsung dari ponsel pelanggan. Apabila terdapat ketidaksesuaian, pelanggan diharapkan segera melakukan registrasi ulang dengan cara mengetik ULANG<spasi>NIK#Nomor KK# kirim SMS ke 4444.

Kaum Gen Z pun yang gemar membuat konten, unggah foto atau video wisata kini dapat terhubung secara digital melalui produk by.U. Itu merupakan produk seluler prabayar digital milik Telkomsel yang dirancang khusus untuk Gen Z yang mandiri, kreatif, aktif di media sosial, dan mengutamakan kebebasan.

Gen Z juga dapat terus memanfaatkan MyTelkomsel notabene super-app Telkomsel. Sebagai “super app” layanan digital Telkomsel yang memudahkan pengguna mengelola paket data, kuota, transaksi digital, dan layanan digital lainnya. Anak muda yang melakukan promosi wisata lewat ponsel akan sangat terbantu dengan aplikasi yang memungkinkan pengelolaan kuota/data dan akses ke layanan digital lainnya secara mudah.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Martin Tobing
EditorMartin Tobing
Follow Us

Latest Life Lampung

See More

Dari Desa ke Medsos, Gen Z Nyalakan Semangat Promosi Wisata Way Kambas

30 Okt 2025, 05:00 WIBLife