Rokok dan Mobil Picu Inflasi September 2020 Lampung 0,05 Persen

Lebih tinggi dari inflasi nasional

Bandar Lampung, IDN Times - Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung September 2021 mengalami inflasi 0,05 persen (mtm). Nilai itu lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi bulan sebelumnya dan rata-rata inflasi bulan September tiga tahun terakhir masing-masing mengalami deflasi sebesar 0,50 persen (mtm) dan 0,21 persen (mtm).

Pencapaian tersebut juga lebih tinggi dari inflasi nasional mengalami deflasi sebesar 0,04 persen (mtm). Namun lebih rendah dari Sumatera mengalami inflasi sebesar 0,18 persen (mtm).

Secara tahunan, inflasi Provinsi Lampung tercatat sebesar 1,56 persen (yoy), atau lebih rendah dibandingkan inflasi nasional dan Sumatera yaitu sebesar 1,60 persen (yoy) dan 2,08 persen (yoy).

1. Rokok dan mobil picu inflasi

Rokok dan Mobil Picu Inflasi September 2020 Lampung 0,05 PersenIlustrasi cukai rokok. IDN Times/Indiana Malia

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung, Budiharto Setyawan, mengatakan, dilihat dari sumbernya, inflasi September 2021 didorong peningkatan pada beberapa komoditas seperti; rokok kretek filter, mobil, minyak goreng, daging ayam ras dan angkutan udara. Andil masing-masing komoditas itu 0,14 persen; 0,08 persen; 0,04 persen; 0,02 persen; dan 0,02 persen.

Kenaikan harga pada komoditas rokok kretek filter disebabkan oleh peningkatan harga dari distributor dikarenakan adanya kebijakan kenaikan tarif cukai rokok sebesar 12,5 persen yang berlaku sejak 1 Februari 2021. Sementara itu, kenaikan harga mobil dikarenakan adanya pengurangan pemberlakuan insentif PPnBM oleh pemerintah dari 50 persen menjadi 25 persen untuk jenis mobil dengan spesifikasi tertentu.

“Sedangkan kenaikan harga minyak goreng disebabkan oleh masih berlanjutnya peningkatan harga komoditas CPO dunia sebagai bahan baku utama. Selain itu, kenaikan harga daging ayam ras didorong oleh peningkatan permintaan sejak ditetapkannya pelonggaran kebijakan PPKM di Bandar Lampung. Lebih lanjut, dampak penurunan status PPKM tersebut mempengaruhi permintan akan angkutan udara sehingga mendorong peningkatan harga,” papar Budi sapaan akrabnya, Sabtu (2/10/2021).

2. Inflasi tertahan karena deflasi bawang merah dan beberapa komoditas

Rokok dan Mobil Picu Inflasi September 2020 Lampung 0,05 PersenPedagang menata cabai merah di pasar tradisional Peunayung, Banda Aceh, Aceh, Rabu (19/6/2019). Menurut pedagang di daerah itu, harga cabai merah sejak sepekan terakhir di daerah itu mengalami kenaikan dari Rp40.000 menjadi Rp65.000 hingga Rp70.000 perkilogram akibat stok kurang sementara komoditas lainnya bawang merah dan bawang putih masih bertahan tinggi masing-masing Rp40.000 dan Rp50.000 perkilogram. ANTARA FOTO/Ampelsa/pd.

Menurut Budi, inflasi periode terlapor tertahan adanya deflasi pada sebagian komoditas di antaranya telur ayam ras, bawang merah, telepon seluler, cabai merah dan anggur. Andil masing-masing -0,11 persen; -0,06 persen; -0,03 persen; -0,02 persen; dan -0,02 persen.

Penurunan harga yang terjadi pada kelompok telur ayam ras  bersumber dari pasokannya yang cukup melimpah, di tengah terbatasnya proses pemulihan permintaan terutama untuk sektor horeca (hotel, restoran, cafe). Horeca penyumbang konsumsi terbesar telur ayam ras.

Sementara itu, masuknya musim panen untuk komoditas bawang merah yang menyebabkan pasokan meningkat turut mendorong penurunan harga. Sedangkan komoditas telepon selular masih melanjutkan penurunan harga oleh distributor sebagai strategi pemasaran untuk mendorong penjualan. Lebih lanjut, penurunan harga komoditas anggur didorong oleh terbatasanya permintaan dan masuknya masa panen.

Baca Juga: Juni Inflasi Lampung 0,18 Persen, BI: Perlu Mitigasi Kendalikan Inflasi

3. Soroti nilai tukar petani

Rokok dan Mobil Picu Inflasi September 2020 Lampung 0,05 PersenPetani di Babulu Darat yang kawasannya sebagai diklaim masuk Paser (IDN Times/Ervan Masbanjar)

BI Lampung juga menyoroti Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Lampung tercatat lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Peningkatan NTP ini terjadi pada subsektor tanaman pangan, tanaman perkebunan rakyat, peternakan dan perikanan budidaya.

Budi mengatakan, kenaikan NTP tersebut didorong oleh adanya peningkatan harga pada komoditas kelapa sawit, lada, ayam ras pedaging dan sapi potong.  Sementara itu, tekanan inflasi pedesaan yang tergambar dari Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani  tercatat mengalami penurunan sebesar 0,37 persen (mtm) sejalan dengan penurunan harga kelompok makanan, minuman dan tembakau.

"Dengan demikian, NTP September 2021 tercatat meningkat  sebesar 0,47 persen (mtm) dari 102,91 Agustus 2021 menjadi 103,40 September 2021. Meskipun secara umum NTP tercatat di atas 100, namun demikian masih terdapat subsektor yang kinerjanya masih perlu ditingkatkan seperti subsektor Tanaman Pangan dan Hortikultura yang masih berada di bawah 100 yaitu masing-masing sebesar 93,65 dan 93,05," paparnya.

4. Inflasi tetap terkendali rentang tiga plus minus satu

Rokok dan Mobil Picu Inflasi September 2020 Lampung 0,05 PersenIlustrasi Inflasi. (IDN Times/Aditya Pratama)

KPw BI Provinsi Lampung memandang bahwa inflasi akan tetap terkendali rentang sasaran 3±1 persen. Namun demikian, terdapat beberapa risiko yang perlu dimitigasi.

Pertama, peningkatan harga pada komoditas perikanan yang didorong oleh faktor cuaca. Kedua, potensi peningkatan harga beras seiring berkurangnya pasokan memasuki masa tanam gadu.

Ketiga, risiko berlanjutnya kenaikan harga minyak goreng seiring dengan peningkatan harga komoditas CPO Dunia. Keempat, mulai meningkatnya harga komoditas hortikultura seiring dengan berakhirnya masa panen dan masuknya musim penghujan.

Kelima, mulai meningkatnya permintaan masyarakat yang didorong oleh pelonggaran status PPKM Kota Bandar Lampung.

5. Perlu langkah pengendalian inflasi

Rokok dan Mobil Picu Inflasi September 2020 Lampung 0,05 PersenIlustrasi Inflasi. IDN Times/Arief Rahmat

Budi menjelaskan, menjaga agar tingkat inflasi tetap berada pada level yang rendah dan stabil, diperlukan langkah-langkah pengendalian inflasi guna mengantisipasi risiko. Pertama, memastikan keterjangkauan harga dari komoditas-komoditas strategis.

Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dan Satgas Pangan bekerja sama dan bekomitmen untuk terus memastikan keterjangkauan harga, melalui pemantauan harga komoditas-komoditas strategis secara harian. Salah satunya melalui aplikasi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (argapangan.id/, untuk melihat perkembangan harga serta melakukan intervensi kebijakan yang diperlukan.

Kedua, memastikan ketersediaan pasokan kepada produsen, pedagang besar/utama dan pedagang tradisional agar tidak terdapat kendala dalam distribusi pasokan. Khususnya untuk pasokan berasal dari luar Provinsi Lampung tersebut.

Di sisi lain, guna memenuhi ketersediaan pasokan, TPID provinsi/kabupaten/kota perlu untuk terus mengoptimalkan dan meningkatkan koordinasi, salah satunya melalui Kerjasama Antar Daerah (KAD) khususnya untuk pemenuhan pasokan dan menghadapi adanya risiko kenaikan harga komoditas pangan strategis.

Langkah konkrit dapat dilakukan Tim TPID melakukan pendataan neraca pangan secara akurat untuk mengetahui kondisi surplus defisit komoditas di wilayah masing-masing. Selain itu, implementasi Program Kartu Petani Berjaya (KPB)  yang merupakan terobosan untuk mendukung upaya peningkatan produktivitas pertanian dan ketersediaan pasokan perlu terus ditingkatkan.

Ketiga, memastikan kelancaran distribusi melalui TPID dan Satgas Pangan dengan terus memastikan adanya kecukupan pasokan dan kelancaran akses distribusi bahan pokok di Provinsi Lampung di tengah pembatasan mobilitas akibat diberlakukannya PPKM di berbagai wilayah baik di Provinsi Lampung maupun di wilayah lainnya.

Selain stabilitas harga tetap terjaga, kelancaran distribusi juga dapat memudahkan distributor, produsen dan petani dalam memasarkan produknya serta mendapatkan harga yang wajar.  Digitalisasi perlu dioptimalkan seperti pemanfaatan platform e-commerce atau marketplace lokal untuk menjaga kelancaran distribusi dan pemasaran; serta terus mendorong penggunaan transaksi nontunai.

Keempat, meningkatkan komunikasi efektif melalui diseminasi informasi harga dan iklan layanan masyarakat untuk mengimbau masyarakat agar bijak berkonsumsi dan mengurangi asymmetric information untuk menjaga ekspektasi inflasi, terutama di tengah pemberlakuan PPKM  di berbagai wilayah Indonesia. Selain itu, masih terdapat tantangan bagi TPID ke depan yakni upaya penguatan daya beli masyarakat di tengah proses pemulihan ekonomi nasional.

“Oleh karena itu, TPID harus bersama-sama mendorong percepatan realisasi program perlindungan sosial dan perlunya melakukan identifikasi potensi sumber-sumber baru pertumbuhan ekonomi antara lain melalui optimalisasi Local Value Chain (LVC) sebagai strategi dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi di daerah,” ujar Budi.

Baca Juga: Inflasi Juli 2021 Lampung 0,15 Persen, Cabai dan Sewa Rumah Beri Andil

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya