Remaja Lampung Terseret Aksi Demo, 2 Anak Ditangkap Bawa Bom Molotov

- Penangkapan 2 remaja bawa bom molotov dalam aksi demo di Lampung
- Kepolisian menegaskan tidak ada penangkapan represif terhadap massa aksi
- Dinas Pendidikan Lampung fokus pada pengawasan siswa SMA agar tidak ikut aksi
Bandar Lampung, IDN Times - Gelombang aksi unjuk rasa menyoal sikap dan kebijakan pemerintah baru-baru ini banyak terjadi di sejumlah wilayah sejak akhir Agustus hingga awal September 2025. Salah satu dinamika menyeruak terkait isu penangkapan anak di bawah umur oleh aparat penegak hukum.
Di Lampung, ribuan massa tergabung dalam Aliansi Lampung Melawan turut menggelar demo besar-besar di depan Gedung DPRD Provinsi Lampung, Senin (1/9/2025). Meski unjuk rasa massa berlangsung dengan damai dan kondisi, aksi ini sempat diwarnai penangkapan aparat terhadap tiga pelaku tertangkap tangan membawa bom molotov saat massa hendak menuju ke lokasi aksi demonstrasi.
Ironisnya, dua dari ketiga pelaku ditangkap berstatus di bawah umur berinisial MR (15), RFA (16), dan satu lainnya usia dewasa JFI (23). Para warga Tanjungkarang Timur, Kota Bandar Lampung itu kini telah ditahan dan ditetapkan tersangka oleh Satreskrim Polresta Bandar Lampung.
Lantas bagaimana gejolak remaja, khusus anak di bawah umur di Provinsi Lampung terlibat dalam pusaran aksi unjuk rasa?
1. Pastikan tidak ada tindakan penangkapan represif aparat

Menyikapi kondisi ini, Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Yuni Iswadari Yuyun menegaskan, kepolisian daerah dan jajaran memastikan tidak ada upaya penangkapan represif terhadap massa aksi dalam gelaran unjuk rasa telah berlangsung pada awal pekan kemarin, termasuk kalangan pendemo anak di bawah umur.
Menurutnya, kedua anak pembawa bom molotov tersebut bukanlah peserta murni aksi unjuk rasa, melainkan remaja yang mencoba menyusup ke dalam iring-iringan massa saat menuju lokasi demo.
“Penangkapan bersifat represif tidak ada. Anak-anak yang kemarin diamankan itu bukan peserta aksi, tapi mencoba menyusup dan sempat akan memprovokasi. Mereka kami amankan sebelum bertindak lebih jauh,” ujarnya dikonfirmasi, Jumat (5/9/2025).
2. Prosedur penanganan anak sesuai SPPA

Yuni menyampaikan, kepolisian memiliki mekanisme khusus menangani perkara anak. Itu sebagaimana merujuk ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), sehingga anak yang berhadapan dengan hukum otomatis dipisahkan dari penanganan orang dewasa.
“Kalau anak-anak, prosesnya cepat dan selalu melibatkan pihak Balai Pemasyarakatan (Bapas) serta dinas sosial, juga didampingi orang tua. Itu patokan kami dalam menangani perkara anak, jadi hak-hak mereka tetap diperhatikan,” kata dia.
Selain itu, Polda Lampung menyoroti peran media sosial dalam memobilisasi remaja untuk ikut dalam aksi. Oleh karenanya, ia mengimbau agar orang tua meningkatkan pengawasan dan komunikasi dengan anak.
Kepolisian turut mengedepankan koordinasi dengan dinas pendidikan terkait, khususnya melalui unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrimum Polda Lampung hingga jajaran Polres/ta.
“Kami mengimbau orang tua untuk lebih mengawasi anak-anak. Kasus ini jadi pelajaran bersama bahwa pengawasan keluarga sangat penting, jangan sampai anak-anak terbawa arus ajakan di media sosial,” tambah eks Kapolres Metro tersebut.
3. Disdik Pastikan Siswa SMA tidak ikut aksi

Menyoal isu serupa, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Provinsi Lampung, Thomas Amirico mengatakan, instansi di bawah naungannya ini belum menerima pendataan spesifik keikutsertaan siswa SMA sederajat dalam ikut aksi tersebut.
Menurutnya, sebagian anak yang terlihat di sekitar lokasi aksi justru berasal dari tingkat SD dan SMP. Mereka mayoritas sebatas menyaksikan langsung di titik aksi demontrasi.
“Untuk SMA sederajat, kami belum ada laporan siswa ikut aksi. Justru kami sengaja tidak meliburkan sekolah agar siswa lebih terawasi. Kalau mereka di rumah, khawatir lepas dari pantauan orang tua,” katanya.
4. Tekankan para dewan guru pengawasan ekstra

Guna memitigasi keikutsertaan para siswa SMA sederajat dalam aksi 1 September 2025 lalu, Thomas telah menekankan dan mengarahkan para dewan guru dapat melaksanakan pengawasan ekstra di sekolah masing-masing.
Sebab, fokus utama pemerintah daerah dalam kasus ini untuk memastikan para siswa tetap belajar dan terhindar dari aktivitas-aktivitas negatif sehingga bisa merusak masa depan.
"Ya, kami paham betul anak-anak SMA sederajat ini belum memiliki atau bisa mengontrol kondisi emosional dengan baik, sebagaimana dengan kakak-kakaknya di perguruan tinggi, sehingga kami menghindari mereka dari upaya-upaya provokasi," ucap dia.
5. Dari dua anak ditangkap bawa bom molotov, satu masih pelajar SMP

Ihwal keberadaan pelajar atau anak di bawah umur tertangkap tangan membawa molotov sebelum aksi digelar, Thomas mengamini telah menerima informasi tersebut. Ia memastikan dari dua anak ditangkap oleh aparat tersebut, hanya satu masih berstatus pelajar SMP di Bandar Lampung.
"Mudah-mudahan ini jadi pelajaran bagi kita semua untuk lebih mengantisipasi. Anak-anak harus terus kita arahkan ke kegiatan positif, baik di sekolah maupun di rumah,” imbuh Kadisdikbud tersebut.