Kejati Lampung Geledah Rumah Pengklaim Tanah Milik Kemenag

- Tim Kejati Lampung menggeledah rumah TSS terkait dugaan mafia tanah
- Barang bukti seperti sertifikat tanah, dokumen pajak, dan ponsel disita
- Sudah memeriksa 15 saksi dari berbagai unsur untuk memperkuat pembuktian
Bandar Lampung, IDN Times – Tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menggeledah rumah seorang warga berinisial TSS di Kota Bandar Lampung pada Kamis (23/1/2025).
Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Kejati Lampung, Masagus Rudy mengatakan, penggeledahan ini dilakukan dalam rangka mendalami dugaan praktik mafia tanah. "Penggeledahan ini terkait dengan sengketa tanah yang melibatkan aset milik Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Lampung," katanya.
1. Barang disita

Dari penggeledahan tersebut, Masagus menyampaikan, petugas berhasil menyita sejumlah barang bukti berupa sertifikat tanah, akta jual beli (AJB), surat ahli waris, dokumen pajak, serta ponsel milik TSS. Kejati Lampung menilai pengumpulan alat bukti ini sebagai langkah penting dalam proses penyidikan.
"Hari ini, tim melakukan penggeledahan di rumah TSS yang merupakan pihak swasta. Penggeledahan ini merupakan bagian dari upaya pengumpulan alat bukti dalam kasus mafia tanah ini," ujarnya.
2. Periksa 15 saksi

Masagus membeberkan, hingga saat ini, kejati telah memeriksa 15 saksi berasal dari berbagai unsur, termasuk pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Lampung dan Lampung Selatan, aparatur desa, serta ahli waris yang terkait dengan tanah tersebut.
"Saat ini, kami masih mendalami keterlibatan pihak-pihak lain dan terus mengumpulkan alat bukti yang diperlukan. Upaya ini dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan menentukan tersangka dalam kasus ini," bebernya.
3. Kasus mafia tanah

Kasus ini berawal dari dugaan tindak pidana korupsi terkait pengalihan hak atas tanah negara seluas 17.200 meter persegi. Tanah tersebut tercatat dalam sertifikat hak pakai No. 12/NT/1982 terletak di Desa Pemanggilan, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.
Aset ini diketahui milik Kemenag Provinsi Lampung dan diperkirakan menyebabkan kerugian negara hingga Rp43 miliar. "Kejati Lampung berkomitmen untuk terus mendalami kasus mafia tanah ini guna mengungkap semua pihak yang terlibat dan membawa keadilan bagi negara," jelasnya.