Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

IDI Soroti Dugaan Pungli Dokter RSUDAM: Dilema Antara Etika-Kebijakan

IMG-20250822-WA0009.jpg
RSUD Abdul Moeloek, Kota Bandar Lampung. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).
Intinya sih...
  • Standar pelayanan tinggi vs keterbatasan JKN
  • Dorong pemerintah pusat cari solusi bersama
  • Momentum perbaikan sistem
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandar Lampung, IDN Times - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Lampung menanggapi kasus dugaan pungutan liar (Pungli) terhadap pasien peserta BPJS Kesehatan menyeret nama dokter RSUD Abdul Moeloek, dr Billy Rosan.

Ketua IDI Lampung, dr Josi Harnos.,MARS menegaskan, persoalan dalam kasus tersebut tidak bisa dilihat semata-mata dari sisi hukum maupun individu dokter, melainkan terkait dilema kebijakan layanan kesehatan nasional.

"Kami memandang ini bukan masalah rekening pribadi, bukan juga tentang pilihan (opsi) atau apa. Kasus ini ada karena tidak ada jalan keluar akibat keterbatasan layanan BPJS dan kode etik profesi dokter yang menuntut memberikan pelayanan dengan standar tinggi," ujarnya dikonfirmasi, Sabtu (23/8/2025).

1. Antara standar pelayanan tinggi dengan keterbatasan JKN

IMG-20250822-WA0012.jpg
Manajemen RSUDAM bersama dr Billy Rosan menggelar konferensi pers terkait dugaan kasus pungli pasien BPJS. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Josi menegaskan, setiap dokter terikat sumpah profesi dan etika kedokteran untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan standar tertinggi sesuai ketentuan telah koliegium. Namun dalam praktiknya, pelayanan pasien JKN seringkali terbentur keterbatasan anggaran.

"Perlu dipahami, dalam pelaksanaan sistem JKN, bukan rumah sakit atau dokter yang membatasi pelayanan pasien, melainkan besaran biaya yang ditanggung,” ucapnya.

Lebih lanjut ia mencontohkan, operasi sederhana semisal usus buntu bisa memakan biaya lebih tinggi dari plafon yang ditetapkan BPJS. Akibatnya, rumah sakit tidak mampu menyediakan seluruh alat medis sesuai standar tertinggi, sementara dokter tetap dituntut memenuhi sumpah profesinya.

“Inilah titik dilema dokter. Bukan soal rekening pribadi atau mencari keuntungan, tapi standar keilmuan menuntut pelayanan terbaik. Sedangkan kemampuan anggaran rumah sakit terbatas,” tegas dia.

2. Dorong pemerintah pusat bergerak cepat cari solusi bersama

IMG-20250822-WA0010.jpg
RSUD Abdul Moeloek, Kota Bandar Lampung. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Dalam kasus menimpa dr. Billy disebutkan Josi, ini bukan hanya fenomena terjadi di Provinsi Lampung, melainkan persoalan kompleks dialami para pemegang profesi dokter maupun rumah sakit secara nasional.

Berkaca dari kasus tersebut, ia mendorong para pemangku kebijakan dalam hal ini pemerintah pusat segera mengambil langkah-langkah kongkret, guna sama-sama mencari solusi. Sebab, jika tidak ada kejelasan kebijakan, maka risiko terbesar justru ditanggung pasien.

“Kalau bicara hukum, memang dokter bisa dianggap salah. Tapi dari sisi humanis, kita bicara upaya terbaik untuk pasien. Karena hasil tindakan itu tetap Tuhan yang menentukan. Jadi, jangan hanya menghakimi individu, akar masalahnya ada di kebijakan,” katanya.

3. Momentum perbaikan sistem

ilustrasi menggunakan aplikasi mobile Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan. (IDN Times/Dhana Kencana)
ilustrasi menggunakan aplikasi mobile Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan. (IDN Times/Dhana Kencana)

Josi menambahkan, IDI Wilayah Lampung berharap pemerintah pusat mengambil langkah tegas, agar rumah sakit rujukan seperti RSUD Abdul Moeloek dapat memberikan pelayanan sesuai standar kedokteran tanpa membebani pasien maupun dokter.

"Ini tidak bisa hanya diputuskan oleh pemerintah daerah saja tapi di tingkat pusat, bukan saatnya mencari siapa yang salah dan siapa yang bertanggungjawab tapi ini momentum memperbaiki sistem," imbuh dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Martin Tobing
EditorMartin Tobing
Follow Us