Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Dear KPU, Akademisi Lampung Ingatkan Tak Main-main Susun PKPU Pilkada

Plt Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Intinya sih...
  • KPU diminta tidak mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi terkait PKPU Pilkada 2024
  • Putusan MK memiliki derajat hukum lebih tinggi dibandingkan putusan Mahkamah Agung
  • Ketidakpatuhan KPU terhadap putusan MK dapat berakibat pada konsekuensi hukum dan bahaya dalam konsep negara hukum

Bandar Lampung, IDN Times - Kalangan akademisi di Provinsi Lampung mewanti-wanti Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak "main-main" dalam penyusunan Peraturan KPU (PKPU) terkait pencalonan Pilkada serentak 2024 pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila), Yusdiyanto menegaskan, keberadaan KPU sebatas lembaga penyelenggara dan pelaksanaan undang-undang, bukan lembaga penafsir ataupun perumus hukum.

"Kita harus tegaskan, KPU tidak boleh mengabaikan dan menolak hukum, karena tugasnya hanya menyelenggarakan dan menjalankan apa yang sudah diputus dan dirumuskan lembaga pembuat hukum dalam hal ini MK," ujarnya dikonfirmasi, Sabtu (24/8/2024).

1. Tegaskan putusan MK lebih tinggi derajatnya dibandingkan putusan MA

Akademisi Hukum Tata Negara Universitas Lampung (Unila), Dr Yusdiyanto. (DOK. Unila).

Merujuk dan menimang putusan MK dan Mahkamah Agung (MA) diperdebatkan ihwal syarat pencalonan kepala daerah secara akademik, Yusdiyanto menerangkan, KPU sejatinya harus menyadari dan memahami bahwa putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 derajat lebih tinggi dibandingkan putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 mengatur batasan usia pencalonan kepala daerah.

Pasalnya, putusan MA sebatas menguji PKPU. Sementara putusan MK mengembalikan syarat penetapan usia pencalonan diuji oleh MA sebelumnya.

"Kalau bicara mengenai pilihan derajat hukumnya, maka KPU secara pantas dan wajar harus menggunakan dan memilih putusan MK dibanding MA dalam PKPU Pilkada nanti," tegasnya.

2. Pembangkang konstitusi bakal hadirkan konsekuensi hukum

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Bilamana KPU nantinya melakukan pengingkaran terhadap putusan MK, Yusdiyanto mengingatkan, lembaga penyelenggara pemilihan umum tersebut bakal menerima konsekuensi hukum dikemudian hari. Salah satunya ihwal manakala ada gugatan pencalonan kepala daerah menyoal kesesuaian regulasi telah diputuskan oleh MK.

"Maka secara otomatis dapat berlaku atau dapat dikabulkan, sebab landasan hukumnya MK dan pembuat akar masalahnya adalah KPU. Saya kira sikap konsistensi KPU kita tunggu. Ingat, filosofi KPU hanya penyelenggara bukan perumus atau pemutus hukum," tukasnya.

3. KPU terkesan lebih mengutamakan kepentingan penguasa

Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), Mochammad Afifuddin. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Dalam persoalan ini, Yusdiyanto turut menilai, KPU seakan terbang pilih terhadap putusan hukum. Pasalnya, polemik ini jelas berbanding terbalik saat mengikuti putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden, hingga memberi karpet merah bagi Gibran Rakabuming Raka diusung sebagai calon wakil presiden.

"Kita lihat, putusan MK 90 tanpa PKPU langsung bisa berjalan, rasa-rasanya KPU seperti tebang pilih dan tidak konsisten serta terkesan lebih mementingkan kepentingan para penguasa, ketimbang kepentingan hukum," ucapnya.

Lebih lanjut Yusdianto mengingatkan KPU, putusan MK mengatur pencalonan Pilkada 2024 bersifat final and binding atau final dan mengikat. Artinya, putusan langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan para hakim konstitusi.

"Maka semua yang terkait pengaturan tersebut secara langsung legesinya berdasarkan putusan MK, tidak ada lagi tafsir atau perdebatan, pengajuan, pengabaian sama dilakukan Baleg DPR RI mencoba mencari win-win solution, tidak ada, gak boleh, bahaya itu untuk KPU," tegas Ahli Hukum Tata Negara tersebut.

4. Ingatkan putusan MK dapat langsung dieksekusi pada Pilkada 2024

Dosen Fakultas Hukum, Bidang Hukum Tata Negara UBL, Rifandy Ritonga. (IDN Times/Istimewa).

Sikap tegas serupa juga dilontarkan Dosen Fakultas Hukum di Universitas Bandar Lampung (UBL), Rifandy Ritonga. Ia menyebutkan, putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 ini bak anugerah bagi demokrasi Tanah Air.

Pasalnya, putusan ini terbukti telah menggugah banyak masyarakat khususnya kalangan mahasiswa dan insan kampus menyoroti keberlangsungan demokrasi. "Ini bukti perjuangan mempertahankan hak konstitusional memang benar-benar berjalan dan MK meng-aminkan," kata dia

Seiring hal itu, ia turut mengingatkan, putusan MK bisa langsung dieksekusi dan berjalan di agenda politik Pilkada serentak 2024. Sehingga tidak satupun ada tafsir berbeda dapat diberlakukan kecuali sebagaimana telah diputuskan oleh MK tersebut.

"Dengan begitu, kalaupun ada datang dari DPR dan pemerintah atau penyelengara pemilu bisa dikatakan melakukan pembangkangan terhadap konstitusi. Ini menjadi bahaya dalam konsep negara hukum," lanjutnya.

5. Putusan MK final dan mengikat

Ilustrasi - Suasana pembahasan revisi UU Pilkada di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Rabu (21/8/2024). (IDN Times/Amir Faisol).

Rifandy melanjutkan, eksekutif dan legislatif maupun penyelenggara pemilihan umum harus belajar menghormati keputusan lembaga tunggal penafsir konstitusi dalam hal ini MK.

Menurutnya, ketidakpatuhan terhadap putusan MK sama artinya menunda terjadinya keadilan atau bisa dikatakan sebagai penolakan terhadap keadilan, sebab putusan MK bersifat final dan mengikat.

"Kita harus sama-sama menjaga terlebih lembaga negara sebagai pelaksana mandat konstitusi. Jangan sampai kita semua menyesal oleh akibat-akibat berbahaya yang akan terjadi, dikarenakan penolakan keadilan telah diputus oleh peradilan konstitusi kita," tandasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Tama Wiguna
Martin Tobing
Tama Wiguna
EditorTama Wiguna
Follow Us