Inflasi 2022 Lampung, Bank Indonesia Soroti Risiko Perlu Dimitigasi

Perlu langkah konkret pengendalian inflasi

Bandar Lampung, IDN Times – Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung menilai, awal 2022 inflasi akan tetap terkendali rentang 3±1 persen. Kendati demikian, ada beberapa risiko perlu dimitigasi.

Risiko itu antara lain, inflasi risiko kelompok inti, ketidakpastian global yang cukup tinggi, kenaikan harga komoditas global impor, kenaikan harga akibat second round impact Volatile Food (VF) dan Administered Price (AP) serta peningkatan ekspektasi inflasi.

Hal itu disampaikan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung, Budiharto Setyawan, Rabu (5/1/2022).

Baca Juga: Harga Komoditi Naik, Inflasi Lampung Desember 2021 Capai 0,99 Persen

1. Risiko patut disoroti picu inflasi 2022

Inflasi 2022 Lampung, Bank Indonesia Soroti Risiko Perlu DimitigasiIlustrasi inflasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Budiharto menjelaskan, risiko kelompok Volatile Food (VF) terbatasnya ketersediaan pasokan pangan merespons recovery permintaan domestik. Selain itu, kendala cuaca menyebabkan gangguan produksi pertanian (beras dan aneka cabai) dan perikanan, problem struktural pola tanam dan manajemen impor serta inefisiensi tata niaga pangan patut diwaspadai.

Terkait risiko kelompok Administered Price (AP) imbuhnya, kenaikan harga minyak dan gas global serta kenaikan inflasi tarif angkutan seiring peningkatan mobilitas masyarakat.

Dalam rangka mengantisipasi beberapa risiko tersebut, diperlukan langkah-langkah pengendalian inflasi yang konkret. Terutama untuk menjaga inflasi yang tetap rendah dan stabil,” papar Budiharto.

2. Empat langkah pengendalian inflasi tahun ini

Inflasi 2022 Lampung, Bank Indonesia Soroti Risiko Perlu DimitigasiIlustrasi Minyak Goreng. (IDN Times/Sunariyah)

Budiharto mengatakan, langkah konkret pengendalian inflasi perlu dilakukan pertama, memastikan keterjangkauan harga, dengan cara menjaga daya beli masyarakat (Bansos, Subsidi, BLT). Selain itu, penguatan penyaluran Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) beras medium, stabilisasi nilai tukar Rupiah, percepatan realisasi dan refocusing APBN dan APBD.

Kedua, memastikan ketersediaan pasokan dengan menjaga cadangan pangan nasional (terutama beras sebagai komoditas utama) dan penguatan Kerjasama antardaerah (KAD), korporatisasi pertanian. BI juga menilai perlu mendorong peningkatan produktivitas via pembangunan lumbung pangan Food Estate melalui peningkatan produksi pangan hortikultura dan perluasan adopsi tekonologi (IoT) dalam budidaya pertanian serta implementasi Program Kartu Petani Berjaya (KPB).

Ketiga, memastikan kelancaran distribusi melalui perluasan pemasaran melalui platform digital. Itu bisa dilakukan apabila implementasi digitalisasi UMKM pangan sisi hilir yakni fasilitasi UMKM pangan binaan dengan e-commerce ditingkatkan. Selain itu, melakukan inovasi sistem logistik, pembangunan sistem logistik daerah (Tugas TPID sesuai Keppres 23/2017) serta mendorong kemitraan industri dengan petani.

Keempat, meningkatkan komunikasi efektif dengan terus meningkatkan koordinasi TPIP-TPID, melakukan perluasan pemanfaatan PIHPS dan sistem harga lainnya sebagai landasan kebijakan TPID. Selain itu, melakukan peningkatan validitas dan kesinambungan data pangan dan pemantauan indikator terkini ekonomi daerah (Early Warning System) yang akurat dan terkini untuk memantau perkembangan perekonomian daerah.

3. Faktor pemicu inflasi 2021 naik dibanding tahun sebelumnya

Inflasi 2022 Lampung, Bank Indonesia Soroti Risiko Perlu DimitigasiIlustrasi pangan. IDN Times/Holy Kartika

Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung periode 2021 tercatat berada pada kisaran sasaran 3,0±1 persen. Capaian inflasi IHK tahun 2021 tercatat sebesar 2,19 persen (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun 2020 yakni 2,00 persen (yoy).

Budiharto mengatakan, peningkatan tekanan inflasi di tahun 2021 terjadi pada kelompok inflasi kelompok bahan pangan bergejolak (VF) dan harga yang diatur pemerintah (AP). Inflasi kelompok VF terpantau meningkat sebesar 5,50 persen (yoy) dibandingkan realisasi tahun sebelumnya sebesar 4,19 persen (yoy).

Perkembangan tersebut terutama dipengaruhi oleh adanya peningkatan harga komoditas global yang berdampak langsung terhadap harga pada komoditas VF. Selain itu, faktor cuaca tahun 2021 yang cenderung kemarau basah sehingga mempengaruhi produksi komoditas pangan.

“Penyesuaian tarif cukai rokok ditengah terbatasnya permintaan masyarakat akibat pandemik COVID-19 juga jadi pemicu,” katanya.

Kelompok AP terpantau mengalami peningkatan sebesar 2,40 persen (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2020 yakni 1,35 persen (yoy). Meningkatnya inflasi komoditas AP didorong oleh adanya peningkatan tarif cukai rokok yang ditransmisikan sepanjang tahun 2021.

“Tekanan inflasi pada kelompok inti lebih terkendali dibandingkan tahun lalu. Itu seiring permintaan masyarakat yang belum sepenuhnya pulih akibat adanya pembatasan mobilitas di tahun 2021 yang disebabkan oleh merebaknya COVID-19,” papar Budiharto.

Baca Juga: Simak Evaluasi Perekonomian Provinsi Lampung 2021 hingga Prediksi 2022 

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya