Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Walhi Lampung menyoroti dan mendampingi warga Kampung Kuala Teladas, Kecamatan Dente Teladas, Kabupaten Tulang Bawang. (IDN Times/Istimewa)
Walhi Lampung menyoroti dan mendampingi warga Kampung Kuala Teladas, Kecamatan Dente Teladas, Kabupaten Tulang Bawang. (IDN Times/Istimewa)

Intinya sih...

  • Pembatalan IUP pasir laut

  • Upaya kurangi eksploitasi pasir laut

  • Kutuk keras kegiatan ekspor

Bandar Lampung, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung menyambut baik putusan Mahkamah Agung (MA) kembali melarang kegiatan ekspor pasir laut dan mendesak pemerintah menaati putusan mahkamah tersebut.

Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri mengatakan, putusan MA Nomor 5/PHUM/2025 mencabut Pasal 10 ayat (2), (3), dan (4) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi di laut ini, menandai satu kemajuan dalam penyelamatan dan perlindungan lingkungan hidup. Terutama ekosistem laut dan hak masyarakat pesisir serta masyarakat adat hidup bergantung pada laut.

"Keputusan ini menjadi penegasan hukum, bahwa praktik ekspor pasir laut adalah bentuk pelanggaran terhadap asas keberlanjutan dan keadilan ekologis," ujarnya dimintai keterangan, Sabtu (28/6/2025).

1. Pembatalan IUP pasir laut

ilustrasi tanda tangan (pexels.com/Pixabay)

Irfan menjelaskan, pasal-pasal dibatalkan oleh MA sebelumnya mengatur hasil sedimentasi laut berupa pasir laut dapat diambil, diangkut, dijual, dan diekspor melalui mekanisme pemberian izin usaha pertambangan (IUP) oleh pemerintah pusat maupun daerah.

Dengan kata lain, ketentuan ini secara nyata membuka kembali praktik eksploitasi dan ekspor pasir laut yang sebelumnya telah dilarang melalui berbagai kebijakan seperti Kepres Nomor 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut, Inpres Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pengendalian Penambangan Pasir Laut Permendag No: 02/M-DAG/PER/1/2007 tentang Larangan Ekspor Pasir, Tanah dan Top Soil (Termasuk Tanah Pucuk Atau Humus).

"Walhi Lampung menilai, kebijakan PP 26 Tahun 2023 tidak berpihak pada kepentingan ekologis dan sosial, serta mengabaikan risiko kerusakan ekosistem pesisir dan laut yang selama ini menjadi penyangga kehidupan nelayan tradisional dan masyarakat pesisir, serta bertentangan dengan UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, terutama Pasal 56," ucapnya.

2. Upaya kurangi eksploitasi pasir laut

Walhi Lampung menyoroti dan mendampingi warga Kampung Kuala Teladas, Kecamatan Dente Teladas, Kabupaten Tulang Bawang. (IDN Times/Istimewa)

Irfan melanjutkan, walaupun Putusan MA No. 5/PHUM/2025 tidak membatalkan PP 26 Tahun 2023 secara keseluruhan, namun ini telah menandakan peraturan tersebut memang bermasalah dan bertentangan. Oleh karenanya, ini patut dilihat sebagai langkah untuk mengurangi eksploitasi pasir laut di Indonesia ke depannya, terutama di Provinsi Lampung.

Terlebih menjadi salah satu pokok permohonan putusan tersebut terkait dengan klaim dari pemerintah, bahwa sedimentasi akan dikeruk di dalam area Sedimentary Wedge yang berjarak 0 sampai 600 Km dari shore (pesisir) yang merupakan material “sampah” yang tidak bernilai ekonomis, tetapi pada kenyataannya praktik penambangan di lapangan berbeda.

"Contoh kasus Laut Kuala Teladas di Kabupaten Tulang Bawang, Lampung dan Perairan Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan adalah pasir laut di wilayah Abyssal Plain yang tidak memiliki urgensi untuk dikeruk, karena tidak menimbulkan perairan menjadi keruh dan mengganggu ekosistem," tegasnya.

3. Kutuk keras kegiatan ekspor

Aktivitas penambangan pasir laut di Pulau Karimun, Provinsi Kepulauan Riau (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Sebagai provinsi pesisir dengan garis pantai sepanjang 1.100 Km lebih, Irfan mengungkapkan, Lampung memiliki ekosistem laut rentan terhadap eksploitasi besar-besaran, termasuk melalui aktivitas pertambangan pasir laut.

Maka dari itu, Walhi Lampung mengutuk keras upaya pemerintah mencoba membangkitkan kembali praktik eksploitasi dan ekspor pasir laut telah terbukti menyebabkan kerusakan ekologi secara masif, abrasi pesisir, kehancuran habitat laut, dan pemiskinan nelayan tradisional.

Oleh sebab itu Walhi Lampung mendesak pemerintah segera menaati putusan MA untuk mencabut Pasal 10 ayat (2), (3), dan (4) dalam PP Nomor 26 Tahun 2023 dan segera mencabut seluruh izin pengambilan pasir laut yang telah terbit pasca PP 26 Tahun 2023.

"Kami meminta pengembalian prinsip pengelolaan laut berbasis kedaulatan rakyat dan keadilan ekologis dan pelibatan masyarakat pesisir, nelayan, dan masyarakat adat dalam pengambilan keputusan pengelolaan wilayah laut," serunya.

Editorial Team