PAD Minim, Gubernur Lampung Curhat Tantangan Fiskal ke DPR RI

- Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, memaparkan tantangan fiskal Provinsi Lampung dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
- PDRB Lampung mencapai Rp483,8 triliun pada 2024, menjadi keempat tertinggi di Pulau Sumatera dengan pertumbuhan ekonomi yang belum melampaui rata-rata nasional.
- Lampung memiliki potensi ekonomi dan demografi besar, namun realisasi PAD masih rendah, terutama di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota.
Bandar Lampung, IDN Times - Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal memaparkan sejumlah tantangan fiskal Provinsi Lampung meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) saat Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR RI dan Menteri Dalam Negeri di Jakarta, Selasa (29/4/2025).
Mirza, sapaan akrabnya, menyoroti ketimpangan dalam struktur belanja daerah, pertumbuhan ekonomi, kondisi fiskal masih bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH).
"Sekarang isu di Lampung jalan rusak warga gak mau tahu, bukan karena APBD-nya. Pokoknya katanya gubernurnya gak bener, bupatinya gak bener, wali kotanya gak bener, padahal memang kondisinya seperti itu. Nah memang kita belum punya bagaimana caranya supaya PAD itu lebih besar lagi," ujarnya.
1. PDRB Provinsi Lampung keempat tertinggi di Sumatera

Mirza melanjutkan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung sejauh ini terus berupa memperkuat percepatan pembangunan sebagai upaya konkret mewujudkan visi "Lampung Maju". Diakui, meski Lampung memiliki potensi ekonomi dan demografi besar, namun realisasi PAD masih tergolong rendah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota.
“Lampung merupakan provinsi terpadat kedua di Sumatra setelah Sumatra Utara, dengan jumlah penduduk mencapai 9,4 juta jiwa. Namun, pertumbuhan ekonomi kami dalam beberapa tahun terakhir tidak pernah melampaui rata-rata nasional,” katanya.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Lampung pada 2024 tercatat sebesar Rp483,8 triliun dan menjadi keempat tertinggi di Pulau Sumatera. Tiga sektor utama menopang PDRB meliputi pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan menyumbang sebesar 59,39 persen.
"Walaupun begitu, rasio APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah) terhadap jumlah penduduk di Lampung merupakan yang terendah di Sumatra. Total APBD seluruh kabupaten dan kota di Lampung mencapai sekitar 32 triliun, namun hanya sekitar 6 persen berasal dari PAD. Di tingkat provinsi, PAD 2024 mencapai 59 persen dari total APBD sebesar 8,3 triliun,” lanjut dia.
2. PAD sangat minim

Mirza juga menyampaikan, total dari 15 kabupaten dan kota di Lampung, sebanyak 10 hingga 11 daerah memiliki PAD di bawah 10 persen, bahkan di antaranya ada yang hanya mencapai 3 persen. “Jadi kondisi saat ini di Lampung ekonomi hidup, tetapi PAD kami kecil,” imbuhnya.
Gubernur turut menyoroti ketimpangan dalam struktur belanja daerah, khususnya belanja pegawai yang menyerap porsi besar dari anggaran daerah. “Ada satu kabupaten yang belanja pegawainya mencapai 80 persen dari total APBD, bahkan setelah mengikuti kewajiban mandatori total belanjanya menjadi 105 persen, sehingga tidak ada ruang untuk belanja lainnya,” lanjut dia.
3. Lampung tak miliki sumber daya tambang

Mirza menambahkan, tantangan kondisi menyebabkan sebagian besar kondisi fiskal pemerintah daerah di Lampung sangat bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat seperti DAU, DAK, dan DBH.
“Dari total belanja daerah sebesar 7,5 triliun, hanya sekitar Rp1,2 triliun yang bisa dialokasikan untuk belanja modal. Sementara kebutuhan daerah sangat besar, termasuk untuk infrastruktur jalan sepanjang 1.700 kilometer dan pelayanan kepada 9,4 juta penduduk,” jelasnya.
Oleh karenanya, ia menyinggung minimnya kontribusi fiskal dari aktivitas ekonomi besar yang berlangsung di wilayah Lampung, seperti pengiriman batu bara dan kegiatan ekspor-impor melalui pelabuhan. Sebab, Lampung tidak memiliki sumber daya tambang yang signifikan untuk mendongkrak PAD seperti halnya beberapa provinsi lain di Sumatera.
“Kami belum memiliki cara yang efektif untuk meningkatkan PAD secara signifikan. Sumber daya tambang tidak tersedia dan meskipun kami dilalui alur distribusi komoditas, manfaat fiskal langsung hampir tidak ada,” kata gubernur.