Nobar dan Diskusi Invisible Hopes, Kumpulkan Rekomendasi 17 Provinsi

Bandar Lampung, IDN Times - Setelah dilakukan di 16 provinsi berbeda di Indonesia, tur pemutaran film dokumeter Invisible Hopes akhirnya sampai ke Lampung.
Invisible Hopes merupakan film dokumeter berlatar polemik lahirnya anak-anak dari perempuan narapidana di lembaga pemasyarakatan (lapas) Indonesia garapan Lam Horas Production. Film ini pun meraih penghargaan kategori film dokumenter panjang pada Festival Film Indonesia 2021.
Sutradara sekaligus produser film, Lamtiar Simorangkir mengatakan pemutaran film ini dilakukan untuk mendorong para stakeholder negeri untuk memberikan rekomendasinya terhadap permasalahan anak-anak dalam lapas ini kepada pemerintah pusat.
“Lampung adalah provinsi ke 17 di Indonesia yang telah nobar langsung Invisible Hopes. Harapannya dalam diskusi film ini kita bisa mendorong stakeholder lokal untuk langkah kongkretnya dan mengumpulkan rekomendasi dari semua pihak untuk dibawa ke pemerintah pusat,” kata Lamtiar saat pemutaran film di Bandar Lampung, Selasa (12/9/2023).
1. Alasan perlunya menonton Invisible Hopes

Lamtiar menceritakan, Invisible Hopes lahir dari kerinduannya untuk mengangkat isu sosial penting di Indonesia dalam sebuah film. Disela waktu luangnya, Lam Horas Production pun menggarap film ini supaya ada perubahan lebih baik untuk Indonesia.
“Ternyata banyak anak-anak yang harus lahir di balik jeruji penjara. Saya rasa ini perlu diangkat, masyarakat perlu tahu, negara harus lihat, bahwa banyak sekali anak-anak yang haknya perlu dipenuhi di sana,” jelasnya.
Ia mengaku, membuat film ini bukan untuk menjelekan beberapa pihak, namun untuk mencari solusi terbaik khususnya untuk anak-anak yang lahir dan sempat besar di penjara.
2. Sulitnya menggarap film dokumenter Invisible Hopes

Lamtiar menjelaskan, sangat tidak mudah membuat film tersebut. Beberapa kesulitan dalam membuat film ini di antaranya adalah perizinan, pendekatan pada petugas lapas, narasumber, dan pendanaan.
“Seperti yang saya bilang tadi, buat film ini tuh kita (tim produksi) sampai berdarah-darah istilahnya. Tapi perhatian dari luar (untuk anak-anak di dalam lapas) ini sangat sangat minim makanya kami berusaha menyelesaikan film ini,” ujarnya.
Lamtiar mengatakan, bahkan dari pembuatan film sampai sekarang, perhatian tersebut masih minim. Sehingga dengan nobar ini ia ingin masyarakat dan negara mulai melihat adanya polemik dalam lapas perempuan.
“Karena kebutuhan anak bukan tanggung jawab lapas. Makan anak ini, kebutuhan sehari-harinya semua pampers, berobat ketika sakit, harus ibunya sendiri yang berusaha,” imbuhnya.
3. Anak lahir di lapas tetap berada di lapas sampai usia 3 tahun

Mirisnya lagi, ia melanjutkan dalam UU No.22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, anak-anak lahir di lapas tetap bersama ibunya sampai anak tersebut berusia 3 tahun.
“Bahkan ada kasus sampai 4 tahun anak itu di lapas karena gak ada keluarga yang mau merawatnya. Padahal usia 1 sampai 5 tahun itu golden age, di mana anak-anak itu akan meniru apa yang ia lihat di lingkungannya,” jelasnya.
Di tambah banyak perempuan di lapas tersebut merupakan korban dari suami atau pacar mereka sendiri. Napi lapas narkoba ini mayoritas adalah kurir dan mereka tidak tahu benda apa yang mereka antarkan.
“Banyak yang mereka disuruh antar (narkoba) sama suami atau pacar, entah atas dasar cinta atau apa mereka akhirnya ngantar dengan imbalan uang 50 ribu tapi gak tahunya itu narkoba, mereka sudah diincar dan tertangkap,” imbuhnya.
4. Rekomendasi akan dibawa ke 6 kementerian setelah tur ke 17 provinsi

Lamtiar menilai, perlu adanya ide dan rekomendasi dari para pemerhati, pemda, dan penegak hukum. Hukum memang harus tetap berjalan, namun ada hal-hal perlu diperhatikan ketika menangkap perempuan hamil.
“Karena mayoritas napi tersebut adalah dari kalangan masyarakat ekonomi ke bawah. Sedangkan anak-anak itu hanya bergantung pada donasi untuk makan. Artinya ada anak yang harus dilindungi dan dipenuhi haknya,” katanya.
Ia melanjutkan, nantinya rekomendasi dari 17 provinsi ini akan diserahkan ke enam kementerian pada awal Oktober 2023, yakni kepada kemenkumham, kemenkes, kemensos kemendagri, dan kemenpppa, dan kemendikbud.
5. Beberapa rekomendasi dari stakeholder Lampung

Perwakilan Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Provinsi Lampung, Heni dalam acara tersebut mengatakan ada tiga kebutuhan sasaran dengan fokus anak anak dalam kasus anak lahir di lapas yakni kebutuhan ketika masih dalam kandungan, saat lahir, dan ketika usia 3 tahun harus keluar dari lapas atau dipisahkan dari orang tuanya.
“Kami rasa perlu dilakukan pemetaan kebutuhan baik ibu maupun anak, barulah bisa dilakukan semacam pembagian peran sesuai kewenangan dan koridornya. Selain itu perlu diskusi panjang juga karena setiap lembaga punya kewenangan masing-masing,” katanya.
Selain itu, beberapa pendapat dari masyarakat juga mengatakan perlu adanya wadah untuk merawat anak-anak tersebut dan kemungkinan sebaiknya anak-anak itu dipisahkan dari orang tuanya saat setelah lahir saja.
“Secara regulasi pun anak-anak lahir dari napi ini tidak masuk kategori anak-anak terlantar. Jadi perlu adanya perubahan itu agar anak-anak ini bisa menjadi tanggung jawab negara secara hukum. Selain itu perlu juga berkoordinasi dengan dukcapil setempat untuk pendataan kelahiran mereka,” tambah Lamtiar.