Perusahaan BUMN di Lamsel Diduga Laporan Fiktif Pajak Air Bawah Tanah 

Tim monitoring Pemkab Lamsel tinjau langsung ke perusahaan

Lampung Selatan, IDN Times - Sejumlah perusahaan di Kabupaten Lampung Selatan diduga membuat laporan fiktif atau tidak sesuai fakta terkait penggunaan air bawah tanah. Bahkan ada perusahaan yang belum membayar Pajak Air Tanah, lantaran belum melaporkan jumlah penggunaan air tanahnya ke Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD). 

Itu merujuk Tim Terpadu Pengawasan, Penertiban, dan Evaluasi Perizinan Perusahaan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Selatan melakukan monitoring ke sejumlah perusahaan. Hasil monitoring tim terpadu kemarin, diketahui PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Bakauheni, memiliki 7 titik sumur bor.

Namun, hanya lima sumur bor yang digunakan. Dari lima sumur bor yang digunakan tersebut, hanya tiga sumur yang mempunyai alat pencatat debet air (flow meter). Padahal, semua penggunaan SIPA (Surat Izin Pengambilan Air Tanah), harus ada flow meter untuk mengukur volume penggunaaan air.

Baca Juga: Keren! Pengusaha Penggilingan Padi Lamsel Sumbang 3,6 Ton Beras

1. Volume air dibayar pajak PT ASDP ternyata hanya yang dijual ke kapal

Perusahaan BUMN di Lamsel Diduga Laporan Fiktif Pajak Air Bawah Tanah Tim Terpadu Pengawasan, Penertiban, dan Evaluasi Perizinan Perusahaan Pemkab Lampung Selatan melakukan monitoring ke PT ASDP Cabang Bakauheni, Selasa (7/9/2021) (IDN Times/Istimewa).

Temuan lainnya terkait sumur bor ASDP adalah, volume air yang dibayarkan pajaknya, hanya yang dijual ke kapal, dan bukan jumlah produksi seluruh sumur bor yang dimiliki PT ASDP.

Bahkan, jumlah volume air yang dilaporkan ke BPPRD Lampung Selatan pun tidak didukung dengan dokumen pendukung, dan hanya berupa laporan saja.

“Jika seperti ini kan dapat menimbulkan kecurigaan, apa yang dilaporkan tidak akurat. Harusnya disertai dokumen pendukung,” kata Kepala Dinas Kominfo Lampung Selatan M. Sefri Masdian, selaku Ketua Tim Terpadu Pengawasan, Penertiban, dan Evaluasi Perizinan Perusahaan, Kamis (9/9/2021). 

Lebih lanjut Sefri menyampaikan, dokumen pendukung dimaksud, yakni bukti yang menunjukkan volume air pada awal, dan volume air pada akhir periode pencatatan. Dapat berupa foto posisi awal meteran, dan posisi akhir meteran,” jelas Sefri. 

2. Laporkan apa adanya sesuai meteran

Perusahaan BUMN di Lamsel Diduga Laporan Fiktif Pajak Air Bawah Tanah Ilustrasi Penerimaan Pajak. (IDN Times/Arief Rahmat)

Terkait laporan penetapan tagihan Pajak Air Bawah Tanah, Sefri juga meminta kepada pihak perusahaan agar melaporkan penggunaan air tanah sesuai dengan yang digunakan. 

“Kan itu sudah ada meterannya, laporkan apa adanya, jangan di mark-up atau dikurangi. Sebab, jika dikurangi, tentu akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Petugas kami nanti akan melakukan pengecekan secara berkala,” tegasnya. 

Sefri menyatakan, pembayaran Pajak Air Tanah dari perusahaan sangat mempengaruhi PAD, yang nantinya akan dirasakan langsung dampaknya oleh masyarakat. “Karena pajak itu akan dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk pembangunan,” jelasnya. 

3. Wika Beton berdalih belum ada tagihan

Perusahaan BUMN di Lamsel Diduga Laporan Fiktif Pajak Air Bawah Tanah Pexels.com/Pixabay

Hasil monitoring Tim Terpadu lainnya di PT Wika Beton Tbk, juga mendapati adanya pelanggaran. Tim mendapati perusahaan tersebut belum membayar Pajak Air Tanah triwulan kedua yakni Bulan April, Mei, dan Juni. 

Pihak PT Wika Beton berdalih, belum membayar Pajak Air Tanah triwulan kedua lantaran belum ada tagihan dari BPPRD Lampung Selatan. Sementara itu, pihak BPPRD belum menerbitkan tagihan karena memang belum ada laporan pemakaian air tanah dari PT Wika Beton.

“Kami meminta kepada pihak perusahaan agar segera melaporkan penggunaan air tanahnya, sehingga setelah dilaporkan, pihak BPPRD dapat segera menerbitkan surat tagihan. Kami tunggu laporan dari mereka,” tukas Sefri. 

Baca Juga: KPK Dalami Dugaan Keterlibatan Pihak Lain Kasus Korupsi di Lamsel

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya