AJI Bandar Lampung Diskusi Serangan Digital Dialami Masyarakat Sipil

Diskusi bertema kebebasan pers 12-13 Mei 2022

Bandar Lampung, IDN Times  - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandar Lampung menggelar rangkaian kegiatan memeringati World Press Freedom Day (WPFD) atau Hari Kebebasan Pers Internasional. Kegiatan digelar berupa diskusi bertema kebebasan pers 12-13 Mei 2022.

Kegiatan digelar Kamis 12 Mei 2022,  AJI mengadakan diskusi publik mengusung topik “Perdamaian dalam Kasus-kasus Kekerasan Terhadap Jurnalis”. Diskusi berlangsung di sekretariat AJI Bandar Lampung, Jalan Turi Raya Nomor 3D, Kelurahan Labuhan Dalam, Kecamatan Tanjung Senang, Kota Bandar Lampung (seberang SMPN 19) pukul 10.00-12.00 WIB.

Sedangkan keesokan harinya, AJI menggelar focus group discussion (FGD) Mengusung topik “Serangan Digital yang Dialami Kelompok Masyarakat Sipil dan Ancaman Terhadap Kebebasan Pers”. Diskusi kelompok terpumpun itu digelar di aula Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Lampung, Jalan Abdi Negara I Nomor 8, Gulak Galik, Kecamatan Telukbetung Utara, Bandar Lampung pukul 14.00-16.00 WIB.

Alasan memilih dua topik diskusi

AJI Bandar Lampung Diskusi Serangan Digital Dialami Masyarakat Sipilunsplash.com/@dylandgillis

Ketua AJI Bandar Lampung, Hendry Sihaloho mengatakan, pemilihan kedua topik tersebut dilatarbelakangi persoalan di Lampung. Catatan AJI Bandar Lampung, kasus kekerasan terhadap jurnalis meningkat dalam tiga tahun terakhir.

Dari semua kasus tak satu pun diusut tuntas. Alih-alih diproses secara hukum, kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis diwarnai praktik perdamaian.

“Pun demikian dengan kasus serangan digital. Dua tahun belakangan, tercatat beberapa kasus serangan digital yang menimpa kelompok masyarakat sipil,” kata Hendry, Rabu, (11/5/2022).

Baca Juga: Riset AJI Bandar Lampung, Mayoritas Jurnalis Perempuan Rawan Pelecehan

Jurnalisme peran kunci jaga hak publik

AJI Bandar Lampung Diskusi Serangan Digital Dialami Masyarakat SipilUnsplash/Mel Poole

Menurut Hendry, dua persoalan tersebut berimplikasi pada kebebasan pers. Melalui kebebasan pers, masyarakat dapat mengetahui berbagai peristiwa, termasuk kinerja pemerintah, sehingga muncul mekanisme check and balance, kontrol terhadap kekuasaan, maupun masyarakat sendiri.

"Atas dasar itu, penting menjaga aktivitas jurnalisme yang mengabdi pada kepentingan publik," tukasnya.

Hendry menambahkan, jurnalisme memiliki peran kunci dalam menjaga hak-hak publik. Melalui kerja jurnalistik, media dapat meminta pertanggungjawaban mereka yang berkuasa dan menyuarakan mereka yang tak mampu bersuara.

"Tanpa perlindungan dan jaminan keselamatan jurnalis, peran itu sulit terwujud,” ujarnya.

Hari kebebasan pers internasional

AJI Bandar Lampung Diskusi Serangan Digital Dialami Masyarakat SipilAksi Jurnalis di Medan memeringati Hari Kebebasan Pers Sedunia (World Press Fredom Day) di Bundaran Jalan Gatot Subroto, Kota Medan, Senin (3/5/2021). (Istimewa)

Hari Kebebasan Pers Internasional diperingati setiap 3 Mei. Penetapannya dideklarasikan oleh Majelis Umum PBB pada Desember 1993.

Aksi tersebut mengikuti rekomendasi badan PBB untuk pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan atau United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Rekomendasi UNESCO merujuk konferensi di Windhoek, Namibia 29 April-3 Mei 1991.

Konferensi menghasilkan Deklarasi Windhoek itu menjadi dokumen yang sangat berpengaruh. Dokumen ini dipandang sebagai yang pertama dari serangkaian deklarasi sejenis di seluruh dunia, dan sebagai penegasan penting dari komitmen komunitas internasional atas kebebasan pers.

Usung tema jurnalisme di bawah kepungan digital

AJI Bandar Lampung Diskusi Serangan Digital Dialami Masyarakat SipilIlustrasi membuat karya digital (pexels.com/Anthony Shkraba)

Tahun ini, peringatan Hari Kebebasan Pers Internasional mengusung tema “Jurnalisme di Bawah Kepungan Digital”. Tema itu menyoroti berbagai hal di mana jurnalisme terancam oleh pengawasan, dan serangan yang dimediasi secara digital terhadap jurnalis, serta konsekuensi dari serangan-serangan ini pada kepercayaan publik terhadap komunikasi digital.

Dalam laporan berjudul “Threats that Silence: Trends in the Safety of Journalists”, UNESCO mengamati, pengawasan dan peretasan membahayakan jurnalisme. Pengawasan dapat mengekspos informasi yang dikumpulkan oleh jurnalis termasuk dari pelapor, dan melanggar prinsip perlindungan sumber, yang secara universal dianggap sebagai prasyarat untuk kebebasan media dan diabadikan dalam Resolusi PBB.

Pengawasan juga dapat membahayakan keselamatan jurnalis dengan mengungkapkan informasi pribadi yang sensitif. Itu dapat digunakan untuk pelecehan atau serangan pengadilan yang sewenang-wenang.

Baca Juga: Gelar Diskusi Publik, AJI Bandar Lampung Lakukan Riset PPKM Darurat

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya