Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Gerakan tolak politik uang Pilkada Lampung 2024. (Dok. IDN Times).
Gerakan tolak politik uang Pilkada Lampung 2024. (Dok. IDN Times).

Intinya sih...

  • Sekelompok masyarakat dan mahasiswa di Provinsi Lampung menggelar seruan dan gerakan "tolak politik uang" di Pilkada serentak 2024
  • Gerakan ini disuarakan oleh Koalisi Anak Muda Peduli Demokrasi dengan sosialisasi sayembara tolak politik uang, serta aksi damai Gerakan Demokrasi Lampung
  • Akademisi Universitas Muhammadiyah Lampung, Candrawansah, menyatakan bahwa politik uang dapat merusak integritas proses demokrasi dan mematikan partisipasi politik yang sehat
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandar Lampung, IDN Times - Sekelompok masyarakat hingga mahasiswa di Provinsi Lampung ramai-ramai menggelar seruan hingga gerakan "tolak politik uang" di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024.

Dari catatan IDN Times, penolakan ihwal praktik politik uang diserukan sekumpulan pemuda mengatasnamakan Koalisi Anak Muda Peduli Demokrasi menggelar sosialisasi sayembara tolak politik uang pada Pilwalkot Bandar Lampung di Tugu Adipura, Jumat (1/11/2024). Kegiatan ini turut diwarnai pemasangan banner infomasi hadiah Rp10 juta bagi warga berani melaporkan ke Bawaslu kota setempat.

Terbaru, para mahasiswa dan elemen masyarakat tergabung dalam Gerakan Demokrasi Lampung menggelar aksi damai tolak politik uang di gedung DPRD Provinsi Lampung, Kamis, (14/11/2024). Kegiatan ini menyuarakan sederetan tuntutan, demi menjaga integritas Pilkada di 15 kabupaten/kota Lampung bersih dari praktik-praktik politik uang.

1. Lampung punya catatan sejarah Pilkada syarat politik uang

Aksi tolak politik uang di depan gedung DPRD Provinsi Lampung. (IDN Times/Istimewa).

Menyoal ramainya gerakan tolak politik uang ini, Akademisi Universitas Muhammadiyah Lampung, Candrawansah mengatakan, praktik kotor politik uang sejatinya bukan hanya di Lampung, melainkan seluruh provinsi rentang politik uang dan netralitas ASN.

Namun di Lampung, politik uang memang dapat dikategorikan amat rentan, sebab, provinsi ini memiliki catatan sejarah Pilkada sebelum-sebelumnya yang marak diwarnai politik uang dan susah dibuktikan melalui ranah hukum, khususnya di Gakkumdu.

"Padahal kita tahu, bahwa bahayanya politik uang dalam pemilihan kepala daerah. Ini adalah masalah serius yang dapat merusak integritas proses demokrasi. Bahaya utamanya, ialah melemahnya kualitas demokrasi karena para pemilih dipengaruhi oleh uang atau materi, bukan oleh kualitas dan kapabilitas calon pemimpin," ujarnya dikonfirmasi, Jumat (15/11/2024).

2. Beri dampak negatif rusak proses demokrasi hingga moralitas masyarakat

Akademisi Universitas Muhammadiyah Lampung, Candrawansah. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Menurut Candrawansah, praktik politik uang dalam pesta demokrasi barang pasti bakal menghadirkan dampak negatif semisal merusak proses demokrasi, sebab ketika pemilih memilih berdasarkan imbalan materi dari pada visi dan misi calon akan menghilangkan esensi demokrasi yang sehat guna memilih calon terbaik dalam memenuhi harapan masyarakat.

Kemudian politik uang juga bisa mendatangkan korupsi di masa depan, pasalnya, pemimpin terpilih melalui politik uang cenderung merasa berhutang pada pihak-pihak yang mendanai. Akibatnya, sang kepala daerah lebih berfokus untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan dibanding melayani rakyat.

Dampak negatif lainnya, politik uang bisa menyengsarakan rakyat, dikarenakan pemimpin cenderung tidak memiliki kepedulian besar terhadap masyarakat lantaran lebih mementingkan keuntungan pribadi dan kelompoknya. Sikap ini dapat memperparah kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.

"Politik uang juga bisa merusak moralitas masyarakat, karena sudah terbiasa menerima uang dalam Pemilu hingga membentuk budaya politik transaksional di masyarakat. Hal ini mengakibatkan penurunan nilai moral dan etika, karena masyarakat terbiasa menjual suara mereka demi keuntungan jangka pendek," beber Dosen FKIP UM Lampung tersebut.

3. Pemberi dan penerima politik uang bisa dijerat pidana

Ilustrasi suap. (IDN Times/Arief Rahmat)

Candrawansah menambahkan, secara umum politik uang dapat mematikan partisipasi politik yang sehat dan memperlemah penegakan hukum dalam pelaksanaan kontestasi Pemilu. Sebagaimana dalam UU 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan PP Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU sudah jelas, bahwa ada sanksi bagi setiap orang melakukan politik uang dalam pemilihan kepala daerah.

Lebih lanjut dalam Pasal 187A, bahwa setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Kemudian dalam ayat (2) pada pasal yang sama, disebutkan bahwa pidana serupa juga diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

"Dari pasal tersebut jelas, bukan hanya bagi pemberi, penerima juga bisa kena pidana pemilu. Akan tetapi memang diketahui, bahwa masih sedikit kasus yang sampai ke meja hijau walapun secara tersirat ada permainan politik uang dalam mempengaruhi pemilih," ungkapnya.

4. Gerakan tolak politik uang bentuk positif keterlibatan masyarakat

Sayembara Koalisi Anak Muda Peduli Demokrasi Bandar Lampung gelar aksi tolak politik uang di Tugu Adipura. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Melalui gerakan-gerakan tolak politik uang semacam ini, Candrawansah menambahkan, sayembara hingga aksi damai dilakukan oleh masyarakat sebagai bagian keterlibatan positif, agar permainan politik uang tidak merajalela dan menghasilkan kepala daerah di Lampung dari hasil politik uang.

"Tinggal nanti juga berkaitan dengan keberanian masyarakat, untuk menginformasikan atau melaporkan secara formal dugaan politik uang tersebut," kata eks Ketua Bawaslu Kota Bandar Lampung.

Editorial Team