Berkedok Pacaran, Anak SD di Lampung Jadi Korban Kekerasan Seksual

- Anak perempuan kelas 5 SD di Lampung Tengah menjadi korban kekerasan seksual oleh pria dewasa berinisial DRW (25), yang mengaku sudah melakukan persetubuhan terhadap korban sedikitnya 10 kali di rumahnya.
- Kasus ini terbongkar setelah orangtua korban mencurigai anaknya yang tak kunjung pulang, lalu mendatangi rumah pelaku dan menemukan anaknya berada di dalam kamar pelaku. Keluarga korban melaporkan DRW ke Polsek Rumbia dan pelaku ditahan.
Lampung Tengah, IDN Times – Seorang anak perempuan kelas 5 SD di Kecamatan Rumbia, Kabupaten Lampung Tengah, menjadi korban kekerasan seksual oleh seorang pria dewasa berinisial DRW (25). Kapolsek Rumbia, Iptu Jufriyanto menyampaikan keduanya disebut memiliki hubungan asmara, yang justru menutupi tindak kejahatan yang telah berlangsung berulang kali.
“Pelaku mengaku telah melakukan persetubuhan terhadap korban sedikitnya 10 kali di rumahnya,” ujarny Minggu (13/4/2025).
1. Orangtua korban curiga karena anak tak pulang

Jufriyanto mengatakan, kasus ini terbongkar saat orangtua korban mencurigai anaknya yang tak kunjung pulang ke rumah pada Minggu malam (6/4/2025).
"Mereka lalu mendatangi rumah pelaku di Kampung Rukti Basuki dan mendapati anaknya berada di dalam kamar pelaku," katanya.
Tidak lama setelah kejadian, keluarga korban melaporkan DRW ke Polsek Rumbia pada Jumat (11/4/2025). "Pelaku langsung ditahan dan kini sedang menjalani proses hukum," jelasnya.
2. Pacaran bukan alasan

Meskipun pelaku dan korban disebut memiliki kedekatan layaknya pasangan, hukum tetap memandang kasus ini sebagai kejahatan terhadap anak.
“Anak di bawah umur tidak bisa memberikan persetujuan dalam relasi seksual. Ini tetap masuk dalam kategori kekerasan seksual,” tegasnya.
DRW kini dijerat dengan Pasal 81 dan 82 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun.
3. Pentingnya pengawasan dan edukasi seksualitas

Kasus ini menjadi pengingat bagi orangtua dan masyarakat pengawasan terhadap anak, terutama dalam penggunaan gawai dan relasi sosial, sangat penting. Selain itu, edukasi tentang hubungan sehat dan batasan tubuh harus dikenalkan sejak dini.
“Anak-anak perlu tahu apa yang boleh dan tidak boleh dalam hubungan, bahkan jika mereka merasa sedang 'jatuh cinta'. Di sinilah peran orangtua dan guru sangat besar,” ujar seorang aktivis perlindungan anak di Lampung yang tak ingin disebutkan namanya.