TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hari Kebebasan Pers Sedunia, Kasus Kekerasan Jurnalis Tak Ada Solusi

Disoroti AJI dan LBH Pers Bandar Lampung

Ilustrasi Pers (IDN Times/Mardya Shakti)

Bandar Lampung, IDN Times - World Press Freedom Day (WPFD) atau Hari Kebebasan Pers Sedunia, diperingati setiap 3 Mei. Memeringati hari itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung bersama LBH Pers dan LBH Bandar Lampung mengadakan diskusi dalam jaringan bertajuk Kebebasan Pers dan Berekspresi.

Menurut Ketua AJI Bandar Lampung, Hendry Sihaloho, diskusi ini merujuk kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis. Peristiwa menonjol adalah kekerasan terhadap Nurhadi, jurnalis Tempo di Surabaya.

Khusus di Lampung, jurnalis Lampung Post Ahmad Sobirin juga menerima kekerasan verbal usai meliput pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) di Tulangbawang Barat.

"Sobirin menerima telepon dari oknum anggota polres setempat. Dalam percakapan, oknum polisi itu mengintimidasi Sobirin. Lalu, malam harinya, kediaman Sobirin didatangi mantan anggota TNI," jelas Hendry.

Baca Juga: Kekerasan Dialami Jurnalis Kian Masif, AJI Bandar Lampung dan LBH Gelar Diskusi

1. Tak ada penyelesaian kasus

Massa Forum Jurnalis Medan menggelar aksi tutup mulut di depan Gedung Pemko Medan, Senin (19/4/2021). Mereka menuntut Wali Kota Bobby Afif Nasution untuk meminta maaf atas insiden dugaan perintangan dan intimidasi oleh tim pengamanan terhadap jurnalis beberapa waktu lalu. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Dari beberapa kasus dialami jurnalis di Lampung, Direktur LBH Pers Bandar Lampung, Bangkit menyesalkan tidak adanya proses penyelesaian kasus dialami jurnalis tersebut.

"Saya pernah mengawal kasus jurnalis bahkan sampai ke meja hijau dan finis itu gak ada penyelesaian yang jelas, ngambang semua," tuturnya.

Sehingga menurutnya Undang-Undang Pers di Lampung tidak pernah digunakan. Karena setiap kasus yang menimpa jurnalis tidak pernah ditindaklanjuti. 

"Ketika teman-teman jurnalis menerima kekerasan, harus ada penyelesaian konkrit. Seminimal mungkin lapor Dewan Pers biar ada kerjaan juga Dewan Pers," terangnya.

2. Pers dibungkam dengan satu sumber

Ilustrasi Jurnalis (IDN TImes/Arief Rahmat)

Kondisi saat ini menurut Bangkit semakin memprihatinkan. Ia menyoroti pemberitaan tentang pandemik COVID-19 hanya berasal dari satu sumber. Bahkan jurnalis tidak diberi peluang apakah informasi tersebut benar atau tidak.

"Jurnalis hanya menjadi humas tanpa diberi peluang untuk mengkritisi. Apabila memberitakan berita lain di intip-intip. Kita seolah bebas tapi banyak kebijakan mengintip," bebernya.

Menurutnya fungsi pers sebagai kritik menjadi pudar dan aneh ketika mengkritik. Terlebih UU ITE juga menjadi hambatan bagi jurnalis agar selalu memberitakan yang baik-baik saja.

3. Persoalan jurnalis tak hanya dari luar tetap dari dalam juga

Ilustrasi Reporter-Jurnalis (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain itu terkait sikap media yang pasif dalam membela jurnalisnya saat mendapat kekerasan, Bangkit meminta para jurnalis harus memiliki kesadaran untuk bisa ikut berserikat. Sebab dari berserikat tersebut bisa mendorong kebebasan jurnalis itu sendiri. 

"Persoalan dialami jurnalis tidak hanya dari luar melainkan dari dalam juga kerap mengalami intervensi dari pemilik media," ujarnya.

Baca Juga: Soroti Kekerasan Jurnalis, AJI Bandar Lampung Gelar Diskusi Publik

Berita Terkini Lainnya