Senjata Api Rakitan Marak di Lampung, Akademisi: Cermin Masalah Sosial

- Senjata rakitan digunakan untuk kriminalitas
- Senjata awalnya digunakan sebagai alat pertahanan diri, namun kini banyak digunakan dalam tindak kriminal seperti pencurian dan premanisme.
- Kepemilikan senjata rakitan menggerus rasa aman publik dan menambah kerentanan masyarakat.
- Bahaya potensial jika fenomena ini dibiarkan
- Fenomena senjata api rakitan berpotensi menciptakan budaya kekerasan dan membuat masyarakat terbiasa mengandalkan senjata untuk menyelesaikan persoalan.
- Kesadaran hukum masyarakat adalah benteng utama untuk mencegah penyebaran
Bandar Lampung, IDN Times – Maraknya peredaran senjata api rakitan di Lampung tidak hanya menimbulkan ancaman hukum, tetapi juga merefleksikan persoalan sosial-ekonomi di tengah masyarakat.
Akademisi Hukum Universitas Bandar Lampung, Benny Karya Limantara, menila, kepemilikan senjata rakitan tanpa izin adalah tanda lemahnya kesadaran hukum sekaligus celah kejahatan yang berulang.
“Senjata api rakitan bukan sekadar alat kekerasan, tapi simbol bahwa masih ada masyarakat yang menganggap kekuatan bisa menggantikan hukum. Padahal, risiko korban jiwa sangat besar,” katanya, Rabu (20/8/2025).
1. Dari alat pertahanan jadi ancaman kriminalitas

Benny menyebut, di beberapa daerah, senjata rakitan kerap dijadikan alat pertahanan diri. Namun, tren itu bergeser senjata justru banyak digunakan dalam tindak kriminal, mulai dari pencurian hingga aksi premanisme.
Ia menegaskan, pergeseran fungsi ini menambah kerentanan masyarakat. “Kepemilikan senjata rakitan menggerus rasa aman publik. Orang bisa lebih memilih menakut-nakuti dengan peluru, ketimbang menyelesaikan masalah secara hukum,” tegasnya.
2. Bahaya jika dibiarkan

Benny mengungkapkan, fenomena senjata api rakitan di Lampung, jika tidak ditangani, berpotensi menciptakan budaya kekerasan. Aparat khawatir masyarakat justru terbiasa mengandalkan senjata untuk menyelesaikan persoalan, bukan melalui jalur hukum.
“Kesadaran hukum masyarakat adalah benteng utama. Kalau masih ada toleransi terhadap kepemilikan senjata rakitan, maka tindak pidana akan sulit ditekan,” imbuhnya.
3. Respons kepolisian

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Lampung, Kombes Indra Hermawan menjelaskan berdasarkan Operasi Sikat Krakatau 2025, dua pekan terakhir mengamankan ratusan tersangka. Namun, polisi menilai penindakan saja tidak cukup. “Kami melakukan pemetaan daerah rawan dan deteksi dini agar senjata rakitan tidak lagi beredar bebas,” jelasnya.
Ia menambahkan, polisi berusaha merangkul warga lewat program perpolisian masyarakat (community policing). "Tujuannya, membangun kesadaran keamanan tidak lahir dari senjata, tetapi dari kepercayaan sosial dan penegakan hukum," ucapnya.