Dosen Itera Penelitian Masker Nanofiber, Mudah Dibersihkan dan Murah

Klaim tangkal partikel halus dan kualitas di atas masker N95

Bandar Lampung, IDN Times - Penelitian tentang masker nanofiber sebagai masker pencegahan virus COVID-19 dilakukan Institut Teknologi Sumatera (ITERA). Pengembangan itu dilakukan Dosen Program Studi (Prodi) Fisika Dr. Abdul Rajak, M.Si. yang juga Ketua Pusat Riset dan Inovasi Teknologi Membran Nano ITERA.

Ia menerangkan, nanofiber merupakan benang-benang kecil berukuran puluhan nanometer. Jika dibandingkan dengan sehelai rambut manusia yang umumnya berdiameter sekitar 50 mikrometer, nanofiber memiliki diameter sekitar 50 nanometer atau setara dengan sehelai rambut dibelah menjadi 1.000 kali.

Abdul menambahkan, meski bentuknya kecil, namun memiliki keunikan dan kelebihan tersendiri. Termasuk ketika dijadikan lapisan masker yang kini banyak dibutuhkan di tengah pandemi COVID-19.

1. Masker nanofiber efisiensi mendekati 100 persen

Dosen Itera Penelitian Masker Nanofiber, Mudah Dibersihkan dan MurahMasker nanofiber yang saat ini sedang dilakukan penelitian Dosen Program Studi (Prodi) Fisika Dr. Abdul Rajak, M.Si. yang juga Ketua Pusat Riset dan Inovasi Teknologi Membran Nano ITERA. (Istimewa.itera.ac.id)

Rajak menjelaskan, mencoba mengembangkan penelitian masker nanofiber yang dibuat dengan struktur berlapis untuk meningkatkan efisiensi. Namun tidak menghambat proses pernafasan, karena pada nanofiber struktur porinya tidak sama seperti pada membran biasa.

Ia menyebut, masker nanofiber yang sedang dikembangkan di Pusat Riset dan Inovasi Teknologi Membran Nano ITERA memiliki efisiensi mendekati 100 persen atau lebih tinggi dari masker bedah dan N95. Namun umur pakainya panjang dapat juga dibersihkan dan harga yang relatif terjangkau.

“Karena dapat disintesis dari bahan polimer alam maupun sintesis yang murah. Tidak hanya mampu menangkal partikel-partikel halus yang beterbangan di udara, masker nanofiber juga mampu menangkal mikroorganisme aerosol lainnya termasuk didalamnya bakteri dan virus,” papar Abdul, Sabtu (5/9/2020).

Baca Juga: Keren! Mahasiswa Baru Itera 2020 Ada yang Masih Usia 16 Tahun

2. Bahan material penyusun nanofiber terlebih dahulu dibuat larutan atau cairan

Dosen Itera Penelitian Masker Nanofiber, Mudah Dibersihkan dan MurahDosen Program Studi (Prodi) Fisika Dr. Abdul Rajak, M.Si. yang juga Ketua Pusat Riset dan Inovasi Teknologi Membran Nano ITERA. (Istimewa/Itera)

Material nanofiber saat ini banyak digunakan sebagai bahan perban penutup luka, sebagai sensor, bagian komponen baterai, baju pelindung yang dipakai pada dunia militer, filtrasi, rekayasa jaringan dan masih banyak lagi.

Dalam penelitian yang dilakukan Abdul, benang-benang kecil atau nanofiber dibuat atau disintesis dengan teknik elektrospinning. Pada teknik ini bahan material penyusun nanofiber terlebih dahulu dibuat larutan atau cairan.

Cairan tersebut kemudian diberi tegangan tinggi hingga ribuan volt. Akibatnya, larutan akan memiliki muatan dan akan tertarik sedemikian rupa sehingga membentuk serat dan terkumpul pada sebuah pengumpul serat yang diputar hingga membentuk sebuah lembaran.

Abdul menyampaikan, pada situasi pandemik saat ini, masker menjadi kebutuhan penting guna mencegah penyebaran Covid-19. Ada banyak jenis masker yang beredar di masyarakat, mulai dari masker bedah, hingga masker N95.

3. Masker bedah timbul masalah baru sampah masker

Dosen Itera Penelitian Masker Nanofiber, Mudah Dibersihkan dan Murahamp.abc.net.au

Dari segi kualitas dan kinerja penyaringan, masker bedah dan masker N95 berbeda. Itu terutama dalam hal menyaring partikel-partikel halus yang beterbangan di udara berukuran kurang dari 1 mikrometer.

Masker N95 memiliki efisiensi yang lebih tinggi (di atas 95 persen sesuai namanya) dibanding masker bedah. Namun, dari segi kenyamanan tentunya masker bedah lebih nyaman dipakai dikarenakan sifat ukuran pori yang berbeda. Disamping itu umur pakai serta harga juga memiliki perbedaan antara keduanya.

"Di masyarakat luas masker bedah lebih dipilih karena harga yang terjangkau. Kendati demikian karenakan sifatnya yang sekali pakai, menimbulkan masalah baru yakni sampah masker," papar Abdul.

Akhirnya dibuatlah masker kain yang saat ini banyak digunakan masyarakat yang dapat dicuci berulang-ulang. Namun sebenarnya menurut anjuran WHO masker ini tidak disarankan karena sifatnya yang hidrofilik (menyerap air) bukan hidrofobik (menolak air).

Baca Juga: Keren! Itera Jadi Kampus Pertama Hasilkan Energi Listrik Terbesar 1MWp

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya