Kantin Sekolah Terimbas Program MBG, Akademisi Usul Redesain

- Siti tidak dilibatkan dalam program MBG, menyebabkan penurunan omzet kantin sekolah.
- Pemerintah Kota Bandar Lampung mendorong UMKM untuk tetap bertahan dengan berbagai program bantuan dan kolaborasi.
- Akademisi menyarankan agar program MBG diredesain untuk melibatkan pelaku lokal dan memperkuat tata kelola kebijakan.
Bandar Lampung, IDN Times – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah pusat untuk meningkatkan gizi pelajar ternyata membawa dampak beragam di lapangan. Salah satunya dirasakan para pedagang kantin sekolah yang kini mengeluh penurunan omzet hingga 50 persen.
Siti, pedagang kantin di salah satu SMK Bandar Lampung, mengaku penjualan makanannya menurun drastis sejak program MBG berjalan. “Biasanya habis, sekarang sisa separuh. Tapi belum ada yang sampai tutup, cuma memang menurun,” kata Siti, Jumat (10/10/2025).
1. Tak dilibatkan

Siti mengaku tidak dilibatkan dalam pelaksanaan program MBG yang digaungkan oleh Pemerintah Pusat.
“Kami juga tidak dilibatkan dalam penyediaan MBG di sekolah. Harapannya ada jalan keluar, biar tetap jalan tapi pendapatan kami juga nggak hilang,” lanjutnya.
2. Pemkot dorong UMKM aktif

Menanggapi situasi ini, Kepala Dinas UMKM Kota Bandar Lampung, Riana Apriana, menjelaskan pihaknya terus berupaya membuka peluang bagi pelaku UMKM agar tetap bertahan.
“Kami selalu mengajak UMKM untuk ikut bazar, memasukkan produk ke toko oleh-oleh, hingga bermitra dengan hotel untuk penyediaan snack,” katanya saat dihubungi.
Riana juga menyebutkan pemerintah kota memiliki program pinjaman UMKM dengan bunga nol persen untuk membantu pelaku usaha kecil yang terdampak. “Kalau nanti program MBG dialihkan, tentu sudah ada kebijakan lain yang bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya.
3. Akademisi minta redesain

Akademisi FISIP Universitas Lampung, Vincensius Soma Fehrer, menilai solusi terbaik bukanlah menghentikan MBG, tetapi merancang ulang tata kelolanya agar lebih inklusif dan melibatkan pelaku lokal.
“Pemerintah perlu memperkuat desain kebijakan MBG supaya kembali ke orientasi awal meningkatkan gizi, menjaga kepercayaan masyarakat, sekaligus berdampak ekonomi positif,” jelasnya.
Ia mencontohkan, program serupa di Jepang bernama Akiosoku makan siang bergizi gratis yang mengoptimalkan kolaborasi lintas aktor seperti pemerintah daerah, sekolah, dan UMKM lokal.
“Dengan model kolaborasi, UMKM bisa jadi mitra bukan pesaing. Ekonomi lokal tetap hidup, pendapatan masyarakat terjaga, dan kualitas pangan lebih mudah diawasi,” ujarnya.
4. MBG jangan dihentikan

Menurut Soma penghentian MBG tanpa transisi jelas justru berpotensi mematikan ekosistem ekonomi baru yang lahir dari program tersebut.
“MBG bukan sekadar makan gratis, tapi desain ekosistem sosial dan ekonomi baru. Ada tenaga kerja di dapur sekolah, petani, peternak, hingga UMKM yang ikut bergerak. Kalau dihentikan mendadak, aktivitas ekonomi ini ikut terhenti,” tegasnya.
5. Desain kebijakan dan kolaborasi jadi kunci

Soma menilai, berbagai masalah seperti distribusi bahan pangan yang tidak merata, kualitas makanan tidak seragam, hingga kasus keracunan makanan bukanlah cacat program, melainkan lemahnya koordinasi dan pengawasan antar lembaga.
“Solusinya bukan menghentikan, tapi memperkuat tata kelola dan koordinasi lintas sektor agar MBG benar-benar tepat sasaran,” tuturnya.