TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pandemik COVID-19 Perceraian di Lampung Malah Meningkat

Sepanjang 2021 perkara masuk sebanyak 15.686

Ilustrasi Perceraian, IDN Times/ istimewa

Bandar Lampung, IDN Times - Pandemik COVID-19 membuat angka perceraian di Provinsi Lampung, khususnya Kota Bandar Lampung cenderung meningkat. Penyebabnya pun beragam, mulai dari perselisihan terus-menerus antara orang tua hingga keterpurukan ekonomi di masa pandemik.

Berdasarkan laporan rekapitulasi perkara diputus se-Provinsi Lampung di Pengadilan Tinggi Agama Bandar Lampung per Jumat (19/11/2021), periode 2020, tercatat sebanyak 2.915 perkara cerai talak atau perceraian diajukan oleh suami dan 10.700 perkara cerai gugat, alias perceraian dilayangkan pihak wanita, sehingga total angka perceraian 13.615 perkara

Sedangkan kasus perceraian se-Provinsi Lampung di periode Januari-November 2021 meningkat dibanding tahun sebelumnya. Jumlah perkara diputus sebanyak 14.862 dari total keseluruhan perkara mencapai 15.686.

Kasus perceraian orang tua tersebut berimbas kepada anak. Menyambut Hari Anak diperingati 21 November, IDN Times coba mengulik tentang perlindungan anak-anak, khususnya bagi mereka selama ini menjadi korban perceraian kedua orang tua.

1. Faktor dominan penyebab perceraian

Pandemik COVID-19 membuat angka perceraian di Provinsi Lampung, khususnya Kota Bandar Lampung cenderung meningkat. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna)

Kepala Bagian Informasi Pengadilan Tinggi Agama Bandar Lampung, Riduansyah mengatakan, peningkatan kasus perceraian di tengah pandemik COVID-19 umumnya dilatarbelakangi oleh tiga faktor. itu meliput perselisihan terus-menerus, faktor ekonomi, dan meninggalkan salah satu pihak.

"Perselisihan terus-menerus ini sampai 70 persen, sementara faktor lainnya seperti adanya pihak ketiga, KDRT itu sangat sedikit," katanya, saat ditemui IDN Times.

Melihat situasi ini, Riduan pun mengamini angka perceraian di Provinsi Lampung cenderung meningkatkan di tengah pandemik COVID-19. "Apalagi di awal-awal pandemik, sehari kami bisa menyidang 20-30 perkara," sambung pria juga menjabat sebagai Panitera Pengganti tersebut.

Baca Juga: Potret Buram Polisi di Lampung, Laporan Masyarakat Terbengkalai 

2. UPTD PPA siap dampingi perceraian dilatarbelakangi kekerasan

Kepada UPTD PPA, Amsir (IDN Times/Tama Yudha Wiguna)

Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Provinsi Lampung, Amsir mengaku, tidak ada peningkatan signifikan terhadap kasus perceraian masuk di instansi setempat di tengah masa pandemik. Mengingat, pihaknya semata melakukan pendamping perkara perceraian, bila dilatarbelakangi aksi kekerasan.

"Kalau ada aduan tetap kami fasilitas sampai selesai, dalam artian bercerai. Ini biasanya karena ada indikasi KDRT dan lain hal. Kalau untuk faktor lain kita tidak melihat, sebab itu berdasarkan laporan kebutuhan mereka ke UPTD," ujarnya.

Meski kasus perceraian di UPTD PPA umumnya dilatarbelakangi KDRT, namun itu semua bermula dari faktor ekonomi. "Banyak suami kehilangan pekerjaan karena PHK akibat pandemik, sehingga suatu keluarga harus kehilangan mata pencarian yang berujung kekerasan," sambung Amsir.

3. Pernikahan dini muara perceraian

Pandemik COVID-19 membuat angka perceraian di Provinsi Lampung, khususnya Kota Bandar Lampung cenderung meningkat.

Amsir turut membagikan pandangannya terhadap faktor utama penyebab umum terjadi perceraian dalam suatu keluarga yaitu pernikahan dini, yang seharusnya belum memasuki usia matang antara pihak pria ataupun wanita. Bila tetap dipaksakan, faktor itu akan berujung pada permasalahan ekonomi disertai minimnya pendidikan lantaran harus putus sekolah.

"Mereka belum punya pengetahuan atau wawasan cukup tentang makna berumah tangga. Pengetahuan sangat penting untuk mempertahankan keutuhan suatu rumah tangga, sehingga ketika ada percekcokan dengan mudahnya mereka bercerai," imbuhnya.

Maka dari itu, meski Undang-Undang (UU) No. 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas usia minimal kawin perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun,  Amsir mengingat, keputusan menjalin pernikahan harus tetap diperhitungkan matang-matang. "Walaupun secara fisik terlihat dewasa, tetap dari segi pengetahuan dan pengalaman belum cukup," sambung dia.

4. Pengaruhi tumbuh kembang psikologi anak

pixabay.com

Amir juga mengingat, langkah perceraian bakal memberikan pengaruh besar terhadap tumbuh kembang psikologi sang buah hati. Itu lantaran korban pertama akibat perceraian adalah si anak.

"Akibat perceraian mungkin anak bisa tidak sekolah, kurangnya perhatian dari kedua sosok orang tua, sehingga menjadi anak jalanan yang nantinya menimbulkan peristiwa-peristiwa kekerasan," tekannya.

Oleh karena itu, walaupun tidak membentuk badan khusus menangani anak korban perceraian, pihaknya bakal tetap memberikan perlindungan bila terjadi kekerasan kepada si anak. "Kita tetap lakukan pelayanan ataupun tangani siapa pun perempuan atau anak yang menerimanya kekerasan," lanjut Amsir.

5. Orang tua diharuskan menjadi panutan dalam keluarga

pexels.com/@alex-green

Psikolog Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Lampung, Retno Riani membenarkan, perceraian bisa memberikan dampak besar terhadap pertumbuhan psikologi anak. Mengingat, ia adalah korban atas keputusan kedua orang tuanya.

"Apalagi kalau anak sangat dekat dengan salah satu orang tuanya, pasti dia akan sangat kehilangan sosok tersebut. Ini bisa membawa trauma tersendiri bagi dia," ucapnya.

Maka dari itu, ia pun sangat menyarankan sosok orang tua harus bisa menjadi panutan, dengan sekuat tenaga tetap mempertahankan keutuhan keluarga dan menghindari kata perceraian. "Gak jarang banyak anak yang pas dewasa memilih takut menikah karena trauma," sambung Retno.

Baca Juga: Cerita Pegiat Wisata 12 Daerah Indonesia, Dulu Desa Kumuh Kini Memikat

Berita Terkini Lainnya