TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Berkaca Kasus KONI Lampung, DPRD dan Jaksa Perketat Awasi Dana Hibah

Pengawasan dana hibah dimulai sebelum pengesahan

ilustrasi aliran dana (IDN Times/Aditya Pratama)

Bandar Lampung, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI baru-baru ini telah menangkap tangan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua Simanjuntak, terkait dugaan suap alokasi dana hibah bersumber dari APBD dengan modus 'ijon dana hibah' ke kelompok masyarakat (Pokmas).

Penyalahgunaan dana hibah tersebut juga terjadi di Provinsi Lampung. Satu contoh kasus menyita perhatian publik adalah kasus di KONI Lampung. Bahkan Kejati Lampung telah meningkatkan status perkara korupsi dana hibah tahun anggaran 2020 sebesar Rp60 miliar tersebut ke tahap penyidikan sejak Januari 2022 lalu.

Selain itu, Bidang Pidsus Kejaksaan juga sudah mengeluarkan hasil audit kerugian keuangan negara pada kasus tersebut sebesar Rp2.570.532.500, Senin (21/11/2022) lalu. Malang, kasus sempat marathon memeriksa para pejabat KONI Lampung, Pemprov Lampung, pengurus cabang olahraga, wartawan, hingga pihak ketiga itu tak kunjung ditetapkan status tersangka hingga kini.

Teranyar, Kejati Lampung menginformasikan, KONI Lampung secara instansi tanpa paksaan telah mengembalikan seluruh nilai kerugian keuangan negara ditimbulkan akibat penyelahgunaan dana hibah tersebut ke rekening kas daerah melalui transfer di Bank Lampung.

Meski demikian, Kejati Lampung mengklaim, proses penanganan kasus korupsi dana hibah tersebut tetap bergulir dan belum menemukan jalan buntu. Terlebih urusan penetapan status tersangka, bagi pihak perlu bertanggungjawab dalam perkara ini.

Lalu bagaimana sejatinya pengawasan, pencairan, hingga realisasi penyaluran dana hibah di Lampung? Simak ulasannya berikut ini.

Baca Juga: Cerita Warga Pulau Sebesi 'Sudah Rukun' dengan Gunung Anak Krakatau

1. Lembaga legislatif punya wewenang bidang pengawasan dana hibah

Ketua Komisi I DPRD Lampung, Yozi Rizal. (Instagram/@yozi.rizal).

Ketua Komisi I DPRD Lampung, Yozi Rizal mengamini urusan dana hibah terbilang rentan disalahgunakan. Misalnya, terjadi pada dugaan kasus KONI Lampung. Oleh karena itu, lembaga legislatif tingkat daerah memiliki wewenang pengawasan terkait kebijakan-kebijakan sebagaimana telah disepakati dengan pemerintah daerah.

Pengawasan dimaksud meliputi memastikan penggunaan dana hibah sudah berkesesuaian, hingga capaian realisasi target penerimaan pascaproses pencairan.

"Selain di kita, kontrol (dana hibah) itu juga ada di BPK. Pengawasan kami di sini memang tidak sampai urusan teknis, karena kita hanya mengawasi kebijakannya saja. Apakah itu terealisasi atau tidak, benar atau tidak cara realisasinya," ujarnya kepada IDN Times, Jumat (23/12/2022).

2. Pertanggungjawaban diserahkan ke sektoral masing-masing

ilustrasi aliran dana (IDN Times/Aditya Pratama)

Yozi menjelaskan, pengawasan terkait pelaporan penggunaan dana hibah selanjutnya diserahkan kepada masing-masing sektor. Mengingat, hal-hal teknis menyangkut realisasi dana hibah di luar bidang pengawasan lembaga legislatif.

"Seperti misalnya ada dana hibah ke KPU Provinsi, itu nanti jelas ada pertanggungjawabannya sendiri. Terus ada dana hibah ke KPID, begitu juga pertanggungjawaban ke Komisi Informasi, dan lain-lain," terangnya.

Terkait persetujuan pengesahan dana hibah, Yozi meyakinkan, rumusan terkait kebijakan umum anggaran, plafon prioritas anggaran sementara (PPAS) disetujui dalam APBD di Lampung sudah sesuai peraturan berlaku, terkhusus di Komisi I DPRD Lampung.

"Ketika saat pencairan (dana hibah), kita sudah tidak ada urusan lagi. Itu tadi, kita tidak mengelola uang, karena yang mengelola uang tempatnya pemerintah daerah," sambung kader fraksi Partai Demokrat tersebut.

3. Pengesahan dana hibah di Lampung terbilang ketat

Ilustrasi tandatangan perjanjian (pixabay.com/Andreas Breitling)

Yozi menambahkan, bidang pengawasan dilakukan lembaga legislatif terhadap dana hibah memang sejatinya sebelum dilakukan pengesahan. Oleh karenanya, ia memastikan pengesahan alokasi dana hibah di provinsi setempat terbilang ketat.

"Dana hibah itu tidak boleh asal. Misal KONI mengajukan anggaran sekian. Setelah itu kita ukur, nanti kalau memang rasional, baru disetujui dan tertuang dalam APBD untuk bisa dicairkan," ucap dia.

Baca Juga: Deradikalisasi Bergulir, 9 dari 15 Napiter di Lampung Ikrar Setia NKRI

Berita Terkini Lainnya