TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hak Cuti Perempuan Masih Belum Diterapkan Secara Maksimal

Perusahaan masih menganggap sepele hak cuti haid

Ilustrasi Perempuan. (IDN Times/Aditya Pratama)

Bandar Lampung, IDN Times - Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah meminta organisasi perempuan dan pekerja perempuan secara individu untuk aktif menyuarakan hak-hak perempuan di tempat kerja.

Menurutnya, sampai saat ini masih banyak tempat kerja atau perusahaan masih belum menyediakan hak perempuan sebagai tenaga kerja yang terdapat dalam Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Hak tersebut antara lain adalah cuti haid, hamil, dan melahirkan. Banyak yang menyalahartikan UU Cipta Kerja menghapus ketentuan ini, padahal tidak  artinya peraturan ini masih eksis menjadi ketentuan dalam UU Nomor 13 tahun 2003,” kata Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah dalam acara yang diadakan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia secara virtual, Sabtu (5/2/2022).

Baca Juga: Satpam Terlibat Insiden dengan 2 Jurnalis, Kepala BPN Balam Minta Maaf

1. Masih adanya perusahaan belum menerapkan hak pekerja perempuan di Lampung

Ilustrasi dismenore (SehatQ.com)

Salah seorang pegawai di salah satu perusahaan media di Lampung yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkapkan, dirinya pernah mendapat perlakuan yang cukup mengecewakan dari perusahaannya terkait cuti haid.

“Saya tahu terkait adanya kewajiban perusahaan soal cuti haid ini, tapi rupanya perusahaan saya tidak menerapkannya,” jelasnya.

Ia mengatakan saat dirinya mengalami dismenore (nyeri haid) pada saat hari kerja, dan sakit tersebut sangat mengganggu pekerjaannya, dirinya hendak meminta izin ke perusahaan namun ditolak.

“Saya akhirnya minta izin hari itu, tapi ditolak. Katanya tidak ada izin/cuti yang seperti itu. Jadi saya terpaksa bekerja ditengah nyeri haid yang saya rasakan,” ujarnya.

Ia mengungkapkan dirinya tidak bisa berbuat apa-apa terkait peraturan itu, karena menurutnya, mayoritas orang menganggap sepele dismenore baik itu laki-laki bahkan sebagian perempuan.

2. Serikat buruh harus aktif menyuarakan isu perempuan di perusahaannya

Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Menaker Ida Fauziah mengatakan memang perlu adanya penguatan internal. Misalnya dari serikat pekerja dan buruh perusahaan terhadap isu-isu pekerja khususnya perempuan.

“Jadi kami minta untuk serikat ini terus mendorong teman-teman perempuan untuk aktif di serikat pekerja. Melalui wadah ini saya kira teman-teman bisa proaktif untuk menyampaikan apapun yang terjadi di perusahaannya ketika perusahaan itu tidak menjalankan ketentuan seperti di Undang Undang,” ungkapnya.

Ia melanjutkan, hak-hak yang diatur dalam Undang Undang harus diterapkan oleh perusahaan di Indonesia. Oleh karenanya, bagi perusahaan yang melanggar atau tidak memberikan hak bagi tenaga kerja perempuan akan ada sanksi yang dijerat.

“Tentu ada hukuman bagi perusahaan yang tidak menerapkannya oleh kemnaker,” katanya.

Meski begitu, Ida tidak menjelaskan secara gamblang hukuman seperti apa yang diberikan pemerintah terhadap perusahaan yang tidak memberikan hak kepada tenaga kerja perempuan.

3. Pengawasan kemnaker masih kurang

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah (dok. Kementerian Ketenagakerjaan)

Secara jujur Ida mengungkapkan, kementerian tenaga kerja saat ini memang masih kurang dalam hal pengawasan terkait pemenuhan hak perusahaan terhadap tenaga kerja perempuan.

“Karena masalah SDM yang sedikit, sedangkan perusahaan jumlahnya terus bertambah. Jadi jumlah personel di kami yang melakukan pengawasan terkait hak ini masih kesulitan menangani semuanya,” ujarnya.

Maka ia meminta organisasi perempuan dan serikat buruh untuk ikut mengawasi masalah pemenuhan hak perempuan di tempat kerjanya.

Baca Juga: Forum Jurnalis Perempuan Indonesia Lampung Resmi Dikukuhkan

Berita Terkini Lainnya