TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Rumah Sakit Balam Belum Bisa Terapkan Tarif Rapid Test Rp150 Ribu

Berjanji akan menurunkan biaya rapid test secara bertahap

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy melakukan rapid tes buatan anak negeri RI-GHA COVID-19 di Gedung Kemenko PMK, Kamis (9/7/2020) (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Bandar Lampung, IDN Times – Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandar Lampung, Edwin Rusli mengatakan, pihaknya telah menindaklanjuti surat edaran dari Kemenkes Nomor HK.02.02/I/2875/2020 Tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Test Antibodi.

Ia meminta rumah sakit di kota ini untuk bisa menyesuaikan tarif pemeriksaan tes cepat. Namun, beberapa rumah sakit di Kota Tapis Berseri belum bisa menerapkan tarif tertinggi Rp150 ribu.

1. Alat yang tersedia stok lama

Alat Rapid Test COVID-19 (Istimewa/Dok IDNTimes)

Kadinkes menjelaskan, ada rumah sakit belum bisa menerapkan tarif rapid test tertinggi Rp150 ribu karena alat yang tersedia saat ini merupakan stok lama. Pihak rumah sakit membeli alat itu Rp150 ribu ke atas.

"Kita maklumi itu, karena mereka juga beli alat tersebut harganya masih di atas Rp150 ribu. Namun pihak rumah sakit juga berjanji akan menurunkan biaya rapid test secara bertahap. Apalagi jika mereka telah membeli alat rapid test dengan harga yang diinginkan oleh Kementerian Kesehatan. Mereka akan menyesuaikan tarif tersebut," ujar Edwin dilansir dari Antara, Jumat (10/7/2020).  

Baca Juga: Gubernur Lampung: Rapid Test Penting Tapi Tidak Terlalu Mendesak

2. IDI Bandar Lampung setuju tarif tertinggi rapid test

Logo Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dok. Istimewa

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Bandar Lampung menyetujui tarif tertinggi tes cepat (rapid test) untuk mendeteksi COVID-19 ditetapkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebesar Rp150 ribu.

Ketua IDI Cabang Bandar Lampung dr Aditya M Biomed, menjelaskan, pihaknya mengapresiasi penetapan biaya tes cepat tersebut oleh pemerintah pusat. "Itu sangat baik, apalagi barang yang disediakan harganya murah, tapi apakah barangnya ada atau tidak saya belum tahu," ujarnya.

3. Dibutuhkan teknik dan ilmu yang tepat di bidangnya

Tim medis melakukan rapid test bagi dosen Unhas Makassar. IDN Times/Humas Unhas

dr Aditya menjelaskan, surat Kemenkes tersebut juga bukan hanya tarifnya saja yang ditentukan. Pihak yang diperbolehkan melakukan praktik tes cepat itu juga harus benar-benar orang yang berkompeten di bidangnya. Itu merujuk beberapa indikator.

Ia memaparkan, hasil rapid test ada yang namanya false positif atau positif palsu, sehingga memang dibutuhkan teknik dan ilmu yang tepat di bidangnya. Pemeriksaan rapid test pun tidak bisa dilakukan sembarangan.

“Bukan seperti tes kehamilan, walaupun sampel yang diambilnya juga darah. Jadi pemeriksaan rapid test di maskapai penerbangan tidak bisa pihak maskapai yang melakukannya atau mengambil alih pemeriksaannya, karena bila orang yang diperiksa itu positif mau dikemanakan," katanya.

Baca Juga: Lampung Timur Catat Kasus Positif COVID-19 Pertama

Berita Terkini Lainnya