Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kisah Warga Lampung ke Luar Negeri demi Hidup Lebih Baik 

Potret Warga Negara Indonesia saat di Australia (IDN Times/Istimewa)
Potret Warga Negara Indonesia saat di Australia (IDN Times/Istimewa)
Intinya sih...
  • Tagar #KaburAjaDulu mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap kondisi di Indonesia, terutama dalam mencari pekerjaan.
  • Sulitnya mendapatkan pekerjaan layak dan respons pemerintah yang dinilai kurang berpihak memicu banyak orang untuk hijrah ke luar negeri.
  • Merantau ke luar negeri tidak boleh hanya bermodal nekat, persiapan seperti keterampilan, bahasa Inggris, mental kuat, dan tabungan yang memadai sangat penting.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bandar Lampung, IDN Times - Media sosial diramaikan dengan perbincangan tentang tagar #KaburAjaDulu beberapa pekan ini. Viralnya tagar tersebut merupakan kegelisahan sebagian warga negara Indonesia (WNI) yang merasa kehidupan di Tanah Air semakin sulit akibat sejumlah kebijakan pemerintah.

Bagi mereka, pindah ke luar negeri dianggap sebagai solusi untuk mencari peluang hidup lebih baik. Fenomena ini menunjukkan ketidakpuasan terhadap kondisi ekonomi, kebijakan, dan berbagai aspek kehidupan di Indonesia mendorong banyak orang untuk mempertimbangkan migrasi.

Diskusi mengenai tagar tersebut pun menimbulkan beragam respons, dari pihak yang mendukung sebagai bentuk kebebasan berekspresi maupun yang mengkritik sebagai sikap yang kurang nasionalis. IDN Times telah merangkum kisah inspiratif warga Lampung memilih merantau ke luar negeri demi kehidupan lebih baik.

Mereka membuktikan mencari peluang di negeri orang bukan berarti melupakan Tanah Air. Justru membawa semangat dan kebanggaan sebagai bagian dari Indonesia.
Simak selengkapnya di bawah ini ya.

1. Hijrah ke Australia jadi pilihan Mahendra di tengah sulitnya bekerja di Indonesia

Potret Mahendra saat di Australia (Instagram/mahendrabagus_)
Potret Mahendra saat di Australia (Instagram/mahendrabagus_)

Salah satu warga Lampung Mahendra sudah menetap di Australia selama dua tahun. Ia menganggap tagar #KaburAjaDulu bukan sekadar tren di media sosial, tetapi cerminan kekecewaan mendalam masyarakat terhadap kondisi di Indonesia, terutama mencari pekerjaan.

Mahendra merasa semakin sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak membuat banyak orang merasa putus asa dan mempertimbangkan hijrah ke luar negeri sebagai jalan keluar. Menurutnya, situasi ini semakin diperburuk oleh respons pemerintah yang dinilai kurang berpihak pada rakyat.

Alih-alih memberikan solusi yang nyata dan menguntungkan, kebijakan yang ada justru terasa mengecewakan dan tidak memberikan harapan bagi mereka yang ingin memperbaiki kualitas hidup.

"Sepengalaman aku, di sini (Australia) cari kerja jauh lebih mudah. Syaratnya gak sebanyak dan serumit di Indonesia. Bahkan cukup punya niat aja udah bisa dapet kerja. Jadi kesempatan buat dapet pekerjaan itu lebih besar," katanya saat dihubungi IDN Times, Sabtu (22/2/2025).

2. Menemukan keseimbangan hidup di Negeri Kanguru

Potret Mahendra saat di Australia (Instagram/mahendrabagus__)
Potret Mahendra saat di Australia (Instagram/mahendrabagus__)

Alumni Universitas Muhammadiyah Metro itu merasa hidupnya jauh lebih nyaman di Australia. Baginya, pengalaman bekerja di Indonesia meninggalkan kesan pahit membuatnya enggan kembali.

Di Negeri Kanguru, ia menemukan keseimbangan hidup yang selama ini sulit ia dapatkan di Tanah Air. Sebelum memutuskan mengikuti program Work Holiday Visa (WHV) ke Australia, ia sempat bekerja di sebuah perusahaan warehouse di Indonesia selama setahun.

Memulai karier sebagai kurir hingga naik jabatan menjadi supervisor seharusnya menjadi pencapaian membanggakan. Namun, kenyataannya justru sebaliknya, tekanan kerja yang berat dan jam kerja hampir 24 jam membuatnya merasa terkuras, baik fisik maupun mental.

Hal inilah yang akhirnya mendorongnya untuk mencari peluang baru di luar negeri. "Akhirnya aku mutusin buat nyusul istri ke Australia. Karena dia cerita kalau kerja di sana lebih enak. Sekarang kita kerja bareng di satu perusahaan," ceritanya.

3. Sebelum merantau, simak pesan penting dari Mahen

Ilustrasi pesawat (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi pesawat (IDN Times/Arief Rahmat)

Bagi Mahen, kembali ke Indonesia bukan hal yang ia tolak sepenuhnya. Hanya saja, ia ingin memastikan keuangannya sudah stabil terlebih dahulu.

Baginya, masa tua adalah waktu untuk menikmati hidup tanpa harus memikirkan tekanan finansial. Sampai saat itu tiba, ia memilih untuk tetap membangun karier dan masa depan di luar negeri.

Meski memahami alasan di balik tren #KaburAjaDulu, Mahen menegaskan merantau ke luar negeri tidak boleh hanya bermodal nekat. "Bagaimanapun, kita tetap berada di negara orang dengan budaya yang sangat berbeda. Jadi, persiapan itu wajib. Minimal harus pintar bahasa Inggris, punya mental yang kuat, keterampilan yang cukup, dan tentu saja tabungan yang memadai," pesannya.

Ia juga mengingatkan agar calon perantau mencari informasi dari sumber terpercaya karena maraknya agen ilegal yang menjerumuskan banyak orang.

"Pokoknya jangan malas baca dan tanya.Terus jangan cuma dengerin pendapat satu orang aja tapi harus tanya ke banyak orang yang bisa dipercaya. Karena banyak juga yang udah ketipu sama agen-agen ilegal," terangnya.

4. Perjalanan Kiki mengejar hidup lebih baik dari Indonesia ke Australia

Potret Kiki saat di Australia (Instagram/kkwdys)
Potret Kiki saat di Australia (Instagram/kkwdys)

Warga Lampung lainnya, Kiki, juga merasakan kenyamanan hidup di Australia, jauh dari tekanan pekerjaan yang ia alami di Indonesia. Pengalaman pahitnya saat bekerja di Tanah Air membuatnya mantap untuk mencari kehidupan lebih baik di negara orang.

Sejak lulus kuliah pada 2021, Kiki langsung terjun ke dunia kerja sebagai customer service. Namun, seperti Mahendra, ia harus bekerja hampir 24 jam dengan gaji pas-pasan, bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sebulan.

"Dari situ aku sadar, kalau terus seperti ini, aku gak akan bisa nabung. Uangku habis hanya untuk makan sehari-hari," ujarnya.

Keinginannya untuk mendapatkan penghasilan lebih baik tanpa harus bekerja sampai kelelahan mendorongnya mencari alternatif lain. Saat melakukan riset, ia menemukan peluang (WHV) Australia. Setelah tujuh bulan bekerja di Yogyakarta, Kiki akhirnya membulatkan tekad untuk mengikuti program tersebut pada tahun 2022.

5. Tenaga kerja di Australia sangat dihargai

Potret Kiki saat di Australia (Instagram/kkwdys)
Potret Kiki saat di Australia (Instagram/kkwdys)

Kiki menceritakan pengalamannya pertama kali tiba di Australia, tak langsung mendapatkan pekerjaan. Namun, keberuntungan berpihak padanya karena pemilik rumah yang ia sewa ternyata memiliki usaha cleaning service.

Tanpa ragu, ia pun bergabung dan mulai bekerja di sana dengan bayaran mengejutkannya Rp240 ribu per jam. Tak lama setelah itu, ia mendapatkan pekerjaan baru di bidang packing buah-buahan dengan bayaran lebih tinggi.

Kesempatan ini semakin memotivasinya untuk mencari pekerjaan lain yang lebih menguntungkan. "Ternyata cari uang di Australia itu gampang ya. Kerja 10 jam sehari selama tiga hari aja bisa dapat 8 juta. Padahal dulu di Indonesia, butuh sebulan untuk dapat Rp3 juta," kenangnya.

Menurut Kiki, salah satu hal yang membuatnya nyaman bekerja di Australia adalah penghargaan terhadap tenaga kerja. Jika bekerja lebih dari 8 jam, otomatis dihitung lembur dengan bayaran lebih tinggi. Selain itu, sebagai seorang muslim, ia juga merasa dihormati karena diberikan waktu dan tempat khusus untuk beribadah di tempat kerja.

"Kita kan kerja per jam ya dan jam istirahat sangat tepat waktu. Tapi misal di jam kerja kita izin untuk solat ya bakal diizinin karena mereka respek sama agama kita," jelasnya.

6. Peluang kerja di Australia dan alarm bagi pemerintah

ilustrasi Tenaga Kerja Indonesia (IDN Times/Nathan Manaloe)
ilustrasi Tenaga Kerja Indonesia (IDN Times/Nathan Manaloe)

Kiki juga memberikan gambaran tentang peluang hidup dan bekerja di Australia. Menurutnya, selama seseorang memiliki kualifikasi yang sesuai serta legalitas kerja termasuk visa kerja, tidak perlu takut kesulitan mendapatkan pekerjaan.

"Kualifikasi dalam arti punya skill dan sertifikasi yang diterima di sini. Jadi, gak perlu pakai orang dalam atau takut diskriminasi. Gak ada aturan soal batasan umur, tinggi badan, atau harus berpenampilan menarik. Bahkan, kalau belum punya pengalaman pun, banyak perusahaan yang tetap mau menerima dan melatih kita dari nol," jelasnya.

Menurutnya, tren #KaburAjaDulu seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan dan menciptakan lapangan kerja baru. Lapangan kerja yang cukup, lanjutnya, akan berdampak besar bagi negara, menciptakan efek domino ke arah positif maupun negatif.

"Kalau lapangan kerja banyak, otomatis ekonomi naik, masyarakat sejahtera. Tapi kalau kurang, ekonomi bisa terpuruk, pengangguran meningkat, dan itu bisa memicu lebih banyak kejahatan akibat tekanan ekonomi," ujarnya.

7. Jiwa nasionalisme tak luntur di negeri orang

ilustrasi merdeka (IDN Times/Mardya Shakti)
ilustrasi merdeka (IDN Times/Mardya Shakti)

Kiki juga menegaskan, tinggal di luar negeri tak mengurangi rasa cintanya pada Tanah Air. Jiwa nasionalismenya tetap kuat, terbukti dari keikutsertaannya dalam berbagai kegiatan komunitas warga Indonesia di Australia.

Saat perayaan Hari Kemerdekaan, misalnya, ia selalu ikut upacara bendera dan meramaikan perlombaan yang diadakan, sebagai bentuk kebanggaannya terhadap budaya Indonesia. Tak hanya itu, saat Pemilu, Kiki tetap berusaha menunaikan hak pilihnya.

Meski harus menempuh perjalanan tiga jam menuju TPS dan mengantre panjang karena tidak mendapat undangan resmi, ia tetap antusias untuk ikut serta dalam menentukan masa depan bangsa.

"Jadi, meskipun tinggal di luar negeri, bukan berarti kita melupakan budaya dan identitas kita. Justru aku bangga bisa mengenalkan Indonesia ke orang-orang di sini," ujarnya dengan semangat.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Silviana Via
EditorSilviana Via
Follow Us