Disnaker Catat 61 Pekerja Bandar Lampung Lapor Tak Diberi Pesangon

- Dinas Tenaga Kerja Bandar Lampung menerima 61 laporan pekerja tidak mendapatkan pesangon dari 21 perusahaan selama Januari-November 2024.
- Pesangon, gaji, uang lembur, dan cuti menjadi isu dominan dalam perselisihan antara pekerja dan perusahaan.
- Disnaker berhasil menyelesaikan kasus 20 pekerja dari 12 perusahaan melalui mediasi, namun refocusing anggaran membuat monitoring perusahaan jarang dilakukan.
Bandar Lampung, IDN Times – Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Bandar Lampung menerima 61 laporan pekerja tidak mendapatkan pesangon dari perusahaan selama periode Januari hingga November 2024. Laporan ini melibatkan 21 perusahaan di Kota Tapis Berseri.
Kabid Hubungan Industrial Disnaker Bandar Lampung, Hardiansyah, mengatakan, jumlah laporan ini sedikit lebih rendah dibandingkan 2023, terdapat 93 laporan dari 39 perusahaan.
"Untuk tahun 2024, hingga November ini yang melapor ke Disnaker ada 61 orang dari 21 perusahaan," katanya.
1. Masalah pesangon dan hak lainnya

Hardiansyah menjelaskan, masalah pesangon menjadi isu dominan dalam perselisihan antara pekerja dan perusahaan.
"Permasalahan utama biasanya hak-hak pekerja, seperti pesangon, gaji, uang lembur atau cuti. Komponen ini sering kali tidak terpenuhi, atau ada perbedaan perhitungan antara pekerja dan perusahaan," jelasnya.
2. Mediasi dibantu Disnaker

Hardiansyah menjelaskan, dari 61 laporan masuk tahun ini, Disnaker berhasil menyelesaikan kasus 20 pekerja dari 12 perusahaan melalui mediasi. "Alhamdulillah, 20 pekerja sudah mencapai kesepakatan bersama dengan perusahaannya setelah kami mediasi," ujarnya.
Mediasi dilakukan oleh Disnaker terdiri dari tiga tahap, yaitu klarifikasi, mediasi awal dan mediasi final. Jika tidak tercapai kesepakatan, kasus akan diarahkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
“Kami hanya bertugas memediasi. Jika tidak ada titik temu, kami buatkan anjuran yang langsung diarahkan ke PHI sesuai permintaan kedua belah pihak,” tambahnya.
Ia menegaskan, Disnaker selalu terbuka untuk membantu menyelesaikan perselisihan antara pekerja dan perusahaan. “Prinsipnya, kami akan membantu semaksimal mungkin dalam mediasi, tetapi kami tidak mencari siapa yang salah atau benar. Fokus kami adalah kesepakatan bersama,” tegasnya.
3. Minim pengawasan

Hardiansyah menyatakan, Disnaker saat ini jarang melakukan monitoring ke perusahaan akibat refocusing anggaran selama pandemi COVID-19. "Karena refocusing, kami sudah tidak memiliki anggaran untuk monitoring perusahaan selama setahun ini," ungkapnya.
Namun, ia optimistis para pekerja kini sudah lebih memahami prosedur pelaporan jika mengalami masalah ketenagakerjaan. “Meski tanpa monitoring, pekerja sudah paham harus melapor ke mana jika menghadapi persoalan hak mereka,” ucapnya.