TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengulik Tradisi Mudik dan Silaturahmi Saat Idul Fitri ala MUI Lampung

Esensi mudik tidak hanya terkait Idul Fitri

pinterest

Bandar Lampung, IDN Times - Fenomena mudik dan silaturahmi identik hadir saat hari raya lebaran. Mudik merupakan tradisi sudah berlangsung lama pada kultur masyarakat Indonesia.

Namun Muhammad Faizin Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lampung menilai, esensi mudik tidak hanya terkait Idul Fitri tetapi ada dimensi lain yang bisa kita renungi dari tradisi mudik.

Nah berikut ini IDN Times rangkum penjelasan mengenai dimensi mudik dan silaturahmi yang kerap dilakukan saat hari raya Idul Fitri.

1. Munculnya tradisi mudik

Ilustrasi Moda Transportasi untuk Mudik. (IDN Times/Mardya Shakti)

Muhammad Faizin menjelaskan, dimensi pertama adalah dimensi spiritual kultural yakni mudik menjadi momentun untuk rehat sebentar. Hal ini kemudian diwujudkan pulang kampung untuk berziarah ke makam leluhur.

Menurutnya, bagi sebagian masyarakat Indonesia, kehidupan duniawi tidak bisa dilepaskan dengan kehidupan hakiki. Begitu pun ikatan batin yang hidup dan mati tidak bisa terpisah karena jasad telah tiada.

Oleh karena itu ziarah kubur dan mendoakan leluhur adalah sebuah kewajiban atau budaya.

"Nilai spiritual terkandung dalam ziarah ini kemudian berdialektika dengan kultur yang ada selanjutnya muncul tradisi mudik," kata Faizin, Rabu (12/5/2021). 

Baca Juga: Hikmah dan Keutamaan Puasa Ramadan, Ini Kata MUI Lampung

2. Suasana kampung halaman jadi alasan harus mudik

Pexels.com/Huy Phan

Dimensi kedua adalah dimensi psikologis. Faizin menjelaskan, pulang ke tanah kelahiran bagi para pemudik bukan hanya merayakan hari besar islam bersama keluarga. Melainkan menghilangkan penat dari aktivitas pekerjaan.

"Untuk menghilangkan kepenatan ini letak geografis tanah kelahiran serta hangatnya kumpul bersama keluarga merupakan salah satu solusinya," ujarnya.

Menurut Faizin, tenangnya suasana kampung halaman, sejuknya alam pedesaan, ramahnya keluarga dan kerabat menjadi alasan yang tidak dapat ditolak untuk tidak mudik.

3. Mudik sebagai penyambung hubungan spiritual

The Aviary Recovery Center

Dimensi ketiga adalah dimensi sisi sosial. Faizin mengatakan, perlu disadari merayakan lebaran adalah bentuk ibadah sosial yang di dalamnya menyamai nilai spiritual vertikal.

"Manusia yang merayakan Idul Fitri harus kembali kepada kefitrian jati diri kemanusiaannya sebagai hamba Tuhan," jelasnya.

Menurutnya ini terkait dengan ibadah puasa yang dilakukan selama satu bulan, bahwa spiritual vertikal manusia ditempuh dengan ibadah akan sempurna jika diimbangi dengan nilai spiritual horizontal.

"Silaturahmi mejadi wujud konkret dalam hal ini. Jadi mudik juga bisa dimaknai dengan menyambung hubungan spiritual dengan leluhur dan menyambung tali silaturahim dengan keluarga, saudara, kerabat dan sahabat seingga dapat terjalin kokoh dan kuat antar sesama," katanya.

Baca Juga: Hukum Salat Idul Fitri di Rumah dan Panduan MUI Lampung

Berita Terkini Lainnya